Dark/Light Mode

Webinar Mikom UMB

Parliamentary Threshold, Penguatan Partai Politik Atau Buang-buang Suara Rakyat?

Minggu, 19 Juni 2022 21:13 WIB
Webinar nasional kelas Komunikasi Politik, Magister Komunikasi Universitas Mercu Buana (Mikom UMB) yang bertajuk Parliamentary Threshold: Sebuah Tantangan Bagi Partai Baru melalui zoom, Sabtu (18/6). (Foto: Istimewa)
Webinar nasional kelas Komunikasi Politik, Magister Komunikasi Universitas Mercu Buana (Mikom UMB) yang bertajuk Parliamentary Threshold: Sebuah Tantangan Bagi Partai Baru melalui zoom, Sabtu (18/6). (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyinggung adanya cara-cara kotor dalam yang kerap ditemui saat Pemilu di Indonesia. Yakni 'serangan fajar', perang alat peraga, pembagian bantuan sosial (bansos), bukan adu gagasan-gagasan untuk membawa perubahan lebib baik untuk bangsa.

"Setiap Pemilu yang harusnya itu momentum memunculkan gagasan kebangsaan baru, membiarkan pemimpin kita untuk menunjukkan bahwa dia mampu menghadapi persoalan bangsa," kata Fahri di kesempatan sama.

Fahri mengusulkan, semestinya pemerintah menanggung 100 persen biaya pemilu, termasuk dana untuk partai politik (Parpol). Pasalnya, parpol dan para kandidatnya harus difasilitasi negara, sebab kalau tidak nanti menyebabkan orang-orang yang punya banyak uang, menyelinap membiayai partai politik.

Baca juga : Sinyal Pengkaderan Partai Politik Mandek

"Jika biaya politik ditanggung tiap individu, nantinya tokoh politik merasa harus mengembalikan modal yang ia keluarkan untuk jabatan tertentu. Terlebih, biaya politik di Indonesia tidak murah," ujarnya.

Mantan Wakil Ketua DPR ini pun menyoroti anggaran Pemilu 2024 yang telah disepakati Pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu yakni KPU, Bawaslu serta DKPP di angka Rp 76,6 triliun. Angka ini didapat setelah beberapa kali dilakukan revisi dari semula Rp 86 triliun.

Politikus asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini khawatir bahwa para tokoh politik sudah menganggap dana yang dikeluarkan selama kampanye adalah biaya pribadinya, maka yang terjadi berikutnya adalah mereka akan mengatakan sekarang harus balik modal.

Baca juga : Tak Usah Panik, Kementan Pastikan Penanganan PMK Sudah Maksimal

Menurut dia, dampak dari fenomena politik seperti itu berpotensi untuk menciptakan regulasi-regulasi yang tidak berpihak pada masyarakat. Fenomena ini juga ancaman bagi demokrasi Indonesia, karena semakin besar potensi transaksi dalam politik.

Bahkan, Fahri menambahkan, setiap upaya untuk memonetisasi pertarungan ide ini berbahaya, makanya harus ada keseriusan Pemerintah untuk membahas cara bagaimana membiayai pemilu.

"Menurut saya ini adalah lingkaran yang harus kita putus melalui menyadari kembali bahwa demokrasi adalah pertarungan ide," tandasnya.

Baca juga : GMKI: Polri Menjadi Bhayangkara Masyarakat

Dalam webinar tersebut, turut hadir Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana, Dr. Elly Yuliawati, M.Si dan Kepala Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Dr. Heri Budianto yang turut memberikan sambutan. Acara yang berlangsung selama 2,5 jam ini juga dihadiri oleh 295 peserta secara virtual. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.