Dark/Light Mode

Pidatonya Penuh Optimisme

Presiden Tak Mau Menakut-nakuti

Sabtu, 3 Desember 2022 06:45 WIB
Presiden Joko Widodo bersalaman dengan Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo pada acara Kompas100 CEO Forum Tahun 2022 yang digelar di Istana Negara, Jakarta, kemarin.
Presiden Joko Widodo bersalaman dengan Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo pada acara Kompas100 CEO Forum Tahun 2022 yang digelar di Istana Negara, Jakarta, kemarin.

RM.id  Rakyat Merdeka - Presiden Jokowi menyampaikan pidato penuh optimisme di hadapan para CEO yang hadir di Istana Negara, Jakarta, kemarin. Kepala Negara bilang, kondisi ekonomi global memang sedang menakutkan, tapi ia tak mau bicara soal itu. Jokowi ingin semua fokus dengan potensi dan kekuatan ekonomi yang dimiliki saat ini. Dengan mengoptimalkan kekuatan yang ada, Jokowi yakin dalam waktu yang tak lama lagi, ekonomi Indonesia akan meloncat dari negara berkembang menjadi negara maju.

Pidato Jokowi itu disampaikan dalam acara Kompas 100 CEO Forum 2022 yang bertajuk “Membuat Terang di Tahun Menantang”. Acara yang mempertemukan para menteri dan pengusaha ini, dihadiri 100 CEO perusahaan nasional dan sejumlah kepala daerah.

Acara dibuka dengan penampilan Twilight Orkestra yang dipimpin Addie MS. Salah satu lagu yang dibawakan adalah “Bengawan Solo” karya Gesang.

Di awal pidatonya, Jokowi sempat berkelakar. Kata mantan Gubernur DKI Jakarta ini, ia tak ingin bicara mengenai persoalan global. Khawatir nanti ada yang bilang selalu menakut-nakuti setiap melakukan sambutan. "Sebab itu, saya ingin menyampaikan optimisme yang kita hadapi ke depan," kata Jokowi, sambil tersenyum.

Baca juga : Pengembang Dan Perbankan Optimis Pasar Properti Tumbuh Di 2023

Jokowi mengaku sengaja kembali menyampaikan soal optimisme. Sebab, Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar yang seringkali terlupakan. Potensi itu, antara lain sumber daya alam yang melimpah. Sebut saja batu bara, minyak sawit, dan berbagai tambang mineral seperti nikel, tembaga, bauksit, timah, dan sebagainya.

Potensi lain adalah SDM yang besar. Di 2030, Indonesia diperkirakan akan mendapatkan bonus demografi yaitu mendapatkan 201 juta tenaga produktif. Potensi selanjutnya adalah pasar yang besar, di antaranya pasar ASEAN yang mencapai 600 juta penduduk. Belum lagi soal sisi geografis, posisi Indonesia sangat strategis karena berada di jalur perdagangan dunia.

“Kekuatan inilah yang harus kita ingat-ingat terus dalam rangka membangun sebuah strategi besar bisnis negara, strategi besar ekonomi negara agar kita bisa mencapai visi yang kita inginkan,” ujarnya.

Jokowi mengungkapkan, Indonesia sebenarnya sudah lama menganut keterbukaan ekonomi. Investor asing bisa menanamkan modalnya di dalam negeri. Namun, itu saja belum cukup untuk menjadikan Indonesia maju.

Baca juga : Yudo Tak Mau Berandai-andai

Ia lalu bercerita tentang sejumlah negara di Amerika Latin yang sejak tahun 50 sampai 60-an menerapkan keterbukaan ekonomi. Namun, sampai sekarang negara itu masih jadi negara berkembang. Tak pernah melompat menjadi negara maju. Kenapa begitu? Menurut Jokowi, negara-negara itu tidak membuat produk-produk yang negara lain bergantung, sehingga ini tidak masuk ke global supply chain.

"Banyak investor masuk, tetapi hanya menjadi cabang. Ekonominya tumbuh, tapi hanya menjadi cabang," terang Jokowi.

Kondisi tersebut berbeda dengan yang dilakukan Korea Selatan dan Taiwan. Ekonomi dua negara itu bisa cepat melompat dari negara berkembang menjadi negara maju. Sebab, dua negara itu membuat produk yang dibutuhkan negara lain. Taiwan misalnya, membuat chip yang dibutuhkan industri di Amerika Serikat. Sementara Korsel memproduksi komponen-komponen digital yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan besar di Amerika.

Nah, kata Jokowi, ini yang harus ditiru. Menurut dia, salah satu strateginya adalah bagaimana membuat banyak negara tergantung pada Indonesia. Jokowi menyampaikan, salah satu contoh desain industri yaitu membangun ekosistem baterai mobil listrik atau EV battery.

Baca juga : Polemik Pelantikan Guntur Hamzah, Pratikno: Presiden Tak Bisa Ubah Keputusan DPR

Untuk membangun industri ini, kata Jokowi, Indonesia mempunyai sumber daya alamnya. Nikel ada, bauksit ada, timah ada, tembaga juga ada. Semuanya ada. Satu yang tidak ada, yaitu litium. Tapi, Australia punya. Jokowi mengaku sudah berkomunikasi dengan PM Australia untuk membeli litium dari Australia, dan dipersilakan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.