Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Jokowi: KPK Harus Diperkuat

Sabtu, 14 September 2019 07:45 WIB
Presiden Jokowi jumpa pers soal revisi UU KPK, kemarin. (Foto: Randy T Kurniawan/Rakyat Merdeka)
Presiden Jokowi jumpa pers soal revisi UU KPK, kemarin. (Foto: Randy T Kurniawan/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Presiden Jokowi angkat suara soal revisi UU KPK. Presiden memastikan komitmennya untuk terus memperkuat KPK. "Saya tidak ada kompromi dalam pemberantasan korupsi. Karena korupsi musuh kita bersama," tegas Jokowi.

Jokowi mengeluarkan pernyataannya itu di Istana Negara, kemarin pagi. Di awal pernyataannya, Jokowi menjelaskan, RUU KPK yang sedang dibahas di DPR adalah inisiatif DPR. 

"Kita tahu, Undang-Undang KPK telah berusia 17 tahun, perlu adanya penyempurnaan secara terbatas sehingga pemberantasan korupsi makin efektif," ujar Jokowi. 

Pemerintah merespon inisiatif DPR itu dengan menyiapkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) dan menugaskan Menkumham Yasonna Laoly dan Menpan RB Syafruddin untuk mewakili Presiden dalam pembahasan di DPR.

Jokowi mengaku telah mempelajari dan mengikuti secara serius seluruh masukan-masukan yang diberikan masyarakat. Dari para pegiat antikorupsi, dosen, mahasiswa dan juga dari tokoh-tokoh bangsa.

Jokowi menegaskan komitmennya tak akan pernah membunuh KPK. "Sekali lagi, kita jaga agar KPK tetap lebih kuat dalam pemberantasan korupsi. Intinya, KPK harus tetap memegang peran sentral dalam pemberantasan korupsi," tegas Jokowi. 

Baca juga : KPK Bukan Malaikat

Lalu Jokowi membeberkan, ketidaksetujuannya terhadap beberapa substansi RUU KPK yang berpotensi mengurangi efektivitas tugas KPK. Ada empat poin. Pertama, Jokowi tak setuju KPK harus meminta izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan. "Misalnya izin ke pengadilan, tidak," ucapnya. KPK, cukup meminta izin internal dewan pengawas untuk menjaga kerahasiaan. 

Kedua, dia tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja. Penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur ASN, dari pegawai KPK maupun instansi lainnya. "Tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar," imbuhnya. 

Ketiga, Jokowi tidak setuju KPK wajib berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntutan. Dia menilai, sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik, sehingga tidak perlu diubah lagi. 

Terakhir, dia tidak setuju pengelolaan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) yang dikeluarkan KPK, diberikan kepada kementerian atau lembaga lain. LHKPN tetap diurus KPK.

"Terhadap beberapa isu lain, saya juga memberikan catatan dan pandangan yang berbeda dari substansi DPR," lanjutnya.

Banyak juga yang disetujui Jokowi dalam revisi UU KPK. Soal Dewan Pengawas misalnya, Jokowi sepakat, itu diperlukan. Semua lembaga negara, termasuk Presiden pun, diawasi. Pengawasan dibutuhkan untuk meminimalisir penyalahgunaan wewenang. "Saya presiden juga diawasi, diperiksa BPK dan juga DPR. Saya kira itu sesuatu yang wajar dalam proses tata kelola yang baik," tuturnya. 

Baca juga : Revisi UU KPK, Pintu Maling Harus Ditutup

Jokowi memastikan, Dewan Pengawas ini akan diisi oleh tokoh masyarakat, akademisi, maupun pegiat antikorupsi. Bukan dari politisi, birokrat, atau aparat penegak hukum aktif. Kemudian, pengangkatan anggota dewan pengawas ini dilakukan oleh Presiden dan dijaring melalui panitia seleksi. 

"Saya ingin memastikan, tersedia waktu transisi yang memadai untuk menjamin KPK tetap menjalankan kewenangannya sebelum terbentuknya Dewan Pengawas," beber Jokowi. 

Hal lain yang disetujui Jokowi adalah penyematan kewenangan penerbitan Surat Penghentian Penyidikan Perkara alias SP3 kepada KPK. Jokowi berpendapat, hal ini diperlukan lantaran penegakan hukum tetap menjamin prinsip-prinsip perlindungan HAM. Juga, memberikan kepastian hukum. 

RUU inisiatif DPR memberikan batas waktu maksimal satu tahun dalam SP3. Sementara Presiden Jokowi meminta ditingkatkan menjadi 2 tahun, supaya memberikan waktu yang memadai bagi KPK. "Yang penting, ada kewenangan KPK untuk memberikan SP3 yang bisa digunakan ataupun tidak digunakan," katanya. 

Kemudian, Jokowi juga setuju pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (P3K). Hal ini juga terjadi di lembaga-lembaga lain yang mandiri seperti MA, MK dan lembaga independen lain seperti KPU dan Bawaslu. 

Lagi-lagi Jokowi menekankan, agar dalam implementasinya diberikan masa transisi yang memadai dan dijalankan dengan penuh kehati-hatian. Penyelidik dan penyidik KPK yang ada saat ini masih tetap menjabat dan mengikuti proses transisi menjadi ASN.

Baca juga : Revisi UU, Posisi KPK Harus Dipertegas

Karena DIM revisi UU KPK hanya terdiri dari empat hingga lima isu, tak butuh waktu lama bagi Jokowi untuk mengirim surat presiden (surpres) ke DPR. "DIM nya kan hanya 4 sampai 5 isu. Cepat kok," paparnya. 

Eks Gubernur Jakarta itu berharap semua pihak bisa membicarakan isu-isu ini dengan jernih, dengan obyektif, tanpa prasangka-prasangka yang berlebihan.

"Saya ingin KPK memiliki peran sentral dalam pemberantasan korupsi di negara kita, yang mempunyai kewenangan lebih kuat dibandingkan lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," imbuh Jokowi menutup pernyataannya. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.