Dark/Light Mode

Ahli Hukum Sebut Pencopotan Anwar Usman Karena Tekanan Opini Publik

Sabtu, 11 November 2023 20:03 WIB
Mantan Ketua MK Anwar Usman (Foto: Ng Putu Wahyu Rama/RM)
Mantan Ketua MK Anwar Usman (Foto: Ng Putu Wahyu Rama/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ahli hukum tata negara Rullyandi menilai, putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mencopot Anwar Usaman dari posisi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) cacat. Alasannya, karena putusan itu memuat tekanan opini publik.

"Putusan MKMK itu cacat karena dia memuat tekanan opini publik melalui berbagai media. Dalam sistem hukum, tidak boleh orang hukum berdasar opini publik yang paling banyak," kata Rullyandi pada diskusi "Pengujian Eksaminasi Terhadap Putusan MKMK", di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Sabtu (11/11).

Baca juga : Atang Irawan: Semestinya MKMK Tegas Ambil Putusan

Rullyandi melanjutkan, antara putusan dan sanksi yang dijatuhkan ke Anwar juga tidak sejalan. "Dia divonis melakukan pelanggaran berat, tapi vonisnya adalah menggeser ketua MK. Ini nggak benar ini," tambahnya.

Rullyandi menyebut, jika berbicara konflik kepentingan, sudah jelas hakim MK itu diusulkan melalui tiga cabang kekuasaan, yakni Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung (MA). Dengan begitu, hakim MK yang terpilih adalah seorang negarawan.

Baca juga : Curhat Setelah Dipecat Dari Ketua MK, Anwar Usman: Jabatan Itu Milik Allah

Sedangkan, tambah Rullyandi, yang diadili MK merupakan pengujian undang-undang yang notabene norma abstrak yang dibuat Presiden dan DPR. "Kalau bicara konflik kepentingan, ketika itu terpilih sebagai hakim konstitusi kita mengatakan clear itu negarawan. Karena objek yang diadili itu norma abstrak," ujarnya.

Dia menerangkan, dalam hukum acara, saksi yang didengar keterangannya di MK tidak pernah ditanya, ini ada hubungan keluarga nggak dengan para pihak. "Karena ini bukan peradilan fakta," imbuhnya.

Baca juga : Putusan MKMK: Anwar Usman Diberhentikan, Terbukti Lakukan Pelanggaran Etik Berat

Rullyandi menambahkan, ketika yang disinggung adalah pelanggaran etik, maka yang menjadi objek pelanggaran etik itu sebenarnya tidak ada. "Hakim adalah independen, dia punya keyakinan, sehingga tidak boleh diukur sampai dimana keyakinan itu," tandasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.