Dark/Light Mode

Perbedaan Gaya Bahasa Rahwana Dan Durno

Senin, 8 Juli 2019 14:19 WIB
DR Ki Rohmad Hadiwijoyo
DR Ki Rohmad Hadiwijoyo
Dalang Wayang Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Bahasa Inggris Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan sambutan di KTT G20 di Osaka, Jepang minggu lalu sempat viral. Tidak ada yang salah dengan logat Jawa bahasa Inggris Jokowi. Justru membanggakan bahasa Jawa bisa go internasional. 

Saya memiliki pengalaman tidak mengenakkan dengan logat Jawa saya saat belajar di Amerika. Professor sempat menegur “I do not understand what you’re talking about”. Sindiran halus aksen medok Jawa, membuat saya bangkit untuk memperbaiki “pronounciation”. Sehabis kuliah terpaksa saya nyambi jadi kasir di kedai kopi Perancis Vie De France di Georgetown Park agar bahasanya lancar.

“Itu namanya tinemu ilmu tekolaku, mendapat ilmu setelah kejadian,” celetuk Petruk. Romo Semar kurang semangat menanggapi pertanyaan Petruk. Semar sedang mematut calon-calon menteri yang akan duduk di Kabinet Kerja jilid dua. Beberapa partai politik sudah sigap menyodorkan kader terbaiknya. Kembali urusan logat dan gaya bahasa, Semar teringat perbedaan gaya bahasa antara Rahwana dan Pandito Durno dalam bertutur kata.

Baca juga : Kegaduhan Sistem Zonasi Sokalima

Kocapkacarito, Prabu Rahwana raja Alengka terkenal raja diraja dan pilih tanding. Rahwana sebelum pidato di depan rakyat Alengka, selalu mengucapkan kata-kata; Yo Bandaku, Yo Donyaku yo amal-amalku dewe. Artinya sebagai berikut, ini hartaku, ini duniaku dan kerajaan ini milikku semuanya. Kata pembuka Rahwana dimaksudkan untuk menunjukkan kepada rakyatnya bahwa dirinya berkuasa. Sehingga rakyat Alengka segan dan tetap hormat kepada Prabu Rahwana. 

Kepemimpinan Rahwana teruji dengan banyaknya raja-raja yang rela menjadi bawahan Kerajaan Alengka. Selain tegas dalam memimpin, Rahwana juga terkenal raja yang tegas menghukum siapa saja yang melakukan kesalahan, Tidak pandang bulu teman atau saudara. Siapa saja melakukan kesalahan akan dihukum. Termasuk adiknya sendiri Gunawan Wibisana yang membelot ke Prabu Rama Wijaya.

Berbeda dengan Pandito Durno sebagai gurunya para Pandawa dan Kurawa. Durno sebelum mulai mengajar selalu membuka dengan kata pengantar; “Lolelole waloh kentos gambol monyor-monyor, emprit gantil buntute omah joglo.” Makna dari ucapan Durno adalah di dalam kehidupan dunia ini tidak ada yang pasti. Karena kehidupan merupakan panggung sandiwara. 

Baca juga : Wilmuko Provokator Rekonsiliasi

Sindiran Durno tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan para siswanya bahwa dalam kehidupan ini faktor ketidakpastian sangat tinggi. Jadi jangan sampai “nggegemongso” memastikan hal-hal yang belum pasti. Hidup adalah ujian yang harus dihadapi dengan ketegaran hati. “Jangan nggegemongso alias gede rasa, Mo?” celetuk Petruk sambil cengengesan. “Betul Tole, dan jadi orang itu ojo rumongso biso tapi sing biso rumongso,” papar Semar. 

Setiap pemimpin memiliki kelebihan dan kekurangan. Prabu Rahwana memiliki kelebihan tegas dalam bertutur kata. Tapi Rahwana lemah dalam menghadapi godaan wanita. Begitu pula Durna memiliki keahlian tiada tandingannya. Tapi memiliki kelemahan cedal dalam bertutur kata. Logat Jawa medok dalam berbahasa Inggris bukan halangan dalam berkomunikasi. Yang penting pesan yang akan disampaikan dalam forum internasional G20 mengenai sasaran. Dan berhasil meningkatkan hubungan bilateral dengan negara-negara lain. Oye. *** 


 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.