Dewan Pers

Dark/Light Mode

Sudirman Said: Menteri Itu Tokoh Masyarakat, Harus Jaga Ucapan Dan Tindakan

Kamis, 24 Februari 2022 22:37 WIB
Sudirman Said. (Foto: Ist)
Sudirman Said. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Institut Harkat Bangsa Sudirman Said menyesalkan pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas tentang pengaturan adzan yang membuat gaduh.

Sudirman menyebut, dirinya sepakat dengan pengaturan pengeras suara, baik volume maupun lamanya pengeras suara, di masjid atau mushola-mushola.

Soalnya, menurut dia, di kota-kota, pemukiman semakin padat, dengan beragam agama dan keyakinan. Pengaturan soal ini, juga sedang dikelola oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI).

Berita Terkait : Pembangunan Waduk Bener Berlanjut, KSP: Pendekatan Ke Masyarakat Harus Santun

"Hanya, mengatur kehidupan beragama harus dengan kebijaksanaan yang tinggi. Sebaiknya menghindari diksi yang memancing emosi, atau yang merendahkan," ujar Sudirman, Kamis (24/2).

Kini, kata mantan Menteri ESDM itu, publik dihadapkan pada kenyataan bahwa pemimpin kementerian yang seharusnya menjaga kerukunan dan kedamaian, malah menyulut kontroversi yang tidak perlu.

Seharusnya, para pejabat publik belajar dari almarhum Frans Seda, seorang tokoh bangsa yang lama sekali menjadi pelayan publik dalam jabatan yang tinggi.

Berita Terkait : Ibas: Jaring Internet Untuk Rakyat Harus Meluas, Murah Dan Berkualitas

"Kata Pak Frans Seda, Menteri atau Pejabat Tinggi Negara itu punya tiga peran. Satu pembantu Presiden. Dua pemimpin sektor/institusi yang dipimpinnya, dan tiga, tokoh masyarakat," ungkapnya.

Sebagai tokoh masyarakat, peran itu tak pernah berhenti, meskipun sudah tidak lagi duduk dalam jabatan formal. Nah, dikatakan Sudirman, bila para pejabat tinggi itu menyadari bahwa dia tokoh masyarakat maka segala ucapan, tindakan dan perilakunya akan menjadi perhatian dan rujukan publik.

"Kesadaran sebagai tokoh masyarakat ini tampaknya tidak cukup tebal atau mulai luntur. Itu yang membuat pernyataan dan tindakan kontroversial banyak tampil ke wilayah publik," tutur Sudirman.

Berita Terkait : Dubes Jerman Ina Lepel Siap Bantu RI Buka Jutaan Lapangan Kerja

Hal ini berdampak pada terseretnya energi bangsa pada kontroversi yang tidak produktif. Selain itu, tindakan konyol atau pernyataan konyol dari pejabat tinggi negara akan menurunkan standar moralitas bernegara kita.

"Kalau pernyataannya mengabaikan kepatutan, tidak menuju pada kemanfaatan umum, membuat banyak mudharat, maka orang-orang awam juga bisa bersikap, 'dia saja begitu, saya juga bisa lebih konyol lah'," ucapnya.

Diingatkan Sudirman, kerusakan tata nilai bernegara dan berbangsa lebih berbahaya, karena ibarat tubuh manusia, nilai-nilai dan etika adalah nerve systems-nya.
 Selanjutnya