Dark/Light Mode

Pikir 10x Sebelum Pulangkan WNI Ex. Combatant ISIS

Kamis, 6 Februari 2020 06:45 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

RM.id  Rakyat Merdeka - Wacana memulangkan sekitar 600 WNI ex [kombatan] ISIS berawal dari pernyataan Menteri Agama, Fachrul Razi. alasannya, demi kemanusiaan. Bagaimana pun mereka adalah warga negara Indonesia yang nasibnya kini terkatung-katung di Irak dan Suriah. Wacana ini langsung mendapat kritikan dari berbagai penjuru. Fachrul Razi kemudian cepat-cepat meralat: belum jadi keputusan pemerintah, masih dalam tahap pengkajian yang dipimpin Menko Polhukman, Mahfud MD.

Kata “ISIS” selalu membangkitkan rasa takut yang mengerikan pada masyarakat seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kenapa takut? Karena cara mereka melumpuhkan lawan-lawannya secara sadis, termasuk memenggal kepala, membunuh secara sadis, menghancurkan benda-benda apa saja yang dinilai simbol kafir. Mereka juga merekrut perempuan dan anak anak-anak untuk dilatih secara super militan.

Awalnya, sasaran utama ISIS adalah amerika dan negara-negara sekutunya, karena negara-negara dituduh yang meng hancurkan Afghanistan, Irak, Suriah dan negara-negara “bergerilya”-- tidak ada yang tahu. Timur Tengah lainnya. Tapi, front pertempuran ISIS kemudian melebar dan melebar: mereka memerangi negara mana saja yang dicap kafir. Maka, Filipina Selatan pun ditengarai mulai dijadikan basis ISIS untuk mendukung kelompok-kelompok separatis di sana yang punya mimpi untuk mendirikan Islam, memisahkan diri dari pemerintah sentral di Manila.

Sebelum menjamur dan sempat jaya di Irak, ISIS memerangi pasukan amerika yang mendukung “pemerintahan boneka” Afghanistan. Perang saudara di Afghanistan sungguh membawa dampak mengerikan; negara ini nyaris hancur-lebur karena berbagai kekuatan internasional terjun dalam perang saudara yang sudah berlangsung 18 tahun. awalnya, Washington mendukung rezim Taliban, tapi diam-diam berpaling muka karena Taliban dituduh berkolaborasi dengan ISIS.

Para kombatan ISIS, tampaknya, lahir sebagai akibat serangan amerika dan sekutu-sekutunya ke Irak untuk menjatuhkan rezim Saddam Hussein. Aksi mereka sebagai balas dendam terhadap AS yang dituduh telah menghancurkan dan menyengsarakan rakyat Irak. Ketika perang saudara merembet ke Suriah, ISIS juga dengan cepat bergerak di negeri itu membantu faksi-faksi tertentu yang bertikai.

Baca juga : Alutsista Dan Honeymoon Jokowi-Prabowo

Apa hubungan ISIS dengan Indonesia?

Ketika Presiden Soeharto berkuasa, para teroris dan kelompok radikal praktis tidak bisa bergerak. Orde Baru menggunakan cara-cara keras dan non-kompromistis terhadap kelompok mana saja yang dicurigai bermaksud menggulingkan pemerintahan Soeharto. Orang-orang radikal dan yang dicurigai teroris ketika itu melarikan diri dari kejaran aparat intelijen dan keamanan.

Namun, pasca Orde Baru, Indonesia tiba-tiba menikmati pesta demokrasi yang luar biasa. Reformasi memberikan peluang besar kepada kelompok-kelompok radikal untuk kembali ke dalam negeri untuk meneruskan cita-citanya semula. Mereka mulai melakukan aksi-aksi kekerasan dan terorisme yang sudah sama-sama kita ketahui di berbagai daerah, seperti di Ambon, Bom Bali, Poso, ledakan di Hotel Marriott, kedutaan Australia, dan lain-lain. Pada saat itu mulai terdengar berita bahwa sejumlah anak muda Indonesia, atas inisiatif sendiri, juga mulai berangkat ke Afghanistan, Irak dan Suriah untuk dilatih secara militer. Motif keberangkatan mereka beragam, antara lain motif uang, menikah di sana. ISIS memang aktif merekrut warga negara mana saja yang punya aspirasi sama, berjuang untuk menegakkan tujuan yang sama. Jangan heran, orang Amerika, Inggris dan Jerman pun ada yang bergabung dengan ISIS meski jumlah mereka sedikit sekali. Berapa jumlah WNI yang selama ini bergabung dengan ISIS, aparat intelijen kita tidak memiliki angka persis. Kalau ditanya, jawabannya normatif: tampaknya cukup banyak.

