Dark/Light Mode

Sidang Gugatan Praperadilan Eks Wamenkumham

Pengacara Persoalkan Omongan Wakil Ketua KPK

Selasa, 19 Desember 2023 07:30 WIB
Mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej. (Foto: Tedy Kroen/Rakyat Merdeka/RM.id)
Mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej. (Foto: Tedy Kroen/Rakyat Merdeka/RM.id)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mulai menyidangkan gugatan praperadilan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pengacara Eddy memper­masalahkan pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada wartawan pada 9 Novem­ber 2023 malam. Saat itu, Alex mengungkapkan penetapan Eddy Hiariej sebagai tersangka sudah dilakukan sejak dua pekan sebelumnya.

Mengacu pernyataan Alex, pengacara menghitung peneta­pan tersangka terhadap Eddy dilakukan sekurang-kurangnya akhir bulan Oktober 2023.

Baca juga : Wamentan Harap Peternak Pasuruan Libatkan KUD

Sedangkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) terhadap Eddy cs baru terbit pada 24 No­vember 2023. Kemudian disu­susl Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) diterbitkan pada 27 November 2023.

Selanjutnya, pada 28 dan 29 November 2023, KPK melaku­kan penggeledahan dan peny­itaan terhadap barang bukti di rumah kediaman Yogi Arie Rukmana dan Yosie Andika Mulyadi.

"Bahwa dengan adanya Sprin­dik tertanggal 24 November 2023 dan SPDP tertanggal 27 November 2023, sedangkan informasi kepada publik telah disampaikan Termohon in casu Saudara Alexander Marwata pada tanggal 9 November 2023, yang menyebutkan penetapan tersangka atas diri Pemohon I (Eddy Hiariej) ditandatangani dua minggu sebelum tanggal 9 November 2023, maka Pem­beritahuan Dimulainya Penyi­dikan tersebut bertentangan dengan KUHAP," ujar anggota tim pengacara, Ricky Herbert Parulian Sitohang membacakan gugatan praperadilan.

Baca juga : Penyidik Pegang Empat Bukti Tersangkakan Firli

Juga dianggap melanggar Putusan Mahkamah Konsti­tusi (MK) Nomor 130/PUU-XIII/2015 yang mengatur ten­tang pemberitahuan SPDP, yang mengubah Pasal 109 ayat (1) KUHAP yang menyatakan, Pasal 109 ayat 1 Undang-Un­dang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mem­punyai kekuatan hukum mengi­kat sepanjang frasa 'penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum' tidak dimaknai 'penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat tujuh hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan.

Menurut pengacara, pemberi­tahuan dimulainya penyidikan itu harus dilakukan agar calon tersangka dapat menyiapkan pembelaan dalam proses pe­nyidikan.

Berdasarkan uraian tersebut, terdapat ketidakpastian hukum terhadap pemohon atas peneta­pan tersangka sebagai salah satu upaya paksa yang dapat dimintakan praperadilan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU/XII/2014.

Baca juga : Lanjutan Sidang Praperadilan, Firli Dapat Dukungan Dari Guru Besar

"Yaitu, apakah status ter­sangka tersebut pada akhir Ok­tober 2023 sebagaimana yang disampaikan termohon in casu Saudara Alexander Marwata pada tanggal 9 November 2023, atau apakah status tersangka tersebut saat diterbitkan Sprin­dik oleh termohon pada tanggal 24 November 2023?" ujar Ricky.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.