Dark/Light Mode

Bantah Terima Gratifikasi, Lukas Enembe Ngaku Orang Paling Jujur Di Papua

Senin, 7 Agustus 2023 18:36 WIB
Foto: Moehammad Wahyudin/RM
Foto: Moehammad Wahyudin/RM

RM.id  Rakyat Merdeka - Lukas Enembe kekeuh mengklaim tak pernah menerima gratifikasi dari sejumlah pengusaha konstruksi selama ia menjadi Gubernur Papua. Malah, dia mengaku sebagai orang paling jujur di Bumi Cendrawasih.

"Saya tidak pernah menerima uang gratifikasi apa pun namanya. Saya orang yang kerja paling jujur di Papua!" tegas Lukas, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (7/8) malam.

Pernyataan itu diungkapkan sesaat usai Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh memberi kesempatan bertanya kepada Lukas.

Namun, Lukas malah memberi tanggapan atas kesaksian Rijatono Lakka selaku Direktur Utama (Dirut) PT Tabi Bangun Papua, PT Tabi Anugerah Pharmindo, dan CV Walibhu itu.

Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rijatono merupakan pemberi gratifikasi kepada Lukas Enembe.

Gratifikasi diberikan demi mendapat sejumlah proyek pembangunan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua.

Disebutkan, Rijatono menggelontorkan dana sebesar Rp 35.429.555.850. Rinciannya, Rp 1 miliar di antaranya dalam bentuk uang yang ditransfer melalui pegawainya yang juga keponakannya, Frederik Banne.

Selebihnya, gratifikasi diberikan dalam bentuk pembangunan dan renovasi aset-aset milik Lukas Enembe.

Baca juga : Sidang, Lukas Enembe Bolak-balik Izin Ke Toilet

Dalam kesaksiannya untuk terdakwa Lukas Enembe, Rijatono yang juga pendeta ini mengaku uang Rp 1 miliar yang ditransfer adalah milik Lukas sendiri.

Dia mengaku dipercaya oleh keluarga terdakwa, untuk mengambil uang itu di Gedung Negara (rumah dinas Gubernur Papua).

Hakim Anggota Ali Muhtarom lantas mempertanyakan, seberapa dekat saksi dengan terdakwa.

"Saya tidak bisa memberikan penilaian, tapi yang jelas beberapa pekerjaan pribadi Pak Lukas, saya yang kerjakan, saya yang dipercaya," aku Rijatono.

Hakim Ali kembali mencecar, kenapa justru saksi yang dipercaya mentransfer uang tersebut, padahal sebagai Gubernur, Lukas Enembe memiliki ajudan.

Apalagi, uang Rp 1 miliar itu ada di dalam kamar rumah dinas terdakwa.

"Karena saya kan ingin mengukur sejauh mana kedekatan saudara dengan saudara Lukas Enembe, gitu lho. Apakah dekat sekali?" cecar Hakim Ali.

Saksi Rijatono beralasan, kedekatakannya itu juga karena ia sering mengobrol dengan Lukas.

Baca juga : Setiap Minggu Pagi, Ada Pasar Sayur Organik Dan Bazaar Di Nara Kupu Jogja

"Kalau Saudara sudah dekat, kemudian saya kejar berikutnya," lanjut Hakim Ali.

Hakim Ali lalu menyinggung pernyataan saksi sebelumnya, yang menyebut uang itu akan dilakukan untuk pengobatan Lukas di Jakarta.

"Kesimpulan saya," respons Rijatono.

"Oke, tapi kemudian pada saat uang itu disetorkan ke Bank BCA oleh Frederik Banne, keponakan Saudara. Kemudian Saudara meminta bahwa uang itu akan digunakan untuk pembelian apa tadi?" tanya Hakim Ali. 

"Loader (alat berat proyek)," jawab Rijatono.

Menurut Hakim Ali, hal itu tidak nyambung sehingga menimbulkan pertanyaan.

"Kan nggak nyambung nih, kenapa bisa begitu. Kenapa tidak saudara suruh Frederik Banne, itu suruh saja bahwa itu untuk pengobatan. Selesai sudah?" cecarnya lagi.

Menurut Rijatono, itu hanya spontanitasnya saja penyampaian kepada Frederik Banne saat itu.

Baca juga : Samarkan Gratifikasi, Andhi Pramono Suruh Cleaning Service Tukarkan Valas

"Sehingga saya sampaikan, yang penting yang itu terkirim. Jadi kan isi dari aplikasi (lembar penyetoran uang di bank) itu terisi. Sehingga apa pun yang kita isi di situ tidak akan dipertanyakan lagi oleh pihak bank," bebernya.

Sedangkan sisanya, gratifikasi senilai Rp 34.429.555.850 seperti yang dituduhkan KPK, dijelaskan saksi, sebagian di antaranya adalah miliknya.

Sementara untuk pengerjaan aset lainnya dibayar oleh keluarga Lukas Enembe. Diketahui pula, Rijatono Lakka saat ini statusnya sebagai terpidana pemberi gratifikasi terhadap Lukas Enembe.

Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah memvonisnya dengan pidana lima tahun penjara.

Selain itu, ia juga wajib membayar denda sebesar Rp 250 juta subsider 6 bulan penjara.

Rijatono dinyatakan bersalah melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.