Dark/Light Mode
RM.id Rakyat Merdeka - Tanggal 1 Muharam yang bertepatan dengan penanggalan Jawa satu Suro jatuh pada hari Minggu kemarin. Satu Suro jatuh pada hari Minggu namanya “Dete Kalaba”. Dete artinya Minggu sedangkan Kalaba maksudnya binatang melata “berbisa” seperti kelabang, kalajengking, ular, dan lain sebagainya. Tahun kelabang sedikit banyak ikut mempengaruhi perilaku elite dan pemimpin.
Pada tahun ini banyak pemimpin yang “gentur” prihatinnya memiliki kesaktian luar bia sa seperti binatang berbisa. Ucapan nya ibarat “idu geni” apa yang diucapkan akan menjadi kenyataan.
Termasuk sabda rencana pindah ibukota negara ke Kalimantan Timur. “Pindah ibukota memerlukan biaya yang tidak sedikit, Mo,” celetuk Petruk. Romo Semar sedang galau dengan maraknya demo di Papua. Sarana fasilitas umum rusak dan perlu perbaikan segera.
Baca juga : Merdeka dari Prabu Joko
Belum lagi ada isu pihak asing ikut bermain deng an me nyi ram minyak melalui medsos dan hoaks. Semar flashback ke era pasca perang brubuh Alengka dimana Aleng kaber ganti nama menjadi Singgelo Puro.
Kocap kacarito, Perang Brubuh antara Prabu Rama Wijaya dan Prabu Rahwana untuk memperebutkan Dewi Sinta berakhir dengan tragis. Banyak bala tentara kedua belah pihak gugur di medan perang. Pasukan Prabu Rama yang terdiri dari para wanara tidak luput dari keganasan perang. Di sisi lain, Prabu Rahwana mengalami kekalahan total.
Selain kerajaan Alengka hancur, saudara dan anak-anak prabu Rahwana ikut menjadi korban. Kumbakarna dan Sarpa Kenaka gugur di tangan pasukan Rama. Indrajid anak Rahwana ikut tewas menjadi tumbal perang. Hanya satu saudara Rahwana yakni Gunawan Wibisana selamat dari peperangan. Wibisana selamat karena membelot ke Rama.
Baca juga : Rekrut Rektor Asing, Ide Ngawur!
Gunawan Wibisana mengingatkan Rahwana untuk mengembalikan Dewi Sinta ke Prabu Rama. Bukannya Rahwana berterima kasih telah diingatkan, malah Wibisana diusir dari kerajaan Alengka. Setelah perang berakhir, Rama kembali Ayodya dan kerajaan Alengka diserahkan ke Gunawan Wibisana. Sebagai anak bungsu dari Begawan Wisrawa, Wibisana berhak menjadi ahli waris kerajaan Alengka. Bagi Wibisana tidaklah sulit untuk membangun kembali kerajaan Alengka.
Apalagi mendapat dukungan politik dari Prabu Rama dan rakyat Alengka. Untuk menghilangkan kesan bahwa kerajaan Alengka kerajaan jahat, Wibisana mengubah nama kerajaan menjadi Singgelo Puro. Pusat kerajaan dipindah ke daerah Selatan mendekati perbatasan Ayodya.
“Keputusan pindah Ibukota harus melalui kajian yang komprehensif, Mo,” celetuk Petruk membuyarkan lamunan Romo Semar. “Betul. Selain memakan biaya yang tinggi pindah ibukota juga akan berpengaruh terhadap kehidupan sosial warga setempat.
Baca juga : Freeport Kucurkan 33 Juta Dolar untuk Bangun Pusat Olahraga PON 2020
Jangan seperti Gunawan Wibisana mengganti nama kerajaan hanya karena ingin menghapus jejak sejarah masa lalu,” papar Romo Semar. Setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan sebelum memindahkan ibukota. Pertama harus memperhatikan kajian ekonomi.
Yang kedua kajian sosial dan yang terakhir adalah mitigasi dampak lingkungan. Pindah Ibukota ibaratnya menciptakan habitat baru yang mana keseimbangan antara ekosistem, komunitas, dan populasi harus tetap dijaga. Oye ***
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.