Dark/Light Mode

Yusril: Bawaslu Jakpus Tak Berwenang Nilai Pelanggaran HBKB

Jumat, 5 Januari 2024 19:51 WIB
Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra. Foto: Istimewa
Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra. Foto: Istimewa

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Bawaslu Jakarta Pusat tidak berwenang menilai ada atau tidaknya pelanggaran terhadap aturan-aturan di luar penyelenggaraan Pemilu.

Diketahui, Cawapres Gibran Rakabuming Raka dilaporan melakukan pelanggaran pidana Pemilu di sepanjang jalan yang dinyatakan sebagai kawasan hari bebas kendaraan bermotor (HBKB).

Bawaslu Jakarta Pusat kemudian memanggil pelapor dan Gibran untuk melakukan pemeriksaan.

"Bawaslu Jakarta Pusat tidak berwenang memutuskan ada pelanggaran, tetapi bukan pelanggaran pidana Pemilu, yang mereka kualifikasi sebagai “pelanggaran lain-lain", termasuk Aturan CFD yang termaktub dalam Pergub DKI No. 12 Tahun 2016 tentang HBKB," kata Yusril, Jumat (5/1/2024).

Yusril menegaskan, dia berulang-ulang membaca Pergub DKI Jakarta itu dan tidak menemukan pengaturan bersifat pidana, baik kejahatan maupun pelanggaran beserta sanksinya.

Misalnya, di Pasal 7 ayat (1) Pergub DKI itu memang menyebutkan bahwa pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor yang ditetapkan, kegiatan yang dapat dimanfaatkan adalah kegiatan yang bertema lingkungan hidup, olah raga serta seni dan budaya.

Sedangkan ayat (2) menyatakan, HBKB tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan partai politik dan SARA serta orasi ajakan yang bersifat menghasut.

Baca juga : Kata Yusril, Putusan Bawaslu Jakpus Terkait Gibran Langgar Aturan, Ini Alasannya

"Namun siapa yang berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, serta apa sanksinya, Pergub ini samasekali tidak mengaturnya," katanya.

Sementara Pasal 13 Pergub DKI ini hanya mengatur tugas SKPD dan UKPD terkait, antara lain menyebutkan (1) Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DKI Jakarta bertugas melakukan “pengawasan dan pengendalian kegiatan terhadap Ormas dan LSM yang melakukan kegiatan untuk kepentingan partai politik dan SARA” dan “orasi yang bersifat menghasut”.

(2) Satuan Pamong Praja Kota Administrasi bertugas antara lain “melakukan penjagaan, pengamanan dan pembinaan ketertiban umum serta penertiban terhadap pelanggaran yang terjadi selama pelaksanaan HBKB”.

Kewenangan yang diberikan kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DKI serta Satuan Pamong Praja berdasarkan Pergub DKI Nomor 12 Tahun 2016 itu yang terkait dengan pelaksanaan HBKB lebih banyak bersifat persuasif, bukan langkah penegakan hukum seperti melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Kewenangan mereka hanya di lapangan, kalau terjadi pelanggaran, maka mereka bertugas “menertibkan”, bukan mengambil langkah hukum seperti penyelidikan dan penyidikan yang menjadi kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipill (PPNS) Daerah.

Kata Yusril, patut pula Bawaslu Jakpus ketahui bahwa Peraturan Gubernur (Pergub) dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi. Peraturan Gubernur tidak boleh mencantumkan sanksi pidana apapun.

Kalau ada sanksi demikian, hal itu jelas melanggar prinsip negara hukum yang berasaskan kedaulatan rakyat.

Baca juga : Bawaslu Temukan 204 Pelanggaran Konten

Andaipun peraturan tingkat daerah memandang perlu memberikan sanksi pidana, sanksi semacam itu harus dituangkan dalam Perda Provinsi yang dibuat bersama antara Gubernur dengan DPRD, bukan dalam Pergub.

"Sanksi pidana dalam Perda itupun hanya boleh mencantumkan denda atau kurungan maksimal 6 bulan," sebutnya.

Berdasarkan telaah terhadap Pergub DKI Nomor 12 Tahun 2016 itu, maka sangat mengherankan jika Bawaslu Jakarta Pusat merasa dirinya berwenang memutuskan Gibran membagi-bagikan susu di HBKB sebagai “pelanggaran hukum”.

Sementara Pergub DKI itu samasekali tidak berisikan suatu norma hukum yang disertai dengan sanksi apapun, melainkan aturan-aturan yang bersifat persuasif dan paling jauh hanya bercorak “penertiban” belaka.

Kesimpulan yang diambil Bawaslu DKI telah bukan saja tidak profesional, tetapi juga tidak proporsional serta melampaui tugas dan kewenangannya.

"Ini bisa dianggap sebagai pelanggaran etik yang patut diperhatikan oleh Bawaslu Jakarta Pusat. Sebab jika ada pihak yang melaporkan adanya dugaan pelanggaran etik, bukan mustahil para anggota Bawaslu Jakpus itu akan diperiksa oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP," tegas Yusril.

Pihak Gibran sejauh ini belum mengambil langkah apapun terhadap Bawaslu Jakarta Pusat, kecuali menghimbau agar lembaga pengawas Pemilu itu jangan “over acting” dalam melakukan tugas sesuai kewenangannya.

Baca juga : Ini Alasan Bawaslu Jakpus Sebut Gibran Langgar Aturan

Yusril menyarankan, Bawaslu Jakarta Pusat akan terlihat lebih bijak dan profesional jika menyimpulkan bahwa setelah melakukan pemeriksaan yang seksama, Bawaslu Jakarta Pusat menyimpulkan tidak ada pelanggaran pidana Pemilu yang dilakukan Gibran pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Jakarta Pusat.

Bahwa jika ada pihak-pihak yang menganggap Gibran melakukan pelanggaran terhadap Pergub DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2016, maka Bawaslu Jakarta Pusat tidak berwenang menilai hal tersbut karena bukan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya apakah Pemda DKI akan mengambil langkah penertiban atau langkah hukum atas dugaan pelanggaran tersebut, Bawaslu Jakpus menyerahkan sepenuhnya kepada Pemda DKI.

"Kalau seperti itu sikap Bawaslu Jakarta Pusat, maka saya acungkan jempol. Karena mereka bekerja secara profesional dan tidak terkesan mencari sensasi dan popularitas," pungkasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.