Dark/Light Mode

Kisah Andi Asmara, Dari Jual Pempek Jadi Pengusaha Sukses

Senin, 26 Juni 2023 23:54 WIB
Foto: Ist.
Foto: Ist.

RM.id  Rakyat Merdeka - Tujuan hidup sesungguhnya adalah mati. Cita-cita hanya isi dan perjalanan hidup. Kalimat itu membuat Andi Asmara bergidik.

Baru saja diterima bekerja di perusahaan itu, ia sudah mendapat 'ceramah hidup' dari bosnya dengan kalimat yang tak lazim dikaitkan dengan kematian.

Andi Asmara merupakan sosok pengusaha yang selama ini telah memberikan lapangan kerja bagi masyarakat di Kota Palembang dan Kabupaten Muara Enim di Sumatera Selatan.

Ia mengisahkan perjalan hidupnya. Lahir dari keluarga sederhana namun dibekali semangat dan tekad yang kuat untuk merubah nasib.

Kini, ia menjadi salah satu pengusaha yang sukses dari Sumatera Selatan (Sumsel). Andi menyadari betapa hidup adalah sebuah perjalan yang penuh makna.

Andi merupakan anak ketiga dari 7 bersaudara. Ayahnya hanya seorang PNS di sebuah rumah sakit kesehatan, sedangkan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga biasa.

Meski ayahnya seorang PNS, namun Andi tahu benar, keluarganya hidup serba tak cukup. Gaji ayahnya sebesar Rp 375 ribu hanya mampu menopang biaya hidup keluarga untuk seminggu.

"Dan itu ayah saya gak sekali dua kali jalan kaki ke rumah sakit bekerja. Sampai saya lihat sepatunya itu di bawah ke tukang sol terus," bebernya.

Baca juga : Gandeng Hirata, BSIP Maksimalkan Pembangunan SDG

Meski bukan anak tertua dalam keluarga, namun Andi kecil memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap keluarganya.

Saat duduk di kelas IV SD, dibantu ibunya, Andi mulai berjualan es dan pempek, makanan khas daerah Sumsel.

Selepas jam sekolah, Andi berjualan keliling, dari satu kampung ke kampung lain.

"Saya kalau sekolah pagi, pulang siang. Cepat mandi, makan sedikit, siapkan jualan, ya saya keliling. Keliling jauh," tutur Ketua Asosiasi Perusahaan Tambang Batubara Sumsel (APBS) itu.

Ada hal yang tak pernah dilupakan Andi saat berjualan. Ia kerap dipanggil oleh pembeli yang secara ekonomi masih lebih susah ketimbang keluarganya.

Bahkan, ia juga serinh mendapati para pembeli pempek meminta cuka banyak-banyak. Lantaran kasihan, ia pun memberikan pempek secara gratis.

Andi mengaku bakat dagang yang ia pupuk sejak kecil terus dibawanya hingga ke jenjang kuliah. Tak satu usaha saja ia lakoni.

Hasil dagang pun membantu kehidupan keluarga, termasuk biaya perkuliahannya. Andi mengaku selalu melihat peluang dalam setiap kesempatan. Apapun yang menghasilkan uang, ia tawarkan dan jual kembali.

Baca juga : Gerindra Dan PSI Ungguli Penggunaan Facebook

"Lihat kelapa saya jual kelapa. Apa saja saya lihat. Lihat rambutan milik orang, saya tawarin. Pak, saya jual ke pasar ya, dapatnya segini. Dapat berapapun, meski sedikit, saya katakan kepadanya dengan jujur," ucap Andi.

Selepas kuliah pada tahun 1990, Andi memutuskan hijrah ke Jakarta. Berbekal ijazah sarjana teknik mesin dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang, Andi pun siap mengadu nasib di ibu kota.

Andi mengaku berangkat ke Jakarta hanya membawa 2 potong baju dan 2 buah celana. Saat berangkat ke Jakarta, ia menumpangi mobil milik temannya.

Andi pun mendapat makanan dan penginapan gratis selama perjalanan dari Palembang, melewati Lampung hingga tiba di Jakarta.

Di ibu kota, Andi menumpang tinggal di rumah kerabatnya di wilayah Slipi, Jakarta Barat. Ia menumpang tidur di sebuah kamar yang seadanya.

Sekitar seminggu di rumah saudaranya, Andi lantas pindah ke rumah temannya. Selama sebulan di Jakarta, Andi mengaku selalu hidup nomaden alias berpindah-pindah tempat demi menghemat anggaran.

Selama sebulan itu juga ia telah mengirim surat lamaran ke beberapa perusahaan yang ia dapatkan lowongan dari iklan di koran. Rumah keluarganya itu ia jadikan alamat saat mengirim surat lamaran ke perusahaan.

"Tapi setiap hari Selasa atau Rabu saya pulang, siapa tahu ada panggilan," imbuhnya.

Baca juga : Sri Mul Minta Pengusaha Siapkan Antisipasi Bisnis

Tepat di hari ke-29 di Jakarta, Andi mendapatkan panggilan kerjanya yang pertama dari sebuah perusahaan swasta, PT Pembangunan Jaya. Ia sempat melamar ke beberapa perusahaan milik BUMN.

Namun, ia kecele. Sempat mengira masuk ke perusahaan plat merah mendapat kemudahan, ia justru diminta uang pelicin.

Andi pun kapok. Tak pernah lagi mencari atau melamar ke perusahaan milik BUMN.

"Alhamdulillah, waktu saya buat lamaran kan, saya pakai narasi yang bagus. Bukan pakai (narasi) 'saya yang bertanda tangan di bawah ini'. Akhirnya dipanggil, banyak (perusahaan). Salah satunya itu PT Pembangunan Jaya," katanya.

Setelah dua tahun bekerja, sempat disekolahkan perusahaan, Andi pun keluar dari PT Pembangunan Jaya pada tahun 1992.

Andi menjadi salah satu karyawan perusahaan yang dikeluarkan akibat resersi ekonomi di Tanah Air kala itu dan berimbas pada kondisi perusahaan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.