Dark/Light Mode

Hati Nurani Tidak Bisa Dibohongi

Rabu, 15 Januari 2020 06:48 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

RM.id  Rakyat Merdeka - Kasus suap yang menimpa Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, dan beberapa staf KPU dan terserempetnya nama Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, bak halilintar di siang hari bolong. Sejumlah pihak “telanjur” memuji Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) “baju baru” karena gebrakannya di awal tahun baru, awal masa kerja KPK pimpinan Komisaris Jenderal Firli Bahuri. namun, dalam tempo hanya beberapa hari, citra KPK “baju baru” yang bagus itu sontak pudar, bahkan tidak sedikit pihak, termasuk wakil-wakil rakyat di DPR yang mencemooh KPK “baju baru” itu.

Bulu kuduk saya terasa bangun ketika membaca Laporan Utama majalah berita kondang yang terbit hari Senin yang baru lalu. mudah-mudahan berita investigatif itu tidak benar, atau tidak seluruhnya benar. Tapi, sialnya, majalah berita itu selama ini “telanjur” memiliki reputasi tinggi di Republik Indonesia. Bahkan dari perspektif investigative reporting, media ini harus diakui paling jempol.

Baca juga : Luhut, Bertindaklah, Jangan Omong Saja!

Singkat kata, beberapa kesimpulan bisa ditarik dari kasus suap yang menimpa salah satu Komisioner KPU:

Pertama, sistem demokrasi Indonesia kembali mendapat ujian berat, bahkan keraguan yang tinggi. Sudah lama kita kerap mendengar banyak permainan atau pat-gulipat dalam pemilihan umum. Tidak heran, gugatan demi gugatan pasca pilkada atau pemilu tidak pernah berhenti. Sebetulnya, Komisioner KPU disuap bukan kejadian baru. Paling sedikit, sudah 5 Komisioner KPU sejauh ini sudah ditangkap karena perbuatan suap dan dijebloskan dalam penjara. Kalau wasit dalam pertandingan bisa diajak kongkalikong karena disuap, bagaimana kita bisa percaya pada kualitas pertandingan itu?

Baca juga : Jakarta Banjir, Apa Kerja Anies?

Kedua, Undang-Undang tentang Pemilu jelas-jelas mengatakan jika calon anggota legislatif yang terpilih secara sah meninggal dunia, maka yang menggantikan adalah calon anggota legislatif peraih suara terbanyak berikutnya. nah, setelah calon anggota legislatif PDIP, Nazaruddin Kiemas, meninggal dunia, UU mengatakan Riezky Aprilia otomatis berhak menggantikan almarhum karena Riezky menduduki peringkat ke-2 PDIP di Sumatera Selatan Dapil I. Tapi, PDIP menolak dan mengajukan gugatan ke mahkamah agung dengan alasan kewenangan menentukan siapa pengganti calon anggota legislatif yang meninggal ada di tangan DPP partai sebagai DISKRESI, kebijakan. maka, diajukanlah nama Harun Masiku, padahal suara yang diraih Harun hanya kelima secara urut kacang. Tindakan PDIP itu berdasarkan “siasat” interpretasi putusan Mahkamah Agung yang “mengabulkan sebagian” permohonan DPP PDIP. Tapi, putusan Mahkamah Agung tidak digubris oleh KPU. Setelah sidang pleno dua atau tiga kali, tanggal 7 Januari 2020 KPU dengan mantap melantik Riezky Aprilia sebagai anggota DPR-RI dari Fraksi PDIP menggantikan alm. Nazaruddin Kiemas.

Ketiga, berdasarkan hasil OTT KPK di awal tahun, Wahyu Setiawan dan 4 orang lainnya ditangkap. mereka penerima suap dalam jumlah besar dan pemberi suap. Dalam penyelidikannya, KPK tampaknya sejak awal menaruh curiga terhadap dugaan keterlibatan Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP, sebab 2 (dua) stafnya ikut berurusan dengan KPK juga. Oleh sebab itu, sejumlah petugas KPK tanggal 9 Januari 2020 mencoba menyegel kantor PDIP, tapi gagal karena dihalangi petugas-petugas kantor PDIP. Bahkan memasang “garis KPK” di DPP PDIP pun gagal. Tidak berdaya para petugas KPK. alasannya, tindakan KPK belum mendapat izin dari Dewan Pengawas.

Baca juga : KPK: Antara Pesimisme Dan Optimisme

Apa benar untuk memeriksa sebuah kantor yang dicurigai tersangkut dalam tindak kejahatan, KPK memerlukan izin dari Dewan Pengawas? Padahal ketika Tim KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap mereka yang dicurigai terlibat dalam kasus suap terhadap Komisoner KPU di tiga lokasi --Bandara Cengkarenng, Depok dan Banyuwangi – KPK tidak perlu izin Dewan Pengawas. Seorang anggota Dewas KPK ketika ditanya oleh pers tentang kebenaran hal ini menjawab: Ya, tapi Dewan Pengawas sudah memahami tindakan KPK!
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.