Dark/Light Mode

Catatan Djoko Setijowarno

Pengemudi Ojek Online Tak Hanya Berasal Dari Pengangguran

Senin, 10 Oktober 2022 22:57 WIB
Tabel asal pekerjaan pengemudi ojek online. (Foto: Istimewa)
Tabel asal pekerjaan pengemudi ojek online. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ada anggapan Pemerintah yang keliru selama ini, bahwa bisnis transportasi daring telah membuka lapangan pekerjaan baru. Nyatanya, hasil survei Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tahun 2019 menyebutkan, pekerjaan sebelum menjadi pengemudi ojek daring alias ojek online tanpa pekerjaan (pengangguran) hanya 18 persen. Tahun 2022, Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan kembali melakukan survei, hasilnya tanpa pekerjaan (pengangguran) 16,09 persen.

Menindaklanjuti Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 667 Tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi, Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan melakukan survei untuk mengetahui persepsi masyarakat pengguna dan pengemudi ojek online terhadap penyesuaian biaya jasa (tarif) ojek online yang diberlakukan mulai Minggu, 11 September 2022.

Survei dilakukan rentang waktu 13-20 September 2022 dengan media survei online. Sampling adalah penduduk Jabodetabek pengguna ojek online dengan metode sampling kurang 5 persen. Wilayah survei Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Sebanyak 2.655 responden masyarakat pengguna ojek online dan 2.016 responden mitra ojek online.

Pengguna Jasa
Masyarakat pengguna jasa ojek online didominasi pria (53 persen), pekerjaan sebagai karyawan swasta (35,40 persen), dan pendapatan per bulan terbanyak di bawah Rp 3 juta. Dari segi pengeluaran, kebanyakan menghabiskan kisaran Rp 10 ribu-Rp 25 ribu (51,41 persen) untuk pemesanan ojek online dan kurang dari Rp 25 ribu (41,47 persen) untuk transportasi lainnya. Kebanyakan masyarakat mengaku alasan menggunakan ojek online karena lebih praktis (37,29 persen) dan lebih cepat (32,28 persen). 

Aplikasi yang paling sering digunakan adalah Gojek (59,13 persen), diikuti Grab (32,24 persen), Maxim (6,93 persen), InDriver (1,47 persen), dan lainnya (0,23 persen). Sistem pembayaran yang disukai cash dan uang elektronik (41,69 persen), uang elektronik (32,532 persen), dan cash (25,69 persen). Frekuensi menggunakan ojek online per minggu terbanyak 1-3 hari per minggu (50,24 persen).

Kebanyakan masyarakat menggunakan ojek online dari rumah (70,62 persen) ke tempat kerja (29,57 persen). Jarak tempuh terjauh 4-8 km (41,24 persen) dengan maksud menggunakannya untuk bekerja/bisnis (57,74 persen).

Baca juga : Sempat Jadi Bintang La Liga, Llorente Kini Pengangguran

Masyarakat menyatakan tarif yang berlaku wajar (52,32 persen). Reaksi terhadap biaya jasa (tarif) terbaru memilih tetap menggunakan sebanyak 49,76 persen dan beraliha atau mengurangi frekuensi penggunaan 50,24 persen.

Mitra Pengemudi
Sementara pengemudi didominasi oleh pria (81 persen) dengan usia terbanyak 20-30 tahun (40,63 persen) serta lama bergabung menjadi pengemudi ojek online terbanyak kurang dari 1 tahun (39,38 persen). Status sebagai pekerjaan utama 54 persen dan sebagai pekerjaan sampingan 46 persen. 

Pendapatan per hari pengemudi hampir sama dengan biaya operasionalnya. Terbanyak rata-rata pendapatan per hari Rp 50 ribu-Rp 100 ribu (50,10 persen) dan biaya operasional per hari terbanyak kisaran Rp 50 ribu-Rp 100 ribu (44,10 persen).

Banyaknya pesanan sebelum pemberlakuan tarif baru 5-10 kali (46,88 persen) dan sesudah pemberlakuan tarif kurang dari 5 kali (55,65 persen).

Pengemudi mengaku jarang mendapatkan bonus (52,08 persen) dari aplikator dan sebagian besar menyatakan tidak pernah (37,40 persen) mendapatkan bonus dari aplikator. Sementara untuk mendapatkan tip dari penumpang juga jarang (75,79 persen).

