Dark/Light Mode

Kasus Kematian Omicron Mencuat, Pemerintah Harus Lakukan 7 Hal Ini

Minggu, 23 Januari 2022 08:01 WIB
Prof. Tjandra Yoga Aditama (Foto: Istimewa)
Prof. Tjandra Yoga Aditama (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara , Prof. Tjandra Yoga Aditama turut berduka atas dua kasus kematian pertama akibat varian Omicron kemarin. 

Menurutnya, dua kasus kematian tersebut membuktikan, tidak semua infeksi Omicron bersifat "ringan”. Karena itu, semua kita harus ekstra waspada. Tentu, tanpa perlu panik.

Mengacu data kematian akibat Omicron dari beberapa negara, antara lain Inggris, sampai 31 Dessember 2021 sudah ada 75 orang yang meninggal.

Pasien pertama yang meninggal di Amerika Serikat umurnya 50 tahunan, sudah pernah terinfeksi Covid dan belum divaksin. 

Di Jepang, yang meninggal adalah lansia dengan komorbid berat. Di Australia, yang meninggal adalah usia 80-an dengan komorbid. Di Singapura, yang meninggal berusia 92 tahun, tidak ada komorbid yang jelas dan belum divaksin. 

Baca juga : Pemberlakuan Ganjil Genap Sebaiknya Distop Dulu Deh

Di India, yang meninggal berumur 74 tahun, dengan riwayat diabetes dan komorbid lainnya.

"Amerika Serikat dan Australia beberapa hari lalu memprediksi akan mengalami peningkatan kematian akibat Covid-19 di minggu-minggu mendatang. Tentunya, ini juga berhubungan dengan Omicron," ujar Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI ini, dalam keterangannya, Minggu (23/1).

Per 22 Januari 2022, Indonesia mencatat sekitar 1.000 kasus Omicron, sekitar 250-an di antaranya adalah transmisi lokal.

"Pada beberapa minggu lalu, kasus Omicron didominasi pendatang dari luar negeri. Tapi kini, sudah makin bergeser ke transmisi lokal. Artinya, makin banyak kasus-kasus Omicron di masyarakat. Satu dari dua yang meninggal kemarin, juga merupakan kasus transmisi lokal," papar Prof. Tjandra.

Fakta lain yang juga harus diperhatikan, jumlah kasus Covid-19 terus meningkat. Pada 20 dan 21 Januari, totalnya kasus sudah di atas 2.000. Kemudian, pada 22 Januari sudah di atas 3.000.

Baca juga : Omicron Mengganas, PUPR Lanjutkan Vaksin Anak Dan Booster

"Entah bagaimana hari ini, dan esok hari," ucap Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

Terkait hal tersebut, Prof. Tjandra menyarankan pemerintah untuk melakukan tujuh hal, yang effort-nya harus lebih tinggi dibanding minggu-minggu sebelumnya.

"Pertama, protokol kesehatan (3M, 5M) harus lebih ketat kita laksanakan. Harus berubah dari new normal menjadi now normal. Kedua, harus ada kemungkinan WFH lebih luas, termasuk evaluasi kebijakan PTM 100 persen," jelas Prof. Tjandra.

Ketiga, penerapan aplikasi PeduliLindungi harus jauh lebih ketat lagi. Termasuk, mendeteksi kalau-kalau ada yang positif Covid-19 sesudah beberapa hari.

Keempat, peningkatan tes untuk mendeteksi yang OTG yang Omicron, dan menelusuri ke depan untuk melacak siapa menulari. Serta tracing ke belakang, untuk mendeteksi siapa tertular. Testing dan tracing itu harus dilakukan secara masif.

Baca juga : Pemda Kawasan Aglomerasi Jabodetabek Harus Kompak

Kelima, harus ada upaya super maksimal dalam meningkatkan vaksinasi dan booster. Apalagi, di daerah yang tinggi penularan Omicronnya. Juga pada lansia dan komorbid.

Keenam, karena sekarang RS masih relatif kosong, maka lansia atau orang dengan riwayat komorbid yang mengalami Omicron gejala ringan, sebaiknya dirawat. Kecuali, kalau nanti RS memang akan jadi penuh.

Ketujuh, penanganan mereka yang datang dari luar negeri harus lebih ketat lagi.

"Sejalan dengan itu, kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan jelas harus ditingkatkan. Harus ada upaya maksimal untuk mengobati pasien Omicron, menangani pasien gawat, dan memperkecil kemungkinan kematian," kata Prof. Tjandra. 

"Akan lebih baik, kalau evaluasi kebijakan dilakukan berdasar perubahan data yang ada. Artinya, tidak harus seminggu sekali atau sesuai jangka waktu tertentu. Tetapi, juga dapat dilakukan sesuai dinamika perubahan data yang terjadi," pungkas mantan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2P) dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan. [HES]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.