Dark/Light Mode

Lindungi Kaum Perempuan dari Radikalisme

Rabu, 6 Maret 2024 17:57 WIB
Guru Besar Bidang Lektur Keagamaan LIPI Prof Siti Musdah Mulia (Foto: Istimewa)
Guru Besar Bidang Lektur Keagamaan LIPI Prof Siti Musdah Mulia (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Rekrutmen kaum radikal tidak hanya menyasar laki-laki, perempuan juga. Bahkan, kaum bawa dianggap lebih mudah direkrut dengan memanfaatkan media sosial.

Guru Besar Bidang Lektur Keagamaan pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Siti Musdah Mulia menyayangkan fenomena mudahnya perempuan mengikuti gerakan radikal. 

“Kelompok radikal mengerti bahwa perempuan mudah tertarik dengan isu agama, dan hal itu dimanfaatkan dengan baik dalam proses radikalisasi,” ungkap Prof Musdah, di Jakarta, Rabu (6/3).

Baca juga : Ini Biang Kerok Pertumbuhan Industri Kimia Hulu Melorot

Untuk itu, kata anggota Dewan Penasihat Jaringan GUSDURian ini, keberlanjutan penanggulangan radikalisme dan terorisme harus menjadikan perempuan sebagai sasaran prioritas. Sebabnya, perempuan dianggap sebagai figur terdekat dengan anak-anaknya.

Ia menambahkan, pola perekrutan jaringan teror terhadap anak-anak dan remaja diawali dengan merekrut kaum perempuan yang berperan sebagai ibu mereka. Selain untuk memudahkan proses doktrinasi, perempuan juga dianggap sebagai simbol keharmonisan dan kekuatan dalam suatu masyarakat.

“Karena hal tersebut, dalam suatu peperangan biasanya salah satu strategi penaklukan wilayah adalah dengan menguasai kaum perempuan dari negara sasaran. Perempuannya diperkosa supaya masyarakat atau bangsa itu menjadi ketakutan sebagai bentuk psywar (psychological warfare),” terang Prof Musdah. 

Baca juga : Mahasiswa Malaysia Kunjungi Program CSR Pertamina Patra Niaga Regional JBB

Lebih lanjut, Prof Musdah mengungkapkan pentingnya memerhatikan aspek edukasi dan advokasi masyarakat Indonesia, khususnya perempuan. Itu penting mengingat potensi bahaya yang begitu besar dapat terjadi jika Indonesia gagal dalam melibatkan perempuan.

“Ini semua menjadi tanggung jawab besar Pemerintah beserta instansi-instansi yang mengampu persoalan perempuan dan penanggulangan terorisme,” imbuhnya.

Ia menyayangkan jika masih banyak perempuan yang terjebak pada doktrin yang mengharuskan mereka untuk tunduk dan patuh tanpa memiliki hak bertanya atau menolak. Menurutnya, rasionalitas harus tetap hidup dalam menjalankan perintah agama, terlebih lagi jika membahas kesetaraan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan.

Baca juga : SIM Keliling Jakarta Jumat 23 Februari, Hadir di 5 Lokasi

Prof Musdah menerangkan, indoktrinasi bahwa perempuan harus memiliki ketaatan secara absolut tanpa adanya ruang argumentatif dan logis membuat kaum hawa lebih mudah dipengaruhi. Karena itu, peran Pemerintah, tokoh masyarakat, cendekiawan, hingga keluarga sebagai cakupan terkecil masyarakat, penting untuk menanamkan kemampuan untuk mengkritisi suatu narasi atau argumentasi.

Dia juga memberi masukan bahwa upaya penanggulangan terorisme jangan hanya berupa program yang sifatnya ad-hoc atau sekali waktu saja. Maraknya radikalisasi kaum perempuan, jika dibiarkan akan memicu instabilitas yang akan mengacaukan Indonesia.

“Upaya penanggulangan intoleransi, radikalisme, dan terorisme sangat bergantung dari kepedulian negara dalam mengatasi berbagai isu perempuan Indonesia. Bentuk edukasi yang dibutuhkan tentunya tidak cukup hanya diskusi publik saja, namun diperlukan program yang langsung menyentuh para guru, ibu rumah tangga, hingga kelompok pengusaha dan korporasi. Kaum perempuan dan kelompok masyarakat lainnya perlu dicerahkan secara berkesinambungan tentang bahaya radikalisme dan terorisme,” pungkas Prof Musdah.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.