Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
3 Hal Yang Harus Dilakukan Santri Untuk Bangun Dakwah Yang Baik
Jumat, 21 Januari 2022 13:50 WIB

RM.id Rakyat Merdeka - Agama memerintahkan umatnya untuk senantiasa melakukan kebaikan dan menyebarkannya kepada semesta. Dakwah menjadi ujung tombak dalam perkembangan dan penyebaran agama. Sayangnya, corak dakwah yang keras, konfrontatif, dan destruktif, kerap menjadi fenomena belakangan ini. Corak seperti ini cenderung hanya menimbulkan resistensi di tengah masyarakat yang beragam.
Karena dakwah itu, harus digunakan untuk menyebarkan kebaikan untuk menciptakan kedamaian dan memperkuat persatuan.
CEO App KESAN (Kedaulatan Santri) Hamdan Hamedan menuturkan, setidaknya ada tiga kiat berdakwah yang dapat menyatukan umat, serta menghapuskan narasi pemecah belah kebhinnekaan yang mengatasnamakan dakwah.
Pertama, dakwah yang baik. Artinya, isi dakwahnya itu baik dan cara penyampaiannya pun dengan adab yang baik. "Konten yang baik akan bermanfaat bagi pendengar dakwah, sedangkan adab yang baik membantu memastikan konten yang baik akan diterima oleh pendengar,” ujar Hamdan, di Bogor, Jumat (21/1).
Berita Terkait : Pegadaian Serahkan Bantuan untuk Warga Pandeglang Terdampak Gempa
Kedua, dakwah yang benar. Hal atau konten yang ingin disampaikan kepada umat atau masyarakat sudah teruji kebenaran dan keakuratannya atau bersumber dari sumber kredibel. Misalnya, dalam Islam sumbernya Al-Qur'an, Hadits, ijma para ulama, atau pendapat para ulama yang terpercaya.
"Jangan asal mengutip dari internet tanpa mengetahui sumbernya. Hal ini dapat menciptakan kegaduhan yang tidak perlu," pesannya.
Ketiga, dakwah yang tepat. Maksudnya, disampaikan di waktu dan tempat yang tepat. "Karena ada juga suatu kebenaran yang apabila disampaikan di saat yang tidak tepat akan memicu resistensi atau penolakan," imbuhnya.
Berita Terkait : Bangun DKI Nusantara Pake Dana Pemulihan Ekonomi
Hamdan menekankan kepada para santri agar senantiasa mempelajari perbedaan, baik itu perbedaan di masyarakat maupun perbedaan pendapat di kalangan ulama dan juga senantiasa menghormati perbedaan yang ada. “Kuncinya, kita harus menghormati perbedaan itu sendiri, termasuk perbedaan yang ada di dalam agama kita sendiri. Kita perlu bijak dan menghindari dari merasa diri paling benar,” kata jebolan Middlebury Institute of International Studies, Monterey, Amerika Serikat ini.
Hamdan juga menyinggung kasus perusakan sesajen yang sempat viral dan membuat kegaduhan di jagad sosial media beberapa waktu lalu. Menurutnya, masyarakat Indonesia perlu memahami bahwa bangsa ini merupakan bangsa yang majemuk.
“Kita harus paham bahwa kita hidup di negara yang majemuk, di mana ada orang yang mengamalkan suatu peribadatan yang berbeda, maka itu pun dilindungi oleh negara. Tetapi, negara juga memberi ruang kepada kita (umat Islam) untuk mengamalkan ataupun beribadah sesuai dengan keyakinan kita,” ungkapnya.
Selanjutnya
Tags :
Berita Lainnya