Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Pengamat: Perempuan Indonesia Rentan Jadi Target Radikalisasi

Kamis, 20 Juni 2019 19:43 WIB
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati (tengah) dalam dialog merajut kebinekaan yang tertajuk “Kita Bisa Apa”, di The Goodrich Hotel, Jakarta, Kamis (20/6). (Foto: Istimewa)
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati (tengah) dalam dialog merajut kebinekaan yang tertajuk “Kita Bisa Apa”, di The Goodrich Hotel, Jakarta, Kamis (20/6). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, memaparkan bahwa perempuan Indonesia rentan menjadi target radikalisasi. Hal ini disebabkan faktor agama, sosial, dan kultural yang cenderung menempatkan perempuan dalam posisi marjinal dan subordinat. 

Nuning, sapaan Susaningtyas, menuturkan, para perempuan tersebut biasanya direkrut dan diinvestasikan melalui pernikahan. Oleh pelaku, perempuan itu dipandang sekadar objek yang harus patuh dan tunduk sepenuhnya terhadap pasangan mereka. Kemudian, mereka diindoktrinasi bahwa ideologi Pancasila dan sistem demokrasi adalah buatan thoghut sebagai faktor untuk meneguhkan legitimasi agama. 

Baca juga : Snack dan Minuman Khas Indonesia Meriahkan French Kiss Asia di Paris

“Dengan kultur patriarki di Indonesia yang menempatkan perempuan dalam posisi marjinal dan subordinat, perempuan akan lebih mudah menjadi terpapar radikalisme,” tuturnya dalam acara dialog merajut kebinekaan yang tertajuk “Kita Bisa Apa”, di The Goodrich Hotel, Jakarta, Kamis (20/06). 

Nuning menerangkan, perempuan di pedesaan, dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah, jauh lebih mudah terpapar radikalisme. Namun begitu, bukan berarti perempuan perkotaan bebas dari paparan itu. Kini, radikalisme ini sudah masuk juga perkotaan.

Baca juga : Kendaraannya Banyak, Arah Jakarta Macetnya Luar Biasa

Building to building, jaringan teroris ini melakukan cipta kondisi di media sosial untuk melanggengkan kultur patriarki melalui kampanye terstruktur dan masif mengenai poligami dan gerakan lainnya. Hal ini juga didorong oleh fenomena post truth dan hoaks di media sosial yang menempatkan narasi radikal diproduksi secara besar-besaran, multi channel, cepat, bias konfirmasi, dan manipulatif,” terang peraih gelar doktor bidang intelijen ini.

Untuk itu, kata Nuning, selain penanggulangan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) perlu juga berfokus pada faktor pencegahan arus radikalisasi di kalangan perempuan Indonesia. Penanggulangan dan pencegahan harus sama kuatnya. Stakeholder lain juga perlu meningkatkan upaya internalisasi nilai kesetaraan dan keadilan gender, agar perempuan Indonesia dapat lebih berdaya melawan dominasi kultur patriarki. 

Baca juga : BNI Fasilitasi Kepulangan Pekerja Migran Indonesia dari 5 Negara

“Hal ini dapat dilakukan dalam prinsip kerja sama dengan organisasi keagamaan moderat yang memproduksi counter narasi radikalisasi. Untuk pencegahan di media sosial, pembatasan tidak efektif untuk menangkal radikalisme. Yang harus dilakukan adalah meningkatkan kemampuan literasi masyarakat Indonesia,” tandasnya. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.