Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Kasus Suap Apeng

Jika Ada Masalah Perkebunan dan Hutan, Ahli: Sanksinya Administratif

Selasa, 17 Januari 2023 10:58 WIB
Foto: Bhayu Aji/Rakyat Merdeka.
Foto: Bhayu Aji/Rakyat Merdeka.

RM.id  Rakyat Merdeka - Mantan Staf Ahli Menteri ATR/BPN Iing Sodikin Arifin dihadirkan Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi perizinan lahan kelapa sawit.

Di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Iing mengatakan banyak masalah akibat aturan yang tumpang tindih antara Peraturan Daerah (Perda) dan Undang-Undang (UU) mengenai kawasan hutan.

Menurut Iing, hal itu banyak terjadi di Riau dan Kalimantan Tengah, di lokasi usaha kelompok usaha PT Duta Palma Group milik terdakwa Surya Darmadi alias Apeng.

Baca juga : Jasa Raharja Ingatkan Masyarakat Gunakan Angkutan Umum Resmi

Ia pun menjelaskan, jika ada masalah kepemilikan antara tanah perkebunan atau kehutanan, lazimnya dilakukan penelitian ke lapangan oleh beberapa pihak, termasuk Pemda, BPN dan Polisi Kehutanan.

Kemudian kata Iing, penelitian itu dipaduserasikan dan diputuskan apakah diselesaikan sesuai Perda atau dikeluarkan izin pelepasan. Kalau memang perkebunan itu adalah area hutan, maka bisa dikenakan sanksi administratif.

“Berdasarkan pengalaman, sanksinya administratif, tertuang di PP 24/2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan, salah satu penyelesaian melalui polisi kehutanan dan penyidik kehutanan, dikasih waktu sampai 2023 untuk penyelesaian sanksi,” ujar Iing, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/1).

Baca juga : Suspensi Saham Dibuka Hari Ini, Garuda Mantap Perkuat Fundamental Kinerja Usaha

Iing menjelaskan, dahulu tanah instansi jarang dicatat. Ketika UU Nomor 1 tahun 2004 terbit, barulah dibuat catatan agar tertib administrasi. Namun, ketika ada pemerintah setempat membuat Perda, maka itu jadi payung hukum yang berlaku.

“Pencatatan wajib biar negara tahu berapa kekayaannya. Aset itu harus dikuasai dan dimanfaatkan, makanya bu Sri Mulyani bilang kenapa kalah dengan negara maju, karena aset tidak work,” ujarnya.

Kemudian, sejak 2016 harus ada izin perkebunan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 138/2016. Sedangkan perkebunan yang sudah berjalan sebelum 2016 bisa diusahakan haknya.

Baca juga : Masjid Raya Al Jabbar, Cikal Bakal Perkembangan Peradaban Islam di Jawa Barat

Terhadap keterangan Iing, Penasihat Hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang mengatakan bahwa sertifikat yang sudah timbul bersifat sah selama belum dibatalkan.

Seperti yang disampaikan ahli, bahwa tidak ada persoalan Hak Guna Usaha (HGU) terhadap kepemilikan tanahnya.

"Di mana selama ini kejaksaan menyatakan HGU-nya ini bermasalah dengan ada ahli pertanahan terjawablah dengan tegas sertifikat yang sudah timbul tidak ada alasan dinyatakan tidak sah sepanjang itu tidak ada tindakan hukum, proses hukum," tandasnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.