Dengan adanya pemberlakuan tarif baru, sebagian pengguna jasa ojek online
mengurangi penggunaan dan tak sedikit yang berpindah ke angkutan lain. Secara umum, terlihat masyarakat belum memahami rincian biaya jasa (tarif) ojek online yang dikenakan. Penyesuaian (kenaikan) tarif ojek online yang hampir bersamaan dengan kenaikan harga BBM cukup dirasakan masyarakat. Namun, sebagian masyarakat memahami bahwa kenaikan tarif bertujuan untuk kesejahteraan pengemudi. 

Baca juga : Lawan PSS, Pendekar Cisadane Tanpa Striker Andalan Asal Argentina

Beberapa masukan dari masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan para pengemudi ojek online di antaranya mengenai penyesuaian tarif, pengadaan bonus/reward, peningkatan pelayanan, penurunan potongan aplikator, dan penurunan harga BBM. Pengeluaran pengemudi lebih besar daripada penghasilannya.

Hal ini merupakan salah satu dampak dari penyesuaian (kenaikan) tarif yang jumlah pesanan (order) cenderung menurun, sehingga berdampak pada penghasilan pengemudi. 

Aspek keselamatan belum menjadi perhatian utama dari pengemudi ojek online. Hal ini terlihat dari waktu operasi pengemudi yang belum memperhatikan aspek kelelahan yang akan berpengaruh terhadap keselamatan terlihat dari jam kerja yang didominasi 6-12 jam/hari (42,85 persen).

Bisnis Gagal
Transportasi daring bisnis gagal, driver-nya kerap mengeluh dan demo. Sementara, pengemudi ojek daring sebagai mitra tidak akan merasakan peningkatan pendapatannya karena tergerus oleh potongan-potongan fasilitas aplikasi yang sangat besar.

Kegagalan bisnis transportasi daring sudah terlihat dari pendapatan yang diperoleh mitranya atau driver ojek daring. Sekarang, pendapatan rata-rata driver ojek daring di bawah Rp 3,5 juta per bulan dengan lama kerja 8-12 jam sehari dan selama 30 hari kerja sebulan tanpa adanya hari libur selayaknya mengacu aturan ketenagakerjaan yang sudah diatur Kementerian Ketenagakerjaan.

Pendapatan ojek daring rata-rata masih sebatas kurang dari Rp 3,5 juta per bulan. Hal ini tidak sesuai dengan janji aplikator angkutan berbasis daring pada tahun 2016 yang mencapai Rp 8 juta per bulan. Sulit rasanya menjadikan profesi pengemudi ojol menjadi sandaran hidup. Pasalnya, aplikator tidak membatasi jumlah pengemudi, menyebabkan ketidakseimbangan supply dan demand.

Baca juga : Sandiaga Yakin Bisa Kurangi Pengangguran 

Bekerja tidak dalam kepastian, status keren sebagai mitra akan tetapi realitanya tanpa penghasilan tetap, tidak ada jadwal hari libur, tidak ada jaminan kesehatan, jam kerja tidak terbatas.

Jika ingin sebagai angkutan umum, otomatis segala persyaratan dan hal-hal yang berlaku bagi angkutan umum juga berlaku pula bagi sepeda motor yang berfungsi sebagai angkutan umum, seperti wajib melakukan uji berkala (kir), wajib dilengkapi perlengkapan, SIM C Umum, plat nomor kendaraan berwarna kuning, tarif ditetapkan perusahaan angkutan umum (bukan aplikator seperti sekarang) atas persetujuan pemerintah.

Kota Agats (Kabupaten Asmat) sejak 2011 sudah menerapkan ojek sebagai angkutan umum dan kendaraan pelat kuning. Kendaraan yang digunakan sepeda listrik, karena hampir 100 persen kendaraan di Kota Agats menggunakan kendaraan listrik. Kabupaten Asmat sudah memiliki Perda dan Perbup yang dapat mengatur ojek sebagai angkutan umum.

Jika Pemerintah ingin melindungi warganya, dapat dibuatkan aplikasi dan diserahkan ke daerah untuk dioperasikan. Seperti halnya yang dilakukan Pemerintah Korea Selatan membuat aplikasi untuk usaha taksi. Dalam upaya untuk melindungi sopir taksi yang kebanyakan tidak berbahasa Inggris dan rata-rata sudah berusia tua.â– 

Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.