Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Faktor Ekonomi Jadi Alasan Utama Anak-anak Bekerja

Selasa, 14 Juni 2022 07:05 WIB
Ilustrasi pengamen di jalanan. (Foto : Istimewa).
Ilustrasi pengamen di jalanan. (Foto : Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Masih tingginya angka kemiskinan membuat jumlah pekerja anak di Indonesia meningkat. Akhirnya, banyak dari mereka yang putus sekolah.

Akun @poliklitik mengungkap data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang menyebut ada 1,76 juta pekerja anak di Indonesia. Mereka tersebar di banyak sektor. Mulai dari pertanian, industri/pabrik, sampai menjadi pengamen di jalanan.

“Faktor ekonomi menjadi alasan utama anak-anak itu bekerja. Mereka terpaksa bekerja lantaran orang tuanya tak mampu menanggung seluruh kebutuhan hidup. Tapi tak sedikit pula yang ‘dipaksa’ untuk bekerja,” ungkap @poliklitik.

Baca juga : Gattuso Resmi Jadi Pelatih Baru Valencia

Akun @drg.bimasaktiwahyu mengatakan, data dari Kemnaker tersebut merupakan bukti bahwa ketimpangan di Indonesia masih sangat lebar. Saat ini, pertentangan kelas semakin nyata terli­hat. “Mau sampai kapan menyangkal,” katanya.

Akun @redy_marvino mengatakan, beda perlakuan yang terjadi di masyarakat jadi penyebab tingginya angka pekerja anak. Yang dilindungi anak artis, anak pejabat, anak orang kaya.

Harusnya, kata @awkatonn, DPR membentuk Undang-Undang (UU) ten­tang Perlindungan Anak dan Reformasi Pendidikan. UU tersebut jauh lebih urgen dibanding Rancangan Kitab UU Hukum Pidana (RKUHP). “Tapi balik lagi, DPR lebih senang punya kekuasaan dibanding mensejahterakan,” ujarnya.

Baca juga : Partai Garuda: Konvoi Khilafah Sama Seperti Narkoba, Rusak Generasi Bangsa

Akun @adhimaswardhana mengata­kan, UU Perlindungan Anak sudah ada. Yaitu, UU Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan UU 23 Tahun 2002. Indonesia juga sudah meratifikasi Konvensi Hak Anak 20 November 1989 dalam aturan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.

“Terapkan kebijakan wajib sekolah 12 tahun secara tegas untuk mengatasi masalah ini. Sebelumnya negara kita menerapkan sistem wajib sekolah 12 tahun, tapi be­berapa tahun terakhir ini berubah menjadi wajib sekolah 12 tahun bagi yang mampu,” kata @ahmadjakariyya.

Akun @ashabull_muhammad resah dengan semakin banyaknya pekerja anak di Indonesia. Dia juga mempertanyakan status anak di bawah umur yang bekerja sebagai bintang iklan.

Baca juga : Top, Bank DKI Jadi Bank Daerah Pertama Bisa Transaksi Di Luar Negeri

“Seharusnya masuk pelanggaran, kar­ena Undang-Undang Perlindungan Anak menjelaskan anak yang dieksploitasi secara ekonomi termasuk pelanggaran. Selain itu, anak juga dilarang diperda­gangkan,” jawab @fallah_mn.

Akun @rikki_solata mengatakan, pe­mahaman orang tua juga penting dalam masalah ini. Orang tua jangan sampai pintar mencetak tapi tak bisa memelihara dengan layak. Anak telantar lahir dari orang tua yang tidak punya manajemen masa depan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.