Dark/Light Mode

Akal Sehat Kunci Hindari Radikalisisasi di Dunia Digital

Rabu, 2 Agustus 2023 14:04 WIB
Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian Noor Huda Ismail (Foto: Istimewa)
Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian Noor Huda Ismail (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Perubahan cara berkomunikasi era modern berpengaruh terhadap pembentukan persepsi masyarakat. Kadang kala, persepsi terhadap kebenaran bukan tergantung dari seberapa terujinya suatu substansi, namun lebih kepada bias personal dan popularitas semata. Apalagi menyangkut informasi ‘berjubah’ agama, yang bisa membuat seseorang bisa teradikalisasi.

Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian Noor Huda Ismail menjelaskan, dalam mencari dan mencerna suatu informasi, perilaku masyarakat zaman modern cenderung mengambil yang ia butuhkan hanya dari sumber yang membenarkan yang telah ia yakini. Dalam dunia psikologi, bias kognitif ini sering disebut dengan motivated reasoning atau confirmation bias.

“Ketika kita mencari informasi, kita cenderung sudah punya pemahaman, cara pandang, atau stigma tertentu, lalu kita mencari yang membenarkan pemahaman atau cara pandang kita tadi. Hal ini terjadi bahkan sebelum adanya media sosial. Dengan adanya media sosial, kecenderungan terjadinya bias kognitif itu menjadi lebih kuat lagi,” terang Noor Huda, dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu (2/8).

Baca juga : Kabel Optik Di DKI Makan Korban Lagi

Dia menjelaskan, keadaan seperti ini diperparah dengan munculnya algoritma dalam layanan mesin pencarian seperti Google atau Bing. Sebagai contoh, penggemar klub sepak bola, maka kalau nge-klik klub yang dimaksud, seluruh informasin yang muncul yang berkaitan klub itu saja. Klub lain tidak akan muncul. 

“Dalam cara memahami ajaran agama tertentu, kalau kita sudah meng-klik, misalnya al-wala wal bara’, istilah, atau acara tertentu yang didorong oleh kelompok prokekerasan, cenderung kita akan hanya menerima informasi yang sama. Di dunia akademis biasanya ini disebut dengan filter bubble. Kita membuat bubble atau ruang kita sendiri berdasarkan dari filter atau pencarian yang kita lakukan. Inilah fenomena saat ini yang mengakibatkan polarisasi, yang berhaluan kanan jadi kanan banget, yang kiri jadi kiri banget, haluan tengah menjadi kosong,” imbuh Noor Huda.

Peraih gelar Ph.D dari Monash University ini menegaskan pentingnya mencari sumber informasi pembanding dari yang sudah diyakini. Masyarakat perlu mengadopsi tradisi berpikir kritis, untuk bisa membedakan bahwa yang di internet belum tentu semuanya benar. Kemampuan masyarakat membandingkan suatu informasi dengan hal yang sama, namun dari sumber dan perspektif yang berbeda menjadi penting.

Baca juga : Gelar Sejumlah Kegiatan, Relawan Sintawati Raih Dukungan Komunitas Di Jaksel

Menurutnya, tren medium yang digunakan serta kecenderungan cara berkomunikasi masyarakat dunia memang telah berubah. Sekarang itu percakapan baru ada tiap detik, dan komunikasi serba cepat saat ini dianggap sebagai sebuah kebenaran. Saat ini, masyarakat di seluruh dunia cenderung tidak melihat mana yang benar, tapi justru mana yang viral. 

“Kalau nggak viral ya dia tidak diperhatikan, tapi yang follower-nya banyak justru diperhatikan. Ini adalah jenis kebenaran baru. Dalam dunia akademisi, fenomena ini disebut sebagai ‘the death of expert,’ kematian para pakar,” terang Noor Huda.

Akademisi yang juga aktif sebagai pengamat isu terorisme ini juga menyoroti pentingnya belajar teknologi sebagai kenyataan yang tak terelakkan. Ini berlaku mulai dari masyarakat lapisan terbawah, hingga para pejabat yang memegang kendali. Ketika di suatu negara para pemangku kepentingannya tidak memahami perkembangan teknologi, akan berdampak buruk terhadap kebijakan atau keputusan yang diambil.

Baca juga : VIVA Group Makin Serius Garap Bisnis Digital

“Keharusan memahami perkembangan teknologi adalah pekerjaan rumah bagi semuanya. Teknologi ini kan semuanya harus belajar,” tuturnya.

Noor Huda pun berpesan, agar masyarakat tidak hanya percaya pada satu guru atau sumber, tapi harus bisa dan mau melihat dari berbagai macam sumber. Masyarakat juga harus menggunakan akal sehat untuk bisa memilih dan memilah informasi. Kemudian dalam membagikan informasi, gunakan prinsip saring sebelum sharing. 

“Saya pikir, ini skill yang penting. Karena yang kita lihat di media sosial belum tentu kebenaran. Seberapa terlihat viral atau penting suatu informasi itu sebenarnya bisa diciptakan atau direkayasa selama ada dananya,” pungkas Noor Huda.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.