Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Agrivoltaic: Solusi Dilema Pemanfaatan Lahan untuk Produksi Energi atau Produksi Pangan
Kamis, 29 Desember 2022 14:56 WIB

Walau Indonesia terkenal dengan lahannya yang subur dan potensial untuk lahan agrikultur, nyatanya ketahanan pangan Indonesia masih berada pada peringkat ke-69 dari 113 negara berdasarkan data Global Food Security Index (GFSI). GFSI juga mencatat bahwa skor indeks ketahanan pangan Indonesia menurun dari level 59,5 pada 2020 ke 59,2 pada 2021. Hal ini seharusnya menjadi perhatian kita karena keamanan pangan dan produktivitas pertanian sangat dibutuhkan untuk food estate di Indonesia.
Selain ketahanan pangan, ketahanan energi juga sudah seharusnya menjadi perhatian melihat banyaknya negara-negara di luar sana yang mengalami krisis energi. Terlepas dari besarnya potensi dan komitmennya terhadap energi baru terbarukan (EBT), konsumsi energi di Indonesia masih didominasi energi fosil. Sebesar 56,1 persen energi yang digunakan di pembangkit listrik Indonesia adalah batu bara. Sedangkan, selain emisi tinggi yang dihasilkan batu bara, produksi batu bara sendiri sebagian besar terkonsentrasi di beberapa daerah saja di Indonesia, khususnya Kalimantan.
Sebagai negara maritim, tentu menjadi tantangan untuk memobilisasi sumber energi ini ke seluruh Indonesia, terutama ke daerah rural atau terpencil. Padahal, Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan, khususnya potensi energi surya yang tinggi dan tersebar di seluruh Indonesia. Jika dimanfaatkan dengan baik, hal ini dapat menjadikan sumber energi menjadi lebih terdesentralisasi khususnya pada daerah-daerah rural sehingga mereka berpotensi untuk mandiri secara energi.
Berita Terkait : Kerja Narasi Super Penting Untuk Lindungi Anak Muda dari Radikalisme
Namun, lahan yang makin menipis menimbulkan dilema antara penggunaan lahan untuk sumber produksi pangan dan lahan untuk produksi energi. Hal ini mengundang solusi untuk menggabungkan agrikultur dan photovoltaics (sel surya) dalam satu lahan sehingga dapat memaksimalkan lahan yang ada, sistem ini biasa disebut sebagai agriphotovoltaic (APV).
Dengan mengintegrasikan agrikultur dan panel surya, lahan dapat difungsikan dengan lebih efisien. Bahkan dalam beberapa kasus, penggunaan agrivoltaik memiliki output lebih besar daripada jika menggunakan lahan terpisah untuk photovoltaik dan agrikultur. Tergantung pada level bayangan dan pola instalasi PV, tanaman yang tumbuh dibawah panel PV bisa tumbuh lebih produktif. Hal ini karena, selama tanaman tersebut mendapat cahaya sesuai dengan titik saturasi cahaya, tanaman tersebut akan tetap tumbuh subur.
APV juga berpotensi membantu mengatasi tantangan lingkungan di Indonesia. Negara ini menghadapi tekanan yang meningkat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan melindungi sumber daya alamnya. APV dapat membantu mengurangi ketergantungan Indonesia pada bahan bakar fosil dan mengurangi jejak karbonnya.
Berita Terkait : Penyidikan Jalan Terus, KPK Minta Saksi Koperatif Penuhi Panggilan
Bagi Petani dan Daerah Rural
Selain berperan sebagai solusi dari konflik lahan yang semakin menipis yang menimbulkan persaingan antara penggunaan lahan untuk sumber pangan dan sumber energi., APV mendukung desentraslisasi energi di daerah rural di Indonesia karena dengan membangun instalasi listrik di daerah masing-masing, kebutuhan untuk memobilisasi energi dari luar akan berkurang, membuat daerah rural tersebut lebih mandiri secara energi. Dengan ini pun akan tersedia sumber listrik bersih di daerah pedesaan dan terpencil, yang akan mendukung peningkatan akses listrik dan pembangunan ekonomi. Selain meningkatkan produksi pangan, APV juga dapat membantu mengurangi biaya energi bagi petani. Panel surya dapat menghasilkan listrik yang dapat digunakan di pertanian atau dijual kembali ke PLN, memberikan sumber pendapatan bagi petani. Ini dapat membantu mengimbangi biaya operasional pertanian, termasuk biaya irigasi dan kegiatan lainnya yang membutuhkan energi.
Salah satu daerah yang memiliki potensi besar untuk memanfaatkan APV salah satunya adalah Nusa Tenggara. Provinsi NTT, yang masih memiliki 352 desa yang belum teraliri energi listrik dapat mengeruk banyak manfaat dari sistem ini dengan potensi lahan pertaniannya yang luas dan irradiasi matahari yang tinggi
Berita Terkait : Subsidi Kendaraan Listrik Untuk Produk Lokal Saja
Kesimpulannya, agri-photovoltaic menawarkan banyak potensi manfaat dan keuntungan bagi Indonesia. Dengan menggabungkan teknologi fotovoltaik dengan pertanian, APV dapat menghasilkan listrik bersih sekaligus mendukung produksi pertanian dan memberikan pendapatan bagi petani dan masyarakat pedesaan. APV berpotensi membantu Indonesia mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan melindungi sumber daya alamnya, sekaligus mendukung pembangunan ekonomi dan meningkatkan akses listrik di daerah pedesaan.
Powered by Froala Editor
Tags :
Berita Lainnya