Dark/Light Mode

Mengingat Kembali Ide & Aksi Imam Khomeini (6)

Khomeiniisme: Harapan Kaum Tertindas di Penjuru Dunia

Minggu, 9 Juni 2024 10:21 WIB
Rohullah Khomeini saat berpidato di Sekolah Feyziyeh, Qom, Iran pada 3 Juni 1963. [Foto: emam.com]
Rohullah Khomeini saat berpidato di Sekolah Feyziyeh, Qom, Iran pada 3 Juni 1963. [Foto: emam.com]

 Sebelumnya 
Dengan demikian, para ulama dan ahli hukum Syiah yang saleh dinyatakan sebagai pewaris pengetahuan dan kebijaksanaan Islam. Alhamdulillah, para ulama dan ahli hukum ini melaksanakan tanggung jawab mereka dengan sangat baik dalam kurun waktu seribu tahun yang panjang, dan dengan terus menerus melakukan penelitian ilmu-ilmu keislaman, mereka mengembangkannya baik secara kuantitas maupun kualitas, serta mewariskannya kepada generasi-generasi berikutnya.

Perbedaan menonjol dari yurisprudensi Syiah adalah bahwa hukum-hukumnya didasarkan pada wahyu ilahi, di mana solusi untuk semua masalah agama, politik, ekonomi, budaya, dan perkembangan yang dihadapi oleh umat manusia berasal dari dan disediakan berdasarkan prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran ilahi. Perbedaan kedua adalah bahwa para ahli hukum yang menurunkan hukum-hukum ini tidak hanya dituntut untuk menjadi cendekiawan dan peneliti, tetapi mereka juga harus "Adil". Adil merujuk pada seseorang yang memiliki kebiasaan bebas dari segala dosa kecil dan besar serta keburukan dan kelemahan moral.

Dalam buku fiqihnya "Tahrir al-Wasila", Imam Khomeini menulis tentang Marja-e Taqlid dengan kata-kata berikut: "Marja-e Taqlid haruslah seorang ulama dan mujtahid, dan saleh dalam agama Allah. Ia juga tidak boleh tamak terhadap kekayaan dan harta duniawi.

Baca juga : Gerakan Global Kaum Tertindas Melawan Kaum Arogan

Hal ini terdapat dalam hadits: "Barangsiapa di antara para ahli hukum yang menjaga dirinya dari dosa, menjaga agamanya, menentang keinginan hawa nafsu, dan menaati perintah Allah, maka wajib bagi masyarakat untuk mengikutinya." (Imam Khomeini, Tahrir al-Wasila, Edisi 3).

Kondisi ini memastikan bahwa ahli hukum menyimpulkan hukum-hukum Islam dengan mengatasi kepentingan dan kecenderungan pribadi dan kelompoknya.

Seperti para ulama Syiah lainnya, Imam Khomeini (RA) menganggap posisi Vilayat-e Fiqh sebagai wakil Imam Mahdi (AJ). Namun, sesuai dengan teori Vilayat-e Faqih, ia menyimpulkan bahwa alih-alih menunggu kemunculan Imam Mahdi (AJ) untuk mendirikan pemerintahan Islam global, seorang faqih harus berusaha mendirikan pemerintahan Islam dalam masyarakatnya untuk membuka jalan bagi pendirian pemerintahan Islam global Imam Mahdi.

Baca juga : Pemikiran Politik Imam Khomeini: Inspirasi Era Baru Internasional

Karena Imam Khomeini (RA) adalah seorang warga negara Iran, ia memulai revolusi Islam untuk menerapkan Islam di negaranya. Ini adalah teori baru, sehingga para ahli menyebut teori ini sebagai Khomeinisme.

Dalam wawancaranya dengan wartawan majalah Indonesia, Tempo, selama pengasingannya di Paris pada 13 Januari 1979, Imam Khomeini (RA) pernah berkata: "Keinginan terbesar saya adalah agar rakyat Iran terbebas dari cengkeraman penindasan dan menghirup udara negara yang bebas dan merdeka, di mana terdapat sistem pemerintahan Islam dan hak-hak asasi manusia dihargai sesuai konstitusi Islam serta menjadi model dan teladan bagi semua bangsa dalam hal kemajuan dan perkembangan serta kebahagiaan manusia." (Kutipan dari kitab suci Imam Khomeini (RA) Urdu (interview) Jilid 8, Halaman 15).

Dalam wawancara ini, Imam dengan jelas menyatakan bahwa mendirikan sebuah pemerintahan Islam di Iran bukanlah tujuan akhir, namun ini merupakan persiapan untuk menghadirkan sebuah model untuk mendirikan sebuah pemerintahan yang berbasis keadilan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.