Dark/Light Mode

Pasca Pencoblosan Pilpres, Politik Mulai Adem Ekonomi Degdegan

Jumat, 8 Maret 2024 08:50 WIB
Ratusan warga Kelurahan Joglo mengantre untuk mendapatkan beras gratis di Jakarta, Rabu (28/2/2024). (Foto: Rizki Syahputra/RM)
Ratusan warga Kelurahan Joglo mengantre untuk mendapatkan beras gratis di Jakarta, Rabu (28/2/2024). (Foto: Rizki Syahputra/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Seperti apa kondisi politik dan ekonomi Indonesia usai pencoblosan Pemilu 2024? Rasa-rasanya, tensi politik mulai adem meski pemenang Pilpres baru akan diumumkan akhir bulan ini. Yang bikin degdegan justru di sektor ekonomi. Di dalam negeri, harga sembako pada naik. Sedangkan di dunia, kondisi ekonomi masih belum stabil.

Pasca pencoblosan, situasi politik yang sempat panas, perlahan mulai adem. Aksi saling serang antar kubu capres sudah jauh menurun. Memang masih ada riak-riak, tapi situasinya relatif dingin. Para politisi tampaknya masih sibuk menjaga suara di dapilnya masing-masing.

Namun, di tengah suasana politik yang adem ini, ada persoalan ekonomi yang bikin rakyat menjerit. Sejak awal tahun lalu, harga pangan, terutama beras mulai bergerak naik. Kenaikannya ugal-ugalan. Pemandangan warga mengantre panjang untuk mendapat beras murah tampak di berbagai daerah.

Sudah dua bulan, harga beras masih belum bisa dikendalikan. Mendekati bulan Puasa ini, harga beras kembali terkerek. Tak cuma beras yang harganya naik. Harga pangan lain seperti telor, minyak goreng, daging, bawang, dan cabe-cabean ikutan melompat.

Baca juga : Jokowi Senyum, Hadirin Tepuk Tangan

Bank Indonesia (BI) sudah mewanti-wanti soal gejolak harga pangan ini. Pasalnya, tingkat kenaikan inflasi harga pangan sudah melebihi tingkat kenaikan upah minimum regional (UMR) dan kenaikan gaji PNS.

Dalam acara Rapat Koordinasi Pengamanan Pasokan dan Harga Pangan di Jakarta, awal pekan ini, Kepala Departemen Regional BI Arief Hartawan menekankan pentingnya menjaga gejolak inflasi harga pangan di bawah 5 persen.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi harga pangan setahun terakhir mencapai 8,47 persen. Sementara gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) rata-rata kenaikan gaji PNS dalam 5 tahun terakhir hanya 6,5 persen. Dan untuk UMR, naiknya hanya kurang dari 5 persen dari 2020-2024. “Jangan sampai kenaikan harga pangan menggerogoti penghasilan mereka,” kata Arief, mewanti-wanti.

Arief mengatakan, terjaganya harga pangan menjadi kunci stabilitas sosial dan keamanan nasional.

Baca juga : Pengeluaran Dana Kampanye: Anies 49 M, Prabowo 208 M, Ganjar 506 M

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati meminta Indonesia tidak terlena dengan pertumbuhan ekonomi, mengingat inflasi sektor pangan yang masih tinggi karena naiknya harga-harga.

Apalagi Indonesia memasuki bulan ramadan dan hari raya Idul Fitri. Momen ini, kata dia, menjadi salah satu yang harus diwaspadai. “Terutama pada Ramadan dan hari raya perlu diwaspadai dan diatasi,” sebut dia.

Kekhawatiran juga disampaikan Direktur Center of Economics and Law Study (Celios) Bhima Yudhistira. Bhima mengatakan, kenaikan harga pangan menjadi persoalan yang super sensitif ke daya beli. “Tingginya harga pangan membuat masyarakat jatuh miskin,” kata Bhima, kepada Rakyat Merdeka, Kamis (7/3/2024).

Kata dia, fenomena ini juga berlaku di pedesaan. Petani padi ikut jatuh miskin karena kenaikan harga beras. Pasalnya, kenaikan harga beras tak berdampak signifikan terhadap kesejahteraan petani.

Baca juga : 01 Dan 03 Saling Tunggu, Angket Jalan Di Tempat

Kenaikan harga pangan, kata dia, jelas berdampak pada pekerja yang mendapat upah UMR. Kenaikan upah tidak sebanding dengan kenaikan harga bahan pangan. Artinya lebih besar pasak dari pada tiang.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.