Ruang-gerak ISIS akhir-akhir ini dikabarkan semakin sempit karena menghadapi front internasional yang sama-sama melawan ISIS. Di Timur Tengah, sejumlah negara Arab juga gigih memerangi ISIS. Warga negara Indonesia yang dicurigai pernah bergabung dengan ISIS pernah ditangkap dan dideportasi oleh otoritas Turki. Bagaimana nasib mereka setelah pulang ke Tanah air–apakah mereka sudah bertobat atau masih aktif “bergerilya” -- tidak ada yang tahu.

Ketika wacana memulangkan kembali WNI ex kombatan ISIS bergulir, alasan utama yang kontra: apa aparat keamanan kita sudah siap jika mereka melakukan aksi-aksi kekerasan/terorisme di dalam negeri? Lagi pula, ketika mereka berangkat ke Irak atau Suriah dan bergabung dengan ISIS, tindakan mereka jelas-jelas melanggar ketentuan perundang-undangan. Dengan sendirinya, mereka harus berhadapan dengan hukum dulu.

Baca juga : Sandiwara Apa Semua Ini?

Pihak yang pro beragumentasi demi kemanusiaan. Kecuali itu, melalui program yang disebut DE-RADIKALISASI, mereka bisa “jinak” kembali, meninggalkan ideologi ekstrim dan menjadi orang baik-baik serta berbaur dengan masyarakat luas.

Pemerintah sepertinya membebankan tugas ini kepada BNPT, Badan nasional Penanggulangan Terorisme. Tugas pokok lem baga ini (1) Menyusun kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme dan (2) Mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam pelaksanaan dan melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme.

De-radikalisasi menjadi salah satu program kerja pokok BNPT.

De-radikalisasi sendiri berarti proses sosial dan psikologis yang diberikan kepada seseorang dengan harapan ia kemudian bisa menanggalkan atau mengurangi “kadar otaknya” yang radikal hingga memiliki komitmen untuk tidak lagi bersedia melakukan tindakan-tindakan radikal/teroristis. Di sejumlah negara, termasuk Amerika, sudah cukup lama dijalankan program De-radikalisasi dalam upaya menjinakkan ideologi atau paham radikal/teroristis. Tapi, hasilnya bagaimana?

Amanda Johnston, seorang peneliti dan penyair pernah melakukan penelitian tentang program De-radikalisasi di Yaman, arab Saudi, Indonesia, dan Singapura. De-radikalisasi di ke-4 negara ini, menurut Johnston, memiliki tujuan yang sama, yaitu mencoba mengubah ideologi ekstrim sejumlah orang radikal sedemikian rupa sehingga mereka akhirnya dibebaskan dari penjara untuk berintegrasi kembali ke masyarakat luas.

Baca juga : Penculikan Nelayan Indonesia, Itikad Malaysia Diragukan

Penelitian Johnston menghasilkan 6 kesimpulan, yakni keberhasilan program De-radikalisasi tergantung (1) Anggaran yang memadai, (2) Pemasyarakatan, (3) Merekrut ulama yang harum namanya untuk “menggembleng” mereka, (4) Secara perlahan dan pasti memasukkan budaya dan ideologi baru, (5) Memberikan dukungan keuangan kepada keluarga para tahananan, dan (6) Pemantauan terus-menerus kehidupan mereka setelah bebas dari tahanan.

Singkat kata, program deradikalisasi lebih enak dibicarakan daripada direalisir dengan keberhasilan yang kita inginkan!

Jika kita simak serangan-serangan bom bunuh diri selama 2 tahun terakhir di dalam negeri, maka wajar banyak kalangan yang mempertanyakan sejauh mana program De-radikalisasi yang dijalankan BNPT selama ini. Bukankah Presiden Jokowi juga mengajukan pertanyaan sama pasca serangan bom bunuh diri di Surabaya 2 tahun yang lalu dengan pelaku seorang ibu muda yang memboncengi 2 puterinya yang masih belia ? Ideologi yang sudah kuat sekali tertanam di kepala seseorang amat sulit, jika tidak dikatakan mustahil, untuk “dicuci” dari otaknya, itu kesimpulan penelitian seorang Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia beberapa waktu yang lalu.

Oleh sebab itu, kita ingatkan pemerintah untuk ekstra hati-hati mengambil keputusan memulangkan 600 WNI yang bernah bergabung dengan ISIS. Pikirkan resiko fatal yang bisa terjadi terhadap keamanan dan stabilitas politik dalam negeri. alasan kemanusiaan enak diomongi, tapi kemungkinan-kemungkinan fatal bagi bangsa dan negara juga harus dipertimbangkan masak-masak! ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.