Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Isu-isu Islam Kontemporer (8)

Apakah NKRI Sudah Darul Islam? (2)

Senin, 23 Desember 2019 06:17 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Perdebatan ini bisa dilihat dalam sidang-sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) ketika membicarakan dasar negara dalam rangka menyusun UUD.

Ada dua kelompok yang saling berhadapan satu sama lain. Satu kelompok menghendaki Indonesia menjadi Negara Islam, sementara kelompok lain berpendirian Indonesia harus menjadi negara kesatuan nasional yang memisahkan soal agama dari negara.

Kompromi dicapai oleh Panitia Kecil, yang dibentuk dalam sidang BPUPKI yang terdiri dari atas sembilan orang, yang lebih dikenal dengan Piagam Jakarta, tidak berhasil diterima sidang. Perdebatan bahkan makin seru berlangsung.

Baca juga : Apakah Nasionalisme Paralel dengan Islam?

Kebesaran hati sejumlah pemimpin nasionalis Muslim antara lain Wahid Hasyim, Kasman Singodimejdo dan Bagus Hadikusumo dalam pertemuan dengan Hatta menjelang sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tanggal 18 Agustus 1945 disepakati untuk menghapuskan beber-apa kata dari Piagam tersebut, yaitu “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

Walaupun ketika itu telah diyakini bahwa asas Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 pada hakekatnya mencerminkan asas tauhid dalam Islam, tetapi masalah yang belum selesai ialah mengenai kedudukan negara menurut pandangan Islam dan sebaliknya bagaimana kedudukan agama dalam negara.

Persoalan konseptual masih mengganggu di dalam masyarakat. Kini giliran Kementerian Agama mengambil prakarsa menyelenggarakan Konferensi Alim Ulama yang berlangsung antara tahun 1952-1954 memutuskan bahwa kekuasaan yang de facto pemegang kekuasaan de fakto secara darurat.

Baca juga : Dampak Teori Reseptito in Complexu (2)

Keputusan ini didasarkan pada pertimban-lgan tidak mungkin membangun kekuasaan politik tersendiri untuk menjalankan hukum Islam di dalam negara republik Indonesia, maka kekuasaan yang żū syawkah tersebut diterima dalam keadaan tidak ada pilihan lain.

Perkembangan berikutnya, NU kembali memberikan peran dan dukungan ketika proklamasi 17 Agustus 1945 dengan cara memberikan penjelasan dan sekaligus legitimasi keberadaan NKRI sebagai negara muslim yang bisa memberikan solusi terhadap masalah-masalah kefikihan dengan cara menetapkan pemerintah Indonesia sebagai kekuasaan kenegaraan secara nyata.

Dengan demikian lembaga-lembaga kenegaraan di dalam NKRI dapat diakui sebagai institusi sebagaimana layaknya sebuah “negara Islam”, walaupun masih terbatas dalam urusan hukum kekeluargaan.***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.