Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Sandiwara Apa Semua Ini?

Kamis, 23 Januari 2020 06:05 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

RM.id  Rakyat Merdeka - DUA minggu terakhir seorang kader PDIP bernama Harun Masiku menjadi topik pemberitaan di seluruh media Indonesia, termasuk media sosial. Sosok politisi ini terkait langsung dengan penangkapan Wahyu Setiawan, Komisioner KPU, yang ditangkap, kemudian dijadikan tersangka oleh KPK pada tanggal 4 Januari 2020. Harun diduga menyuap Wahyu supaya ia bisa lolos KPU dan dilantik sebagai anggota DPR-RI dari PDIP menggantikan almarhum Nazaruddin Kiemas. Hal ini diyakini KPK setelah KPK memeriksa secara intensif Wahyu dan 3 terduga suap lainnya.

Dua hari kemudian, 6 Januari 2020 Harun dikabarkan sudah meninggalkan (baca: kabur) Jakarta menuju Singapura melalui badara Soekarno-Hatta. Artinya, KPK terlambat: sebelum ditangkap, Harun keburu lenyap. Di waktu-waktu lalu, cukup sering memang terduga atau tersangka korupsi keburu kabur sebelum disergap oleh aparat penegak hukum. Koq bisa kabur? Berita tentang rencana penangkapannya bocor atau dibocorkan kepada yang bersangkutan, atau memang sengaja disuruh cepat-cepat meninggalkan Indonesia sebelum ditangkap aparat. Nazaruddin, eks. Bendahara Umum Partai Demokrat, “tokoh besar” berbagai skandal korupsi salah satu contohnya. Ia keburu “menghilang” sebelum ditangkap KPK. Lama sekali ia bersembunyi di luar negeri, bahkan sampai ke Bolivia, sebelum akhirnya– dengan bantuan Interpol – ditangkap petugas KPK dan dibawa ke Tanah Air.

Apakah Harun Masiku juga menghadapi kasus serupa: Disuruh cepat-cepat kabur sebelum disergap oleh KPK? Wallahuallam.

Baca juga : Penculikan Nelayan Indonesia, Itikad Malaysia Diragukan

Pada Awal tulisan ini, saya mengatakan Harun Masiku belakangan ini menjadi topik hot pemberitaan di seluruh media Indonesia. Dia tokoh kunci dalam kasus suap Wahyu Setiawan. Jika Harun berhasil ditangkap dan dikorek habishabisan oleh penyelidik KPK, kasus Wahyu bakal menjadi cerita yang menggemparkan! Dengan catatan, (a) KPK memang punya keberanian FULL untuk membongkar tuntas kasus ini dan (b) Harun mau membuka suara apa adanya. Akan terbongkar, misalnya, rahasia di balik ngototnya sikap DPP PDIP – ditandai dengan 3 kali melayangkan surat resmi ke KPU -- untuk mendudukkan Harun sebagai anggota DPR RI menggantikan Ibu Aprilia, padahal jelas-jelas ketentuan perundang-undangan mengatakan pengganti calon anggota legislatif yang meninggal adalah calon peraih suara terbesar kedua; padahal Harun peraih suara ke-5; selisih suaranya hanya sekitar seper-delapan dari suara yang diraih Ibu Aprilia. Putusan Mahkamah Agung mengeluarkan Fatwa yang cenderung berpihak kepada PDIP juga penuh misteri. Mahkamah Konstitusi sudah dengan tegas mengatakan MA tidak punya kewenangan untuk menguji keabsahan Undang-Undang; MA hanya berwenang memeriksa keabsahan peraturan DI BAWAH undang-undang.

Setelah beredar kabar resmi bahwa Harun sudah meninggalkan Indonesia pada 6 Januari menuju Singapura, semua pihak bertanya-tanya: di mana Harun bersembunyi? Apakah Harun sudah kembali ke Tanah Air?

Pimpinan KPK awalnya meminta bantuan PDIP untuk ikut mencari Harun. Tapi, Yasonna Laoly menjawab tegas: Itu urusan KPK, kenapa jadi kami yang mencari? Jawaban serupa, bahkan lebih sinis, diberikan oleh Djarot Hidayat, fungsionaris PDIP. Menurut Djarot, Harun bukan urusan PDIP lagi, karena ia sudah dipecat DPP, jadi bukan kader PDIP lagi. Untuk membantu KPK pun PDIP tidak mau, karena ya Harun bukan kader PDIP lagi!

Baca juga : Hati Nurani Tidak Bisa Dibohongi

KPK tampaknya mengalami kesulitan berat untuk mencari dan melacak keberadaan Harun, apalagi menangkapnya. Anehnya, KPK awalnya tidak mau – atau belum siap -- minta bantuan Polri. Polri, melalui jaringan internasionalnya, sebenarnya bisa menerbitkan DPO. Tanggal 13 Januari salah satu Komisioner KPK, Nurul Ghufron, menyatakan KPK segera akan koordinasi dengan Polri untuk meminta bantuan NCB menangkap Harun. Tapi, omongan Ghufron hanya omongan, tidak ditindaklanjuti dengan action yang nyata.

Baru pada Selasa 21 Januari 2020, KPK secara resmi menyatakan sudah minta bantuan Polri untuk menerbitkan DPO mencari Harun lewat kerjasama interpol.

Hanya 24 jam setelah ada pernyataan pimpinan KPK itu, tepatnya kemarin tanggal 22 Januari pagi, Dirjen Imigrasi mengeluarkan pernyataan resmi bahwa Harun sudah kembali ke Tanah Air dari Singapura pada tanggal 7 Januari. Jadi, Harun hanya 24 jam berada di Singapura. Beberapa jam setelah pernyataan Dirjen Imigrasi Ronnie Sompie, Kepala Bagian Imigrasi menggelar jumpa pers, hanya menegaskan pernyataan yang sudah dikeluarkan oleh atasannya, Dirjen Imigrasi.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.