Dewan Pers

Dark/Light Mode

Bagaimana Merawat Fitrah? (2)

Rabu, 18 Mei 2022 06:40 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Dalam pandangan tasawuf, fitrah berarti kembali ke jati diri yang paling asli. Jika seseorang betul-betul bersih dan pensucian dirinya diterima Allah SWT, maka yang ber­sangkutan bisa membu­ka berbagai tabir yang selama ini menghijab dirinya, berupa dosa dan maksiat. Ia akan mengalami penyingkapan (mukasyafah).

Dengan demikian ia mempunyai kemampuan mengakses alam gaib, minimal alam barzakh, yaitu perbatasan antara alam syahadah dan alam gaib.

Orang yang diberi kesadaran mu­kasyafah bisa merasakan kedekatan diri dengan Tuhan dan para sahabat Tuhan seperti Nabi Muhammad dan shalihin lainnya. Ia akan memiliki sahabat-sahabat spiritual sejati, sehingga ia tidak pernah merasa kesepian (lonely). Ia selalu hangat dengan cinta Tuhan.

Berita Terkait : Bagaimana Merawat Fitrah? (1)

Semoga tahun ini kita betul-betul diberi kesadaran dan keinsafan penuh sehingga kita bisa mencicipi mukasyafah. Apalagi tiga tahun terakhir ini kita melaksanakan puasa dengan penuh tantangan dengan kehadiran virus Covid-19.

Tantangan kita sekarang, bagaimana merawat fithrah yang susah-susah kita perjuangkan? Bagaimana energi spiri­tual yang telah kita kumpulkan selama sebulan penuh tidak diumbar dengan kepergian bulan suci Ramadan? Apa yang harus kita lakukan dalam upaya merawat dan melestarikan fithrah itu? Apa saja yang dapat melemahkan atau menghilang fithrah itu?

Para ulama dan ‘arifin berpendapat bahwa fithrah bisa dilunturkan dan dino­dai oleh dosa-dosa yang dilakukan oleh segenap potensi diri yang kita miliki.

Berita Terkait : Mendambakan Liqa` Allah (3)

Dosa-dosa bisa terjadi karena perbuatan fisik, seperti mata yang suka mengintip aurat, telinga yang lebih senang menden­garkan gosip, mulut yang sering berbohong dan membicarakan aib orang lain, jari-jemari tangan yang sering memviralkan fitnah, ditambah lagi tanda-tangan dan paraf fiktif, kaki yang lebih sering gen­tayangan ke mana-mana, dan mungkin juga organ tubuh lain masih gemar melakukan perzinahan, dan lain sebagainya.

Dosa-dosa juga bisa tercipta lantaran pikiran kotor yang sering bersarang di kepala, dendam kesumat dan syirik yang berdiam di dalam hati, ditambah lagi terhentinya kita menunaikan kewajiban-kewajiban agama, seperti shalat, zakat, amar ma’ruf dan nahi munkar.

Memang tidak gampang menahan gencarnya serangan iblis yang bisa mengambil berbagai bentuk, cara, dan jalan. Bisa melalui istri atau suami, atau anggota keluarga terdekat, bisa melalui partai yang kita pilih, bisa melalui ja­batan yang sementara kita duduki, bisa melalui profesi yang sedang ditekuni, dan bahkan bisa melalui ibadah-ibadah yang dilakukan dengan riya’.(*)