Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, tampil beda saat mengunjungi keluarga korban sera- ngan teroris biadab. Mengenakan kerudung hitam, PM Ardern tak canggung berbaur menghibur keluarga korban.
Tak diketahui materi pembicaraan antara PM Ardern dengan para keluarga korban. Tapi, raut wajah PM Ardern begitu sedih. Dia juga begitu sabar mendengar keluh kesah keluarga korban. Keluar dari rumah para korban, PM Ardern pun memberikan pernyataan kepada wartawan. Dia menegaskan ihwal peraturan penggunaan senjata api di Selandia Baru.
“Sekarang adalah waktu untuk mengubahnya. Jelas ada beberapa pertanyaan yang diajukan tentang bagaimana orang ini dapat memasuki negara ini dan melakukan aksi teror,” ujar Ardern.
“Saya memberitahu Anda satu hal sekarang: undang-undang senjata kami akan berubah.” tegasnya.
Baca juga : Naila Hassan, Kepala Polisi Selandia Baru Bangga Sebagai Muslim
Saat berbicara, Ardern berusaha menahan emosi. Dia melanjutkan, para pemimpin komunitas berbagi rasa yang sama dengan warga Selandia Baru. Dia menegaskan, teror seperti itu bukanlah Selandia Baru.
“Ini bukan Selandia Baru yang mereka tahu. Ini bukan Selandia Baru yang telah menyambut mereka dan bahwa itu bukan cerminan Selandia Baru setahu mereka, dan sentimen itu datang dengan sangat kuat,” katanya.
Ardern menegaskan, penembakan di Masjid Al Noor dan Masjid Linwood di kota Christchurch me- rupakan serangan teroris yang dirancang dengan rapi. Menurutnya, ini merupakan salah satu sejarah paling hitam bagi Selandia Baru. Dia begitu terpukul ketika dilapor- kan ada aksi terorisme di dua masjid Christchruch, seusai Shalat Jumat (15/3). Sepuluh menit sebelum aksi teror, pelaku mengirimkan salinan ‘manifesto’ via email sebagai dalil pembunuhan. Sayang, sudah terlambat. Sang pelaku, Brenton Tarrant (28), sempat memposting secara online sebuah manifesto setebal 87 halaman, yang isinya menyebutkan alasannya melakukan penembakan brutal itu.
Manifesto itu berisi pandangan anti- imigran, pendukung White Supremasi dan penjelasan mengapa serangan itu dilakukan. Sebanyak 50 orang tewas dalam insiden teror di dua masjid di Christchurh, New Zealand. Satu di antara korban tewas merupakan seorang warga Indonesia.
Baca juga : Ozil Kutuk Teroris Di Selandia Baru
Imam Masjid Linwood, Ibrahim Abdul Halim kembali memberkan pernyataan. Imam Halim yang masjidnya jadi lokasi kedua serangan teroris menegaskan tak lantas membenci Selandia Baru.
“Kami tetap cinta negara ini. Kami bersumpah, bahwa ekstremisme tak akan pernah menggoyahkan kepercayaan (terhadap Selandia Baru),” ujar Halim.
Halim menggambarkan suasana mengerikan saat salat Jumat berdarah itu. Suara tembakan terdengar di dalam masjid. Suasana khidmat berubah menjadi jerit ketakutan dan pertumpahan darah.
“Semua orang tergeletak di lantai, beberapa perempuan mulai menangis, beberapa di antaranya lalu meninggal dunia,” kata dia.
Baca juga : PM Selandia Baru: Banyak Cinta Untuk Saudara-Saudara Muslim
Namun muslim Selandia Baru masih tetap merasa negara ini adalah rumahnya. “Anak saya hidup di sini. Kami bahagia (di sini),” kata dia.[BSH]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya