Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Optimalkan Penanganan Hemofilia Di Tanah Air, Perlu Dukungan Medis Dan Kebijakan

Selasa, 19 April 2022 13:39 WIB
Ilustrasi sel darah merah. (Foto: Ist)
Ilustrasi sel darah merah. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pakar kesehatan di Indonesia sepakat, untuk menangani hemofilia secara optimal perlu dukungan dari sisi medis dan kebijakan. Hal itu semakin santer disuarakan seiring Hari Peringatan Hemofilia Sedunia yang jatuh pada 17 April setiap tahunnya.

Para pakar menyebut, penanganan hemofilia di Indonesia perlu merata dan sesuai standar medis, terutama dari aspek ketersediaan obat, fasilitas, dan mekanisme kebijakan pembiayaan.

Sampai dengan akhir 2020, data Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) mencatat ada sebanyak 2.776 penyandang hemofilia di Indonesia. Jumlah tersebut diperkirakan hanya 10 persen dari total estimasi pasien, yaitu 20.000–25.000 kasus.

Baca juga : Pertahankan, Penanganan Covid Terus Membaik, Ekonomi Pulih

Hemofilia sendiri merupakan gangguan pembekuan darah genetik terbanyak di dunia saat ini yang disebabkan kurangnya faktor pembekuan di dalam tubuh.

Meski tergolong kasus yang langka, hemofilia termasuk dalam jenis penyakit katastropik, di mana penderitanya rentan mengalami perdarahan berulang yang dapat mengakibatkan kecacatan bahkan kematian, jika tidak tertangani dengan baik.

"Anak saya usianya 6 tahun dan merupakan penyandang hemofilia A berat. Dia jadi kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari. Kalau sedang bengkak dan perdarahan, dia tidak bisa masuk sekolah berhari-hari. Anak saya juga jadi kurang bergaul karena saya takut dia luka kalau main keluar. Ketika pendarahan, darah tidak langsung berhenti setelah mendapat obat, sehingga kami harus kembali ke rumah sakit berkali-kali," kata seorang ibu dari anak penyandang hemofilia, Santi.

Baca juga : Masyarakat Nggak Perlu Takut Melawan Kejahatan

Untuk menjamin agar anak-anak dengan hemofilia dapat memiliki kualitas hidup yang sama dengan anak-anak lainnya, Ikatan Dokter Anak Indonesia dan Kementerian Kesehatan RI telah menyusun Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Hemofilia (PNPK Hemofilia).

Tak hanya saat perdarahan terjadi, terapi juga diberikan rutin saat tidak terjadi perdarahan, untuk mencegah perdarahan yang sulit berhenti di kemudian hari.

"Rekomendasi pengobatan yang dianjurkan berdasarkan PNPK perlu diimplementasikan, dengan pemberian terapi profilaksis untuk mencegah terjadinya perdarahan sebagai upaya preventif, dan pemberian terapi on-demand saat terjadinya perdarahan sebagai upaya kuratif," ujar dr. Fitri Primacakti, dokter spesialis anak dari RSCM.

Baca juga : Jelang Penetapan KHDPK, Perhutani Genjot Bisnis Dan Pelestarian Hutan

"Dengan pemberian profilaksis, diharapkan dapat mencegah terjadinya perdarahan dan mencegah kerusakan sendi, sehingga pasien hemofilia dapat memiliki kualitas hidup seperti anak sehat," tambahnya.

Terapi profilaksis untuk mencegah perdarahan dapat dilakukan dengan memberikan faktor pembekuan, berupa faktor VIII dosis rendah atau bypassing agent untuk pasien-pasien dengan antibodi faktor VIII, maupun non-factor replacement therapy, yaitu emicizumab.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.