Dark/Light Mode

Gara-gara Omongan Agus Rahardjo, Kasus e-KTP Ramai Lagi

Sabtu, 2 Desember 2023 08:14 WIB
Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo (Foto: Tangkapan layar)
Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo (Foto: Tangkapan layar)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kasus korupsi e-KTP ramai lagi. Pemicunya, pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang mengaku pernah dipanggil Presiden Jokowi untuk menghentikan pengusutan kasus itu. Pihak Istana langsung mengklarifikasi bahwa tidak pernah ada pertemuan Jokowi dengan Agus Rahardjo.

Pernyataan Agus Rahardjo disampaikan saat menjadi bintang tamu di acara ROSI, yang tayang di Kompas TV. Di acara itu, Ketua KPK periode 2015-2019 tersebut ditanya tentang ada tidaknya intervensi terhadap KPK di masanya untuk menjadi alat kekuasaan, seperti desas-desus yang terjadi pada KPK saat ini.

Agus pun langsung bercerita, dia pernah dipanggil Jokowi ke Istana pada 2017. Dia mengaku, cerita ini baru pertama kali disampaikan ke publik. Sebelumnya, dia hanya cerita terhadap beberapa teman dekatnya saja.

“Saya terus terang pada kasus e-KTP dipanggil sendirian oleh Presiden. Presiden pada waktu ditemani Pak Pratikno (Mensesneg), saya heran kenapa saya dipanggil sendirian biasanya berlima,” ungkap Agus.

Saat itu, kata Agus, pertemuan dengan Presiden tidak diketahui wartawan. Sebab, dia diminta masuk Istana melalui pintu dekat masjid, bukan pintu dekat ruang wartawan.

Begitu masuk ke ruang pertemuan, Agus terkejut saat mendapati Jokowi sudah marah sambil bilang “hentikan!”. Mulanya Agus tidak paham, kenapa Kepala Negara marah. Setelah duduk ia baru memahami, bahwa Jokowi minta kasus e-KTP yang saat itu menjerat Setya Novanto atau Setnov dihentikan.

Baca juga : Langit Jakarta Sempat Biru, Eh Kelabu Lagi...

Agus tak menceritakan kelanjutan pertemuan tersebut. Dia hanya bilang, tak memenuhi permintaan Jokowi itu. Alasannya, KPK sudah mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) tiga pekan sebelum pertemuan itu. Aturan dalam Undang-Undang KPK lama, tidak ada Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Agus menduga, peristiwa itu erat kaitannya dengan revisi UU KPK yang membuat lembaganya masuk ke dalam rumpun lembaga eksekutif dan diberi kewenangan untuk menerbitkan SP3. “Mungkin waktu itu Presiden merasa ini Ketua KPK diperintah Presiden kok nggak mau, apa mungkin begitu,” ucapnya.

Benarkah kejadian ini? Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, yang pernah sama-sama dengan Agus, menyatakan bahwa para pimpinan KPK saat itu tahu peristiwa ini. "Ya, Pak Agus pernah bercerita kejadian itu ke pimpinan," ujar Alex. saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Jumat (1/12/2023).

Alex melanjutkan, permintaan Jokowi tersebut ditolak karena Sprindik sudah diteken Pimpinan KPK. “KPK tidak bisa menghentikan penyidikan. KPK juga sudah mengumumkan tersangka," terangnya.

Namun, pihak Istana menepis kabar ini. Koordinator Staf Khusus Presiden. Ari Dwipayana, memastikan, tidak pernah ada agenda pertemuan antara Jokowi dengan Agus seperti yang diungkapkan dalam acara ROSI. Terlebih lagi, proses hukum terhadap Setnov tetap berjalan dan berujung pada vonis 15 tahun penjara, yang diputuskan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 24 April 2018.

“Kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017 dan sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap,” tegas Ari, di Gedung Kemensetneg, Jumat (1/12/2023).

Baca juga : Mak Ganjar Gelar Pengembangan Usaha Kue Khas Bugis Di Bone

Selain itu, Ari menyebut, Presiden dalam pernyataan resmi pada 17 November 2017 dengan tegas meminta agar Setnov mengikuti proses hukum di KPK. Jokowi juga yakin proses hukum berjalan sesuai aturan yang berlaku.

Terkait dugaan Agus soal revisi UU KPK, Ari menerangkan, itu dua hal yang berbeda. Apalagi usulan revisi UU KPK datang dari DPR, bukan dari Presiden.

“Perlu diperjelas bahwa revisi Undang-Undang KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif Pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto,” pungkasnya.

Sementara, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni justru bertanya-tanya dengan maksud Agus Rahardjo yang baru mengungkap pertemuan dengan Jokowi itu, sekarang. "Kenapa mesti sekarang Pak Agus mengatakan hal yang dialaminya? Kenapa? Why?" kata Sahroni, kepada wartawan, Jumat (1/12).

Bendahara Umum Partai NasDem ini menyayangkan Agus tidak mengatakan hal itu ketika masih menjabat sebagai Ketua KPK. Padahal, kalau dibeberkan pada 2017, urusannya akan lebih jelas.

"Pak Agus sebagai Ketua KPK bicara dengan Presiden tapi membocorkannya sekarang, what happen? Kita nggak paham apa maksudnya Pak Agus kok tiba-tiba bicara di muka umum hal demikian," sambungnya.

Baca juga : Tato Wajah Dengan Gambar Kacamata

Dia lalu berbicara tentang revisi UU KPK yang diungkit Agus. Dia menegaskan, Jokowi tidak terkait dengan revisi. Sebab, revisi itu inisiatif DPR.

"Ada sembilan fraksi dari dalamnya yang setuju atas perubahan tersebut. Nggak ada kaitanya dengan Presiden. Pak Agus mestinya kasih semangat untuk KPK yang sudah prihatin, bukan jadinya bicara di muka umum tentang situasi yang belum tentu benar adanya," ucapnya.

Sedangkan Menko Polhukam Mahfud MD, tak berbicara banyak mengenai hal ini. Dia menyerahkan publik untuk menilainya.

“Biar masyarakat menilai bagaimana kasus ini, tapi memang kita tidak boleh mengintervensi penegakkan hukum. Saya sendiri nggak pernah,” ucap Cawapres nomor urut 3 ini, di Pandeglang, Banten, Jumat (1/12/2023).

Namun, berdasarkan pengalamannya, intervensi terhadap KPK memang banyak terjadi. “Dari parpol, dari pejabat-pejabat dan selalu melakukan lobi-lobi untuk mengganggu penegakan hukum,” paparnya.

Artikel ini tayang di Harian Rakyat Merdeka, edisi Sabtu (2/12), dengan judul “Gara-gara Omongan Agus Rahardjo, Kasus e-KTP Ramai Lagi”.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.