Dark/Light Mode

Kata Menkeu Ekonomi RI Perkasa

Pertamina Disuntik Obat Kuat Dong

Sabtu, 21 Mei 2022 06:55 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan laporan disaksikan Wakil Ketua Rachmad Gobel (kedua kanan), DPR Ahmad Sufmi Dasco (kedua kiri), dan Lodewijk Freidrich Paulus (kiri) saat Rapat Paripurna DPR RI ke -22 di Kompleks Parlemen, Jakarta. (Foto : DWI PAMBUDO / RM).
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan laporan disaksikan Wakil Ketua Rachmad Gobel (kedua kanan), DPR Ahmad Sufmi Dasco (kedua kiri), dan Lodewijk Freidrich Paulus (kiri) saat Rapat Paripurna DPR RI ke -22 di Kompleks Parlemen, Jakarta. (Foto : DWI PAMBUDO / RM).

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Keuangan, Sri Mulyani bersyukur, dampak kenaikan harga komoditas dunia akibat perang Rusia-Ukraina tak membuat ekonomi RI sempoyongan. Padahal di saat yang sama, ekonomi banyak negara oleng karena dihantam inflasi.

Beberapa tanda ekonomi kita perkasa misalnya, ekonomi masih tumbuh baik dengan inflasi yang terjaga di bawah 4 persen.

Bandingkan dengan negara anggota G20 seperti Amerika Serikat yang inflasi hingga 8,3 persen, atau Turki dan Argentina yang mencatatkan inflasi hingga 70 dan 58 persen. ­

Baca juga : Skuad Makin Solid, Pesut Etam Yakin Masuk Papan Atas

"Tekanan inflasi di Indonesia masih jauh lebih rendah," kata Sri Mul, saat menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2023 di Rapat Pari­purna DPR, kemarin.

Tanda lain ekonomi kita lebih baik adalah konsumsi dan investasi yang terus menunjukkan tren peningka­tan. Begitu juga dengan Indikator Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur yang masih terus ekspansif. Neraca perdagangan pun terus surplus. Bahkan, pada bulan lalu, ber­hasil mencetak rekor tertinggi surplus bulanan dalam sejarah mencapai 7,6 miliar dolar AS.

Tanda paling kentara ekonomi kita perkasa adalah sanggup menggelontorkan ratusan triliun untuk subsidi dan kompensasi energi. Tak tanggung-tanggung, tambahan subsidi dan kompensasi naik dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 443,6 triliun.

Baca juga : Nongol Di Partai Din, Gatot Direbutin

Rinciannya, subsidi energi untuk BBM, LPG, dan listrik, naik dari Rp 134,0 triliun menjadi Rp 208,9 triliun, seiring dengan kenaikan asumsi minyak mentah dunia yang naik ke level 100 dolar AS per barel. Anggaran untuk kompensasi energi pun dinaik­kan, dari yang awalnya Rp 18,5 triliun menjadi Rp 234,6 triliun.

Subsidi digelontorkan agar BBM, LPG 3 kilogram dan tarif listrik tidak naik. Kompensasi energi juga dinaik­kan agar Pertamina tidak ambruk karena harus menanggung selisih harga antara harga jual eceran BBM dengan harga keekonomiannya di tengah lon­jakan harga acuan minyak dunia. Man­tan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyebutkan, kalau dana kompensasi tidak dinaikkan, Pertamina bisa tekor hingga Rp198 triliun.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra P.G. Talatov menyambut baik, kebijakan pemerintah menggelontor­kan subsidi untuk meredam gejolak harga minyak dunia. Hanya saja, ia memberikan sejumlah catatan. Soal dana kompensasi yang naiknya fantas­tis misalnya. Menurut dia, angkanya masih di atas kertas. Di lapangan, dana kompensasi yang diberikan kepada Pertamina itu, tak jelas kapan pencairannya.

Baca juga : Pj Kepala Daerah Bukan Cuma Ngabisin Jabatan

Ia berharap, Sri Mul memberikan kepastian waktu pembayaran kompen­sasi kepada perusahaan pelat merah itu, atas penjualan BBM dan gas LPG. Jangan hanya di atas buku, tapi harus direalisasikan langsung. Itu akan jadi obat kuat bagi Pertamina.

“Pembayaran kompensasi harus jelas di bulan apa, jadi kalau memang belum cair, itu lamanya di mana. Dari sisi audit lama atau pencairan, itu semua harusnya transparan. Untuk lima bulan 2022 saja sudah mencapai Rp 100 triliun. Mengapa tidak segera dic­airkan padahal sudah diaudit BPK?" ujar Abra, kemarin.

Pemberian kompensasi kepada Pertamina adalah konsekuensi atas pemberian subsidi untuk BBM jenis Solar dan LPG 3 kg serta keputusan pemerintah menetapkan Pertalite masuk Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBBKP) pada Maret 2022 yang berlaku surut. Pertamina menyediakan Pertalite dengan harga pasar tapi dijual dengan harga Rp 7.650 per liter. “Makanya, selisihnya menjadi kompensasi yang wajib ditutup pemerintah,” kata Abra.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.