Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Pancasila Referensi Tertinggi Landasan Hukum Di Indonesia

Jumat, 28 Oktober 2022 00:11 WIB
Garuda Pancasila. (Foto: Ist)
Garuda Pancasila. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat harus mendapatkan perhatian khusus. Saat ini berbagai upaya dilakukan guna memperkuat Pancasila sebagai dasar hukum negara, sekaligus proses penyusunan kebijakan dan kehidupan bermasyarakat di Indonesia. 

Untuk menguatkan nilai Pancasila, Pusat Kajian Hukum (Puskakum) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH-UI) menyelenggarakan seminar bertajuk 'Pendidikan Hukum dan Pancasila' di Kampus UI, Depok. 

Seminar ini merupakan rangkaian acara menuju satu abad FH-UI yang merupakan sekolah tinggi hukum tertua di Indonesia. Selain itu, juga sebagai bagian rangkaian seminar peringatan Dies Natalis FH-UI.

Ketua Puskakum FH-UI Supardjo Sujadi mengatakan, seminar bertujuan untuk menggali kembali pengetahuan Pancasila sebagai bangsa dan dasar pendirian, serta cita negara, dan cita hukum yang khas.

Kemudian, kata Supardjo, mensistematiskan Pancasila dalam bidang kajian yang otonom, dan mempersiapkannya dalam kurikulum pendidikan tinggi hukum, bahkan ke segala jenjang masyarakat. 

Baca juga : Sektor Swasta AS Tak Sabar Lebarkan Usaha Di Indonesia

"Lalu mencoba menyikapi fenomena perubahan dunia yang berpengaruh signifikan terhadap Indonesia,” ungkapnya dalam keterangan resminya, Kamis (27/10).

Try Sutrisno, Wakil Presiden Indonesia keenam sekaligus Dewan Pembina Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengatakan, pasca refomasi banyak cendikiawan yang baru pulang dari luar negeri, membawa semangat liberalisme dan kapitalisme yang secara tak sadar semakin mengerdilkan Pancasila.

“Anasir-anasir ini kerdil yang berpandangan bahwa gagasan dari luar negeri lebih baik dari kearifan lokal bangsa sendiri. Mereka tidak sadar bahwa nilai yang mereka bawa telah menggerogoti dan menggerus jati diri bangsa sebagai satu-satunya hak milik bangsa yang paling berharga,” ungkapnya. 

Ia menjelaskan bagaimana hanya dalam empat tahun pasca reformasi, UUD 1945 empat kali dilakukan amandemen. 

Aksi ini dinilai Try makin turut membuat sirna tujuan nasional untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi bangsa dan negara sesuai Pancasila. Era reformasi juga memang memberikan prakondisi untuk  nilai asing bersentuhan lebih sering dengan ke dalam tubuh bangsa.

Baca juga : Pemerintah Inggris Kagum Dengan Aksi Iklim Indonesia

Menghadapi situasi ini, kata Try, ada dua pilihan,  diam saja, kehilangan jati diri atau bangkit untuk memperkuat kembali jati diri. "Di sinilah arti penting pendidikan, dan penggemblengan generasi penerus bangsa menghadapi tantangan masa depan. Bagaimana dapat diisi wawasan kebangsaan, perjuangan, dan kebudayaan," jelasnya.

Ketua DPD AA Lanyalla M. Mattalitti juga menyuarakan hal serupa. Menurutnya, pada era reformasi, penghayatan Pancasila harus kembali diperkenalkan dengan metode yang terkini. 

"Menurut Ki Hajar Dewantara, anak-anak didik ini sangat perlu diajar ihwal kebangsaan dan nasionalisme,” katanya.

Peneliti Puskakum FH-UI dan Dosen Tetap FH-UI Kris Wijoyo Soepandji memaparkan hasil survei yang membedah apakah Pancasila masih diakui sebagai landasan kehidupan bermasyarakat di Indonesia, serta menjadi pedoman dalam menjaga kepribadian nasional.

Dalam temuan survei, Kris mengatakan, masyarakat memang makin minim frekuensinya untuk mendengar kata-kata Pancasila. “Sebanyak 56 persen mayoritas responden hanya mendengar Pancasila pada bulan tertentu, seperti Hari Lahir Pancasila pada Juni, atau Hari Kemerdekaan Indonesia pada Agustus. Namun, 90 persen responden menyatakan bahwa Pancasila masih sangat relevan sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara," tuturnya.

Baca juga : Keterbukaan NasDem-Demokrat-PKS, Tradisi Politik Baru Di Indonesia

Hal yang juga menarik dari survei ini adalah temuan yang menyampaikan bahwa sebanyak 98 persen lebih responden percaya bahwa pemimpin di Indonesia perlu memegang teguh nilai-nilai Pancasila. 

"Harapan mayoritas masyarakat terhadap pemimpin yang Pancasilais juga dikonfirmasi melalui temuan yang menyebutkan bahwa sebanyak 90 persen responden menolak adanya intervensi asing terhadap kebijakan pemerintah Indonesia,” papar Kris.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.