Dark/Light Mode

Milisi Etnis Bersatu Lancarkan Serangan Gabungan, Myanmar Bergolak Lagi

Senin, 18 Desember 2023 04:01 WIB
Para milisi Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang mempersiapkan senjata mereka di tengah bentrokan dengan militer Myanmar di kota Namhsan, di negara bagian Shan utara, pada 13 Desember 2023. (Foto AFP)
Para milisi Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang mempersiapkan senjata mereka di tengah bentrokan dengan militer Myanmar di kota Namhsan, di negara bagian Shan utara, pada 13 Desember 2023. (Foto AFP)

RM.id  Rakyat Merdeka - Milisi sejumlah etnis di Myanmar kompak melancar serangan gabungan. Negara yang juga disebut Burma itu kembali bergolak.

Milisi etnis minoritas yang memerangi junta militer Myanmar mengklaim, telah merebut pusat perdagangan di Negara Bagian Shan pada Sabtu (16/12/2023). Hal ini terjadi beberapa hari usai China mengatakan, telah menengahi gencatan senjata sementara di Myanmar.

Melansir AFP, bentrokan terjadi di Negara Bagian Shan, Myanmar utara. Tentara Arakan (AA), Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA) dan Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang (TNLA) melancarkan serangan gabungan pada akhir Oktober lalu. Tiga kelompok itu pun berhasil merebut kota di bagian utara Shan.

Tiga kelompok sekutu tersebut dikenal sebagai Aliansi Tiga Persaudaraan. Mereka mengaku telah merebut posisi militer dan pusat perbatasan yang penting untuk perdagangan Myanmar dengan China.

Baca juga : Serap Aspirasi, Ganjar Blusukan Ke Pasar Kranggan, Bekasi

Pada Kamis (14/12/2023), Beijing mengumumkan ada gencatan senjata sementara antara aliansi tersebut dan militer Myanmar. Disepakati masa damai di wilayah yang dikuasai MNDAA. Namun, bentrokan terus berlanjut di wilayah yang dikuasai TNLA dan AA.

TNLA mengatakan, mereka merebut Kota Namhsan pada Jumat, setelah melancarkan serangan di daerah tersebut lebih dari dua pekan lalu. “Kami menguasai kota itu,” kata Brigadir Jenderal Tar Bhone Kyaw kepada AFP.

TNLA memposting rekaman video di Facebook yang menunjukkan para pemimpin kelompok tersebut mengunjungi kota itu dan berbicara dengan tentara junta yang ditawan. Juru Bicara tentara Myanmar, Brigadir Jenderal Zaw Min Tun, mengatakan kepada saluran TV milik Pemerintah, MRTV pada Jumat, bahwa pertempuran terus berlanjut di sekitar Namhsan.

Menurut Tar Bhone Kyaw dari TNLA, tentara Myanmar juga kehilangan Zona Perdagangan 105-Mile, jalur perdagangan utama di perbatasan dengan China di Kotapraja Muse, Negara Bagian Shan. Kotapraja merupakan wilayah setingkat kecamatan, dan menjadi bagian dari Daerah Tingkat II (Kabupaten).

Baca juga : Lebih Dekat Dengan Pelanggan, Ria Busana Tambah Gerai Di Cianjur

Secara total, aliansi tiga kelompok tersebut mengatakan, mereka telah merebut 422 pangkalan dan tujuh kota dari tentara Myanmar sejak 27 Oktober lalu. Serangan aliansi tersebut telah membangkitkan semangat penentang junta lainnya dan bentrokan telah menyebar ke timur dan barat Myanmar.

Kudeta Militer Dorong Pengungsian

Menurut Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), lebih dari setengah juta orang di Myanmar terpaksa meninggalkan rumah mereka. Selain itu, sejak kudeta Februari 2021, junta telah memenjarakan hampir 20.000 orang dan menyebabkan hampir 1 juta orang menjadi pengungsi internal.

Peneliti dari Lowy Institute --lembaga think tank independen yang berkantor pusat di Sydney, Australia-- Rahman Yacoob mengatakan, ada beberapa indikator yang menunjukkan bahwa pemberontak unggul di medan perang. Mengingat kebrutalan junta, para pemberontak diperkirakan justru mendapat banyak dukungan rakyat.

Keberhasilan cepat pemberontak dalam merebut beberapa pos terdepan Tatmadaw (Angkatan Bersenjata Myanmar) telah memungkinkan mereka mengakses senjata dan amunisi tambahan. Junta militer Myanmar pernah mengerahkan angkatan udaranya untuk menyerang sasaran-sasaran sipil. Rahman menilai, ini menghilangkan rasa simpati dan cinta masyarakat sipil terhadap para jenderal.

Baca juga : DPR-Pemerintah: Pertambangan Di Pulau Kecil Tidak Dilarang

Tatmadaw pun tampak kewalahan. Selain menghadapi pemberontak, junta juga harus menghadapi pasukan anti-junta di wilayah di bawah kendalinya. Salah satunya seperti yang ditunjukkan dengan adanya laporan pembunuhan terhadap salah satu kroni junta di Yangon.

Sebuah studi baru-baru ini memperkirakan, kekuatan Tatmadaw sekitar 150.000 personel, dengan 70.000 di antaranya siap bertempur. Mengingat Myanmar secara geografis lebih besar dari Vietnam, dan dipenuhi hutan lebat serta pegunungan, Tatmadaw akan kesulitan melawan pasukan pemberontak di seluruh negeri secara serentak. 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.