Dark/Light Mode

Diskriminasi Warga Arab Di Israel, Apartheid Era Modern

Kamis, 13 Mei 2021 18:37 WIB
Seorang perempuan Arab Israel berpose di sebelah foto warga Palestina yang berasal dari kampung Arab di Kfar Hattin yang telah dikosongkan dalam suatu pertemuan pada 15 April 2021. Mereka  menuntut hak pemulangan pengungsi Palestina yang keluar atau diusir dari rumah mereka karena pembentukan Israel pada1948. (AFP/Getty Image/BBC)
Seorang perempuan Arab Israel berpose di sebelah foto warga Palestina yang berasal dari kampung Arab di Kfar Hattin yang telah dikosongkan dalam suatu pertemuan pada 15 April 2021. Mereka menuntut hak pemulangan pengungsi Palestina yang keluar atau diusir dari rumah mereka karena pembentukan Israel pada1948. (AFP/Getty Image/BBC)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kekerasan yang pecah antara Israel dan Palestina pekan ini, membuat etnis Arab yang tinggal di Israel menjadi pemberitaan. Apalagi negara zionis itu menerapkan keadaan darurat di lokasi permukiman mereka di Kota Lod, tetangga Tel Aviv, setelah berhari-hari terjadi bentrokan dan kerusuhan oleh warga Arab di sana.

Ini adalah pertama kalinya Pemerintah Israel menggunakan kekuatan darurat atas komunitas Arab di negaranya sejak 1966. Jadi, siapakah komunitas Arab di Israel itu?

Israel bukan cuma negara Yahudi, namun juga rumah bagi warga non-Yahudi. Dilansir BBC News, dari sembilan juta jiwa di Israel, sekitar 1,9 juta orang adalah warga etnis Arab. Mereka adalah keturunan orang-orang Palestina yang menetap di perbatasan Israel setelah negara itu dibentuk pada 1948.

Baca juga : Lemah Tanggapi Serangan Ke Israel, Trump Ejek Pemerintahan Biden

Ketika Israel dibentuk pada 1948, sebanyak 750.000 orang Palestina memilih keluar maupun diusir dari rumah-rumah mereka dalam peperangan yang terjadi setelahnya. Mereka yang pergi kemudian menetap di sebelah perbatasan Israel di Tepi Barat dan Gaza, maupun di kamp-kamp pengungsi di sekitarnya.

Sedangkan yang bertahan di Israel menamakan diri mereka sebagai orang Arab Israel, orang Palestina Israel, atau cukup orang Palestina. Orang Arab di Israel mayoritas beragama Islam. Dan, seperti halnya masyarakat di Palestina, ada pula yang beragama Kristen. Mereka punya hak pilih sejak Pemilu di Israel kali pertama digelar pada 25 Januari 1949. Namun mereka mengaku telah menjadi korban diskriminasi sistemik di negara itu selama puluhan tahun.

Integrasi Komunitas Arab dan Yahudi di Israel tidak sering berbagi ruang-ruang publik. Namun krisis Covid-19 dalam beberapa bulan terakhir membuat mereka saling bekerja sama. Salah satu faktor integrasi dua komunitas ini adalah sistem layanan kesehatan nasional. Pasien etnis Yahudi dan Arab berbagi rumah sakit, perawatan, dan tenaga kesehatan.
Sebanyak 20% dokter, 25% perawat, dan 50% apoteker adalah orang Arab Israel. Tetapi identitas nasional bersama yang merangkum warga Arab dan Yahudi Israel sulit dideteksi.

Baca juga : BPS Catat Inflasi April 0,13 Persen

Amnesty International menyatakan, Israel menerapkan diskriminasi yang dilembagakan atas orang Palestina yang tinggal di Israel. Menurut suatu laporan yang diterbitkan April 2021 Human Rights Watch, otoritas Israel menjalankan praktik apartheid, kejahatan atas kemanusiaan, baik terhadap orang Palestina di Israel. Warga Arab Israel menderita diskriminasi rasial dalam pendidikan, pekerjaan, dan perawatan kesehatan.

Kementerian Luar Negeri Israel membantah laporan itu "tidak masuk akal dan salah." Namun di lapangan, orang Arab Israel menyatakan, pemerintah merebut lahan punya mereka sekaligus mendiskriminasi mereka secara sistematis dalam alokasi anggaran negara.

Undang-undang yang diterapkan kepada masing-masing kelompok masyarakat di negara itu pun berbeda. Contohnya, undang-undang di Israel yang mengatur kewarganegaraan selama ini lebih memprioritaskan orang-orang Yahudi. Mereka bisa otomatis mendapat paspor Israel, terlepas dari mana mereka berasal. Sebaliknya, orang Palestina beserta anak-anak mereka tidak mendapat hak itu.

Baca juga : AHY Di Depan, Moeldoko Ketinggalan

Pada 2018, Parlemen Israel mengesahkan "undang-undang negara-bangsa" yang kontroversial. UU ini menghapus status bahasa Arab sebagai bahasa resmi selain bahasa Ibrani.

Ayman Odeh, anggota parlemen Arab Israel, mengatakan bahwa saat itu telah disahkan undang-undang "supremasi Yahudi", dengan menyatakan bahwa orang Arab Israel akan selalu menjadi warga kelas dua.[MEL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.