Dark/Light Mode

Hadapi Normalisasi Kebijakan OJK Tahun Depan

Himbara Pertebal Kantong Buat Tangkis Kredit Macet

Kamis, 10 Februari 2022 08:30 WIB
Ilustrasi. (Foto: Istimewa).
Ilustrasi. (Foto: Istimewa).

 Sebelumnya 
“Kami berkeyakinan perbankan Tanah Air siap dan mampu menghadapi kenormalan nanti. Sebab kalau dilihat, sudah terjadi penurunan LaR menunjukkan semakin kecilnya risiko kenaikan NPL di suatu bank,” terang Paul.

Penurunan LaR itu, jelasnya, merupakan isyarat bahwa risiko kenaikan NPL suatu bank semakin kecil. Itu awal yang baik dalam memperbaiki kualitas kredit sejalan dengan penurunan restrukturisasi kredit.

Menurut Paul, penurunan LaR dan berkurangnya risiko NPL memberi kesempatan bagi bank untuk melakukan ekspansi kredit. Akan tetapi, ekspansi ini disebutnya harus dilakukan bank dengan hati-hati.

Baca juga : Pemerintah Kurangi Bahan Beton Jelang KTT G20

“Di satu sisi, hal itu kesempatan bagi bank untuk melakukan ekspansi kredit. Namun di sisi lain, ekspansi kredit wajib disertai penerapan manajemen risiko yang ketat,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, CKPN terkait Covid-19 yang sudah dibentuk perbankan baru mencapai 16 persen, dengan nilai nominal Rp 106,2 triliun. Namun, itu sudah meningkat dari 14,85 persen pada November 2021 dengan nominal Rp 103 triliun.

“Kami akan terus upayakan agar perbankan semakin memperbesar porsi CKPN. Restrukturisasi kredit ini akan jadi PR (Pekerjaan Rumah) kami, agar tidak menimbulkan masalah saat aturan dinormalkan,” ucap Wimboh dalam paparan rapat kerja dengan DPR, Kamis (27/1).

Baca juga : Indah Permatasari, Setahun Pernikahan Antara Tawa Dan Air Mata

Menurut mantan Pejabat International Monetary Fund (IMF) ini, pihaknya tidak confident bahwa ekonomi akan pulih 100 persen. Terutama yang terkait dengan sektor pariwisata. Adapun risiko kredit perbankan hingga akhir 2021 masih terjaga. NPL turun ke level 3 persen di Desember 2021 dari 3,19 persen pada November 2021.

Kepala Eksekutif Bidang Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menambahkan, bank-bank terus melakukan evaluasi dari bulan ke bulan dari restrukturisasi kredit. Pencadangan ini dikaitkan dengan evaluasi yang mereka lakukan untuk antisipasi normalisasi, atau ketentuan relaksasi yang akan diberhentikan.

“Melalui pencadangan, bank bisa menghadapi potensi risiko kerugian penurunan nilai kredit,” jelas Heru di Jakarta, Kamis (27/1).

Baca juga : Menpora Sambut Baik Kejuaraan Dunia Menembak Pertama Kali Di Indonesia

Untungnya, sambung Heru, pencadangan berbanding lurus dengan penurunan restrukturisasi kredit menjadi Rp 693,6 triliun pada 2021, atau turun dari realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp 830,5 triliun.

Sementara permodalan perbankan terjaga jauh di atas threshold minimum, yaitu sebesar 25,67 persen dengan likuiditas yang ample, didukung juga dengan pertumbuhan DPK sebesar 12,21 persen pada 2021. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.