Dark/Light Mode

Soal Banjir Di Braga Bandung, Pakar ITB: Perlu Ada Lembaga Khusus

Sabtu, 13 Januari 2024 09:24 WIB
Dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung FITB ITB Dr. Heri Andreas ST, MT (Foto: dok. ITB)
Dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung FITB ITB Dr. Heri Andreas ST, MT (Foto: dok. ITB)

RM.id  Rakyat Merdeka - Dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung (FITB ITB) Dr. Heri Andreas ST, MT menyampaikan pandangannya terkait musibah banjir yang menerjang permukiman warga Gang Apandi, Braga, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (11/1/2024).

Dia menggarisbawahi pentingnya pengelolaan volume air yang meningkat saat hujan deras. Menurutnya, hal tersebut dapat dilakukan dengan infiltrasi (penguatan daya serap) dan run off (penguatan daya tampung).

Jika infiltrasi diutamakan sebagai solusi, lahan terbuka hijau harus tersedia dalam jumlah yang memadai. Agar daya serap air semakin besar.

Namun faktanya, wilayah di Kota Bandung khususnya bagian utara, yang mestinya menjadi daerah serapan, sudah dipenuhi dengan permukiman.

"Sehingga, membuat solusi dengan infiltrasi atau menambah daya serap menjadi tidak realistis," ujar Heri seperti dilansir laman resmi ITB, Jumat (12/1/2024).

Opsi lainnya adalah penguatan daya tampung. Ini dapat dilakukan dengan normalisasi area sungai, naturalisasi, atau kolam retensi.

Baca juga : Relawan Ganjar Dianiaya, PDIP: Usut Tuntas Tanpa Tebang Pilih!

Namun, hal ini pun memiliki tantangan tersendiri, karena kondisi kota yang sudah padat.

"Realitasnya, apakah daya tampung dapat disiapkan secara maksimal? Karena di lapangan sudah padat, sehingga sulit untuk pelebaran sungai. Kolam retensi pun sulit dilakukan. Akhirnya yang memungkinkan, ditanggul setinggi mungkin. Persoalannya, ketika tanggul tersebut jebol, bencananya juga luar biasa," beber dosen dari Kelompok Keahlian Sains Rekayasa dan Inovasi Geodesi itu.

Dia bilang, kapasitas Sungai Cikapundung relatif kecil. Sehingga, tidak dapat menampung volume air yang besar.

"Pemerintah sudah melakukan mitigasi melalui pembuatan tanggul, sehingga bisa sedikit menambah kapasitas sungai. Air tidak luber ke samping kiri dan kanan sungai. Tapi, ketika volume airnya besar, ada potensi tanggulnya jebol," jelas Heri.

Curah hujan, lanjutnya, memiliki karakteristik rendah, tinggi, dan bisa sangat tinggi serta memiliki masanya. Hingga akhirnya, muncul siklus banjir 5 tahunan. Bisa juga dalam waktu yang lebih cepat atau lama.

"Banjir kemarin itu, kemungkinan volume yang biasa terjadi sekian puluh tahunan. Jadi, ada anomali curah hujan yang sangat besar," terang Heri.

Baca juga : Di Usia 7 Tahun, PIS Catatkan 7 Prestasi Membanggakan

Dia pun mencontohkan sejumlah kota di negara seperti Jepang, Amerika Serikat, Cina, Thailand, dan Filipina yang sudah menerapkan infiltrasi dengan sangat baik. Sehingga, dapat mengantisipasi bila ada siklus banjir tertentu.

"Infiltrasi di Jepang dibuat bagus, kapasitasnya dibuat sangat besar. Kiri kanan sungai dapat menampung, seandainya ada banjir," tutur Heri.

Kalau hujannya kecil, pinggiran sungai di Jepang bisa menjadi area bermain hingga fasilitas olahraga. Ketika curah hujannya tinggi, bisa menjadi daya tampung banjir.

Solusi lain yang sudah ada di Tokyo, Jepang adalah katedral bawah tanah yang dibangun di bawah infrastruktur gedung-gedung untuk daya tampung air yang sangat luar biasa.

Di Hongkong, yang kotanya sudah padat, penanganan banjirnya dilakukan dengan pembangunan underground tunnel, atau pembesaran gorong-gorong di bawah tanah sebagai opsi lain dari aliran sungai.

Rencana Strategi

Menurut Heri, pemerintah perlu menyusun rencana strategi (renstra) jangka panjang, misalnya 20 tahun ke depan untuk penanganan banjir.

Baca juga : Cuaca Hari Ini Di Tangerang Dominan Mendung, Tapi Masih Panas Tidak Hujan

Selain itu, dia juga menekankan perlunya pembentukan lembaga khusus yang fokus menangani banjir.

"Belum ada pihak yang fokus dan bertanggung jawab menangani banjir. Dari sisi kelembagaannya, entah itu koordinasi antar lembaga, atau lembaga yang benar-benar berdedikasi untuk urusan banjir, itu masih belum khusus ada," tutur Heri.

Upaya lain adalah mempersiapkan daya tampung dan menambah infiltrasi. Antara lain melalui peningkatan program biopori, normalisasi, dan naturalisasi.

Karena memerlukan waktu yang panjang, Heri mengingatkan pentingnya investasi yang lebih tinggi untuk mengurangi kerugian yang lebih besar akibat banjir.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.