Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Keberadaan Mantan Teroris Poso Yang Dideportasi Ke China Dipertanyakan

Jumat, 7 Oktober 2022 08:59 WIB
Ahmet Bozoglan, seorang etnis minoritas Uighur saat menuju ruang persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas tuduhan tindak pidana terorisme, 29 Juli 2015. (Foto: Istimewa)
Ahmet Bozoglan, seorang etnis minoritas Uighur saat menuju ruang persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas tuduhan tindak pidana terorisme, 29 Juli 2015. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Seorang mantan terpidana kasus terorisme Poso, Sulawesi Tengah, Ahmet Bozoglan, belum diketahui keberadaannya setelah menjalani hukuman penjara atas perbuatannya. Diketahui, Ahmet merupakan warga dengan kewarganegaraan China yang berasal dari etnis Uighur.

Ahmet Bozoglan dan tiga etnis Uighur lainnya divonis hukuman penjara maksimal delapan tahun setelah dinyatakan bersalah, karena memasuki negara dengan menggunakan paspor palsu, dan mencoba bergabung atau berafiliasi dengan kelompok militan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang berbasis di Poso.

Kepala Bagian Bantuan Operasi Densus 88 Mabes Polri, Kombes Aswin Siregar, membenarkan bahwa Ahmet Bozoglan telah bebas usai menjalani hukuman penjara di Indonesia. Ahmet bebas per 1 Juli dan telah dipulangkan ke negara asalnya.

“Untuk kapan dan ke mana (dideportasi), silakan konfirmasi ke otoritas terkait,” jawab Aswin dikutip, Senin (3/10).

Baca juga : BNPT Gandeng Rumah Komunikasi Lintas Agama

Seorang peneliti untuk Human Rights Watch berbasis di New York, sekaligus kuasa hukum Ahmet dan ketiga temannya, Andreas Harsono, menduga ketiganya bebas setelah China menebus mereka dari hukuman Indonesia. Namun saat ini Andreas mengkhawatirkan kondisi terburuk mantan kliennya setelah menjalani masa tahanan di Indonesia.

“Mereka seharusnya tidak dideportasi ke China karena kemungkinan besar mereka akan dieksekusi. Kami tidak percaya sistem hukum di sana adil,” ujar Andreas.

Dalam sebuah wawancara tahun 2020, Ahmet telah menyatakan ketakutannya bila diderpotasi ke China. Dia khawatir akan bernasib seperti tiga temannya yang lebih dulu bebas lalu dideportasi ke China. Sebab hingga saat itu dia tidak mengetahui kabar ketiganya.

Menanggapi hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) meminta Pemerintah Indonesia bersikap tegas dalam melindungi sekaligus menyelamatkan nyawa warga negara asing, yang enggan kembali ke tanah airnya karena alasan yang jelas. Seperti konflik Uighur di China.

Baca juga : Eros Djarot: Mahfud MD, Sosok Yang Berani Lawan Mafia Dan Oligarki

Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa menyebut, Pemerintah Indonesia atau negara manapun, seharusnya dapat memenuhi keinginan warga negara asing yang meminta untuk tidak dideportasi ke negara asal mereka, jika memang alasan tersebut kuat atau memenuhi unsur penegakkan HAM.

“Sepatutnya keinginan orang-orang seperti Ahmet Bozoglan dipenuhi sebagai bagian dari upaya negara Indonesia, dalam menyelamatkan nyawa umat manusia, sebagaimana termaktub dalam mukadimah UUD 1945,” ucap AB Solissa saat dihubungi wartawan, Kamis (6/10).

CENTRIS menilai, situasi dan kondisi minoritas Uighur sebagai etnis minoritas di China saat ini belum jelas nasibnya. Hal ini tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri bagi orang-orang Uighur seperti Ahmet Bozoglan, yang terlebih dahulu meninggalkan Tiongkok.

Dari berbagai laporan investigasi yang menyajikan fakta beserta barang bukti berupa dokumen, foto maupun video terkait tindak kekerasan yang menjurus pada pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) terhadap jutaan warga Uighur di Xinjiang China, tentunya memperlihatkan suasana yang tidak kondusif.

Baca juga : Bersama Warga, Puan Transplantasi Terumbu Karang Di Pantai Pandawa

Apalagi, sebuah laporan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada Juni 2022 silam mengatakan, penindasan China terhadap Uighur dan minoritas Turki lainnya di Daerah Otonomi Uighur barat (XUAR) merupakan kejahatan internasional, khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan.

"Jadi wajar jika orang-orang Uighur yang berada di luar China, menolak untuk kembali ke negara asalnya, karena takut dengan kekejian China yang kabarnya bukan isapan jempol belaka," pungkas AB Solissa. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.