Dark/Light Mode

Menag: Penting, Rekonstektualisasi Hukum Dan Fikih Untuk Cegah Konflik

Rabu, 3 Mei 2023 11:24 WIB
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. (Foto : ist)
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. (Foto : ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas prihatin masih terjadinya konflik yang mengatasnamakan agama di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Menurutnya, konflik semacam itu bisa dicegah jika masyarakat memiliki pandangan keagamaan yang inklusif. Rekontekstualisasi hukum di berbagai agama, termasuk fikih, menjadi sebuah keharusan. 

"Setiap ahli agama semestinya kembali mendalami ajarannya masing-masing dan jika menemukan unsur-unsur yang dapat membahayakan koeksistensi (hidup berdampingan) dan perdamaian di tengah masyarakat harus berani mempertimbangkan tafsir yang baru yang memungkinkan kita semua hidup berdampingan secara damai," kata Menag Yaqut saat pembukaan Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2023 di Sport Center UIN Sunan Ampel, Surabaya, Selasa (2/5).

"Rekontekstualisasi hukum di berbagai agama, termasuk fikih, mutlak dilakukan sebagai salah satu untuk mencegah konflik," sambungnya.

Baca juga : HNW Minta Pemerintah Evakuasi WNI Dari Sudan Yang Tengah Bergolak

Menurut Menag, saat ini dunia berada di ambang kekacauan. Ini antara lain ditandai dengan maraknya perang, resesi global, kelangkaan energi dan pangan, serta pertentangan antaragama dan keyakinan di berbagai negara.

Sebagai manusia yang dianugerahi akal, kata Menag, seseorang tidak boleh hanya diam tapi harus memilih di bagian mana  bisa berkontribusi untuk peradaban. 

"Mari kita kembali melihat agama sebagai sumber ajaran mulia yang memerintahkan kita untuk mengembangkan kebajikan (akhlaqul karimah) dan untuk menjadi berkah bagi semua ciptaan, atau Rahmatan Li al-'Alamin," ujarnya. 

Dalam konteks Islam, Menag berharap AICIS ke-22 ini membahas fikih hubungan muslim dengan non muslim. Gus Men, panggilan akrab Menag, menilai tema ini sangat penting dan menarik. Sebab, relevan dengan apa yang sedang dihadapi saat ini.

Baca juga : Kemendag Dorong Digitalisasi Perdagangan dan Perlindungan Konsumen

"Saya berharap diskusi dalam forum AICIS ini dilakukan secara serius, utamanya Fikih terkait hubungan antara muslim dan non muslim. Fikih tentang status kafir dan non kafir. Sambil terus menggali dan memecah kebekuan Fikih vis a vis realitas sosial untuk dibahas pada forum-forum selanjutnya," sambung Menag. 

Menag juga berharap topik yang dibahas dalam AICIS relevan dan kontekstual dengan kebutuhan. Dikatakannya, dalam agama, ada hal yang bersifat tetap (the unchangeable/ats-tsaabit) dan ada yang berubah (the changeable/al-mutahawwil). 

Soal akidah, hukum dan tata cara salat, puasa ramadan, zakat dan haji bersifat tetap. Tetapi soal harta yang wajib dizakati, atau mahram dalam haji, mungkin saja berubah.

Ini menunjukkan bahwa fikih sebagai produk ijtihad ulama, bersifat dinamis, tidak statis. Sehingga fikih mampu menjawab persoalan-persoalan baru yang muncul.

Baca juga : Kowarteg Dukung Ganjar Berbagi Makanan Untuk Pengguna Jalan

"Tantangannya adalah soal keberanian untuk membongkarnya. Beranikah para kiai pesantren dan dunia kampus mengubah pandangannya bahwa fikih bukanlah teks suci dan sakral, sebagaimana Al-Qur’an dan hadist. Lebih-lebih, kebanyakan fikih lahir pada masa abad pertengahan, belum tentu relevan dalam konteks sekarang," tandas Menag.

Untuk itu, forum AICIS, yang mengundang para intelektual dari berbagai belahan dunia ini diharapkan menjadi media yang tepat untuk mendiskusikan sekaligus mencari solusi atas berbagai persoalan dunia saat ini. 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.