Dark/Light Mode

Praktisi Hukum Sebut Pengakuan Agus Rahardjo Tak Punya Fakta Hukum

Sabtu, 2 Desember 2023 09:43 WIB
Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo (Foto: Tangkapan layar)
Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo (Foto: Tangkapan layar)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang menyebut Presiden Jokowi pernah memintanya menghentikan penyidikan kasus e-KTP dianggap tak memiliki fakta hukum. Pernyataan Agus itu justru disebut bernuansa politis karena baru disampaikan menjelang Pemilu 2024.

"Saya melihat yang disampaikan oleh mantan Ketua KPK Agus Rahardjo ini tidak memiliki fakta hukum," kata praktisi hukum Mellisa Anggraini, Sabtu (2/12).

Mellisa berpandangan, pengakuan Agus justru lebih kepada adanya kepentingan politik menjelang Pemilu 2024. Padahal, Agus mengaku, peristiwa itu terjadi pada 2017.

Baca juga : Gara-gara Omongan Agus Rahardjo, Kasus e-KTP Ramai Lagi

"Ini kan lebih kepada bahasa-bahasa yang kita lihat tensinya bernuansa politik, terlebih lagi disampaikannya pada masa pemilu ini. Dia tidak menjelaskan secara rinci kapan itu kejadiannya. Terus kemudian ada beberapa hal yang terputus dia sampaikan, tidak runut disampaikannya," katanya.

Dia melanjutkan, saat kasus e-KTP itu bergulir, Jokowi sudah beberapa kali meminta KPK memberangus praktik-praktik rasuah di Tanah Air. Secara faktual, kasus E-KTP telah berkekuatan hukum tetap dan terdakwa telah diberikan hukuman berat.

Mellisa meragukan adanya pertemuan tersebut. Jika pun benar ada, ia menduga perintah menghentikan yang dimaksud Jokowi adalah kasus surat palsu yang pernah menjerat Agus dan mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

Baca juga : Praktisi Hukum: Iklan Susu Kreasi AI Tak Langgar UU Perlindungan Anak

"Saya tidak yakin pertemuan itu ada, namun jikapun ada jangan-jangan terkait itu (surat palsu), tetapi dipolitisir seolah-olah ini terkait e-KTP. Nah, secara faktual kita lihat dalam kasus e-KTP pada akhirnya diproses hukum, disidangkan bahkan sudah ikrah, dan putusannya berat. Dan beberapa kali keterangan Pak Jokowi untuk menindak tegas terkait koruptor dan pejabat negara yang terindikasi melakukan korupsi untuk dihukum berat," katanya.

Mellisa menganggap, pernyataan Agus kontradiktif dengan yang disampaikan Jokowi. "Secara faktualnya kontradiktif dengan apa yang disampaikan. Kalau menuding seperti itu, tentu dia punya tanggung jawab untuk membuktikannya, karena dia kan orang hukum," katanya.

Mellisa juga tak sependapat jika gagalnya intervensi Jokowi terhadap Agus menjadi dalil lahirnya revisi Undang-Undang (UU) KPK. Dia menekankan, wacana revisi UU KPK sudah ada sejak sebelum Jokowi menjadi presiden. Selain itu, inisiasi revisi UU KPK adalah DPR.

Baca juga : Praktisi Hukum: Pihak Yang Sebut Majunya Gibran Cacat Legitimasi Dapat Dipidana

"Jadi, warna-warni yang di DPR memutuskan secara bulat revisi UU KPK karena sudah lama. Nah, ini terlalu tendensius yang disampaikan, Pak Agus Rahardjo harus membuktikan tudingannya," tuturnya.

Sebelumnya, Agus mengungkap cerita soal Presiden Jokowi yang meminta KPK menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menyeret nama mantan Ketua DPR Setya Novanto. Agus menduga, momen itu menjadi salah satu pendorong lahirnya revisi UU KPK. Agus mengatakan saat itu dipanggil sendirian oleh Jokowi ke Istana.

"Terus terang pada waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian, oleh Presiden. Presiden waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno. Saya heran biasanya memanggil itu berlima, ini kok sendirian. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil gitu," kata Agus, dalam acara Rosi, yang tayang di Kompas TV.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.