Dark/Light Mode

Jepang Mau Buang Air Limbah Nuklir Ke Laut, Warga Korsel Panik Borong Garam

Minggu, 2 Juli 2023 11:39 WIB
Ilustrasi Jepang yang berniat membuang sekitar satu juta metrik ton air radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir yang rusak ke laut. (Foto : ist)
Ilustrasi Jepang yang berniat membuang sekitar satu juta metrik ton air radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir yang rusak ke laut. (Foto : ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Warga di Korea Selatan berbondong-bondong memborong garam di toko-toko karena khawatir akan keselamatan mereka setelah Jepang berniat membuang sekitar satu juta metrik ton air radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir yang rusak ke laut.

Air tersebut digunakan untuk mendinginkan reaktor yang rusak pada pembangkit listrik Fukushima di utara Tokyo setelah diguncang gempa bumi dan tsunami pada 2011.

Pembuangan air dari tangki penyimpanan besar ke Samudera Pasifik itu akan segera dilaksanakan meskipun tanggalnya belum ditetapkan.

Jepang berulang kali memberikan jaminan bahwa air tersebut aman dan telah disaring demi menghilangkan sebagian besar isotop. Walaupun air tersebut tetap mengandung jejak tritium yang merupakan isotop hidrogen yang sulit dipisahkan dari air.

Namun, jaminan ini tak memupus kekhawatiran nelayan dan warga Jepang serta negara tetangga.

"Saya baru saja membeli lima kilogram garam," kata Lee Young-min, ibu dua anak berusia 38 tahun, sewaktu memasak sup rumput laut di dapurnya di Seongnam, tepat di selatan ibu kota Korea Selatan, Seoul.

Dia mengaku belum pernah membeli begitu banyak garam tetapi sekarang merasa perlu mengambil langkah itu demi melindungi keluarganya.

Baca juga : Apa Yang Menyebabkan Jalan Mudah Rusak? Ini Kata Dosen Teknik Sipil ITB

"Sebagai ibu yang membesarkan dua anak, saya tidak bisa dia mematung dan tidak berbuat apa-apa. Saya ingin memberi mereka makan dengan aman," ujarnya. 

Selain garam, warga juga menimbun produk hasil laut lainnya. Alhasil, harga barang-barang tersebut naik. Harga garam di Korea Selatan pada Juni melonjak hampir 27 persen dibandingkan dengan harga dua bulan lalu, meski pemerintah Korsel mengatakan cuaca dan produksi yang lebih rendah juga menjadi penyebabnya.

Wakil Menteri Perikanan Song Sang-keun mengatakan, pemerintah Korsel melepaskan stok garam sekitar 50 metrik ton sehari, dengan diskon 20 persen dari harga pasar, hingga 11 Juli.

Otoritas perikanan Korea Selatan menyatakan akan terus mengawasi peningkatan radioaktivitas di ladang garam. Korea Selatan juga melarang makanan laut dari perairan dekat Fukushima di pantai timur Jepang.

Selain Korsel, China juga mengkritik rencana Jepang membuang air tercemar radioaktif itu dan menuduhnya kurang transparan sembari menyebut hal itu mengancam lingkungan laut dan kesehatan warga dunia.

Namun pihak Jepang mengatakan, telah memberikan penjelasan yang rinci yang berdasarkan sains tentang rencananya tersebut ke negara-negara tetangga.

Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Hirokazu Matsuno mengatakan. pekan lalu Jepang menyadari peningkatan pemahaman tentang masalah ini meskipun pembeli garam tidak begitu terlihat di toko-toko Seoul pekan ini.

Baca juga : Ganjar Resmi Diterima Jadi Keluarga Kesultanan Palembang Darussalam

"Saya datang untuk membeli garam tapi sudah habis," kata Kim Myung-ok (73), berdiri di rak supermarket yang kosong.

"Pembuangan air radioaktif itu mengkhawatirkan. Kami memang sudah tua dan sudah cukup untuk hidup, tapi saya mengkhawatirkan masa depan anak-anak," ucap dia.

Penolakan juga datang dari warga Jepang sendiri. Sejumlah warga Jepang berunjuk rasa menolak rencana pembuangan air limbah nuklir Fukushima ke laut beberapa hari lalu. 

"Gunung dan sungai tidak akan pernah kembali seperti dulu, dan radiasinya tidak akan hilang dengan mudah. Namun, dibandingkan dengan kehidupan dan cinta, negara ini mengutamakan meraup uang," kata Tatsuko Okawara dari Kota Tamura, Prefektur Fukushima.

Tokyo Electric Power Company (TEPCO), operator PLTN tersebut, mulai menguji peralatan untuk pembuangan air yang terkontaminasi nuklir ke Samudra Pasifik pada 12 Juni.

Uji coba fasilitas pembuangan itu diperkirakan rampung pada 26 Juni mendatang. Rencana pembuangan air limbah nuklir oleh pemerintah Jepang tampaknya telah memasuki hitung mundur.

Chiyo Oda, seorang penyelenggara aksi protes dan wakil dari kelompok sipil "Hentikan Mencemari Laut" (Stop Polluting the Sea), mengatakan Pemerintah setiap hari menyebutkan operasi uji coba akan segera berakhir.

Baca juga : Kejagung Copot Jaksa Nakal Pemeras Keluarga Tersangka Kasus Narkoba

Harian Jepang Asahi Shimbun melaporkan bahwa dokumen IAEA kemungkinan dirilis sekitar hari Selasa (04/07) pekan depan, ketika Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dan Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi dijadwalkan bertemu di Tokyo.

Adanya laporan mengenai sumbangan politik Jepang kepada IAEA telah menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat Korsel terhadap keputusan Jepang dan transparansi dari pemerintah Jepang dalam mengatasi isu ini. 

Masyarakat Korsel menganggap bahwa sumbangan tersebut dapat memengaruhi keputusan IAEA yang berhubungan dengan pelepasan air radioaktif. Saat ini, regulator Jepang telah memulai inspeksi akhir pada sistem yang baru saja diselesaikan untuk aksi pelepasan kontroversial air radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima ke Samudra Pasifik.  

Pada hari Rabu 28 Juni 2023, inspeksi dimulai setelah operator Tokyo Electric Power Company Holdings (TEPCO) memasang peralatan terakhir yang diperlukan untuk pelepasan air radioaktif. Outlet terowongan bawah laut telah digali agar limbah dapat dibuang sejauh 1 kilometer dari lepas pantai.  

TEPCO menjelaskan bahwa inspektur dari Otoritas Regulasi Nuklir akan memeriksa peralatan terkait transfer air radioaktif dan sistem keamanannya selama tiga hari sebagai bagian dari inspeksi tersebut.   
Jepang mengatakan bahwa mereka telah memberikan penjelasan secara terperinci dan didukung dengan sains tentang rencana pembuangan limbah tersebut kepada negara tetangga.

Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Hirokazu Matsuno mengatakan pekan lalu Jepang melihat peningkatan pemahaman tentang masalah ini meskipun tidak begitu terlihat di toko-toko di Seoul pada pekan ini. "Saya datang untuk membeli garam tapi tidak ada yang tersisa," kata Kim Myung-ok, 73 tahun, berdiri di rak supermarket yang kosong. 

"Terakhir kali aku datang juga tidak ada."
"Pelepasan air mengkhawatirkan. Kami sudah tua dan sudah cukup hidup tetapi saya mengkhawatirkan anak-anak."

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.