Dewan Pers

Dark/Light Mode

White Supremacy Dan Ancaman Global (1)

Selandia Baru, Filipina Hingga Yaman

Sabtu, 23 Maret 2019 09:24 WIB
SHAMSI ALI
SHAMSI ALI
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Dalam seminggu ini dunia menyaksikan “madness” (kegilaan) yang tidak terkontrol. Saya katakan demikian, karena di saat dunia masih berbelasungkawa atas sebuah musibah, musibah lain terjadi dengan korban yang lebih dahsyat.

Barangkali yang berbeda hanya respon dunia Internasional semata. Ada yang dihebohkan secara luar biasa. Ada pula yang dibiarkan berlalu biasa-biasa saja. Di New Zealand menjelang Jumatan, dalam sekejap 49 orang lebih dihabisi tanpa rasa (senselessly).

Seorang teroris putih dari pengikuti “White Nationalist” atau penganut paham “White Supremacy” mendatangi sebuah masjid (ChristChurch) dan menembaki mereka yang sedang melakukan ibadah. Peristiwa kekerasan mengakibatkan banyak di antara yang luka-luka berada pada titik kritis juga.

Berita Terkait : A Short Reminder For Politicians

Secara iman kita terima ini sebagai sebuah ketentuan “langit” yang telah terjadi. Pahit dan perih! Tapi iman mengatakan “di balik semua peristiwa, bahkan yang terpahit pun pasti ada hikmahnya”.

Karenanya posisi kita sebagai orang beriman adalah menerima dengan “hati yang penuh tawakkal”. Namun demikian, hati kita menangis bahkan berdarah (bleeding), melihat realita pembantaian itu. Kesedihan itu karena saudara-saudara kita dibantai tanpa belas kasih (mercilessly).

Mereka tidak melakukan apa-apa yang merugikan dan menyakiti orang lain. Mereka dibantai hanya karena mereka memiliki latar belakang yang berbeda. Perbedaan yang harusnya diterima sebagai bagian dari alam.

Berita Terkait : Sebuah Paradoks Nyata Kasus Saudi Dan Amerika

Bahkan sesuatu yang selama ini oleh dunia yang beradab (civilized work) dipromosikan sebagai “keindahan” (beauty) dan kekayaan (treasure).

Pada saat semua masih bersedih, berbelasungkawa atas peristiwa New Zealand, tiba-tiba dunia juga dikejutkan oleh pemboman sebuah gereja Katolik di Filipina.

Kekerasan itu menelan 20 korban nyawa dan ratusan lainnya luka-luka. Jika di New Zealand pelakunya adalah Kristen berkulit putih dan korbannya adalah Muslim, di Filipina pelakunya mengaku Muslim dan korbannya adalah Kristen Katolik.
 Selanjutnya