Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Denny JA, Fernando Botero Dan Lukisan AI Di Mahakam 24 Residence
Rabu, 5 Juni 2024 22:12 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Ada kesamaan antara Fernando Botero, pelukis ternama asal Kolombia yang saya kagumi, dengan Denny JA, tokoh top Indonesia di bidang konsultan politik, kepenulisan dan seni budaya, soal lukisan. Setidaknya tentang substansi lukisan. Botero dan Denny JA, menurut saya, sama-sama mempunyai pandangan bahwa karya seni harus memberikan kesenangan.
"Art was created to give a pleasure". Begitu pandangan Botero yang kerap dia gaungkan dalam banyak kesempatan semasa hidupnya.
Fernando Botero banyak dikritik soal pandangannya ini. Tapi dia bergeming. Bahkan beberapa bulan sebelum kematiannya di akhir 2023, dalam sebuah wawancara dengan The New York Times, dia bersikukuh dengan pandangannya itu.
Denny JA juga tampaknya memiliki pandangan serupa, dengan cara yang berbeda, yakni melukis dengan bantuan Artificial Intelegent (AI). Hal ini dibuktikan dengan jumlah karya lukis yang telah ia lahirkan, mencapai ratusan lukisan.
Baca juga : Denny JA Bicara Agama Cinta Dan Paradoks Dunia Modern
"Kutiupkan napasku dan emosi ke dalam lukisan yang dibantu oleh Artificial Intelligence" begitu kutipan Denny JA yang tertulis di atas kanvas dan dipajang di sudut Mahakam Residence 24, yang saya lihat saat berkunjung ke sana awal Juni 2024 ini.
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa lukisan AI adalah cara Denny JA mengemas keresahan, cara pandang dan narasi dalam bentuk seni yang indah untuk memberi kesenangan pada siapapun yang melihatnya.
Namun berbeda dari Botero, lukisan Denny JA tidak dipajang di galeri seni ataupun museum, melainkan di hotel. Sebanyak 188 lukisan AI karya Denny JA dipajang dengan rapi di Mahakam 24 Residence, sebuah hotel yang terletak di kawasan premium, yakni Mahakam di Jakarta Selatan.
Lukisan-lukisan tersebut menambah sentuhan aesthetic dan membawa ambience bak galeri seni pada hotel enam lantai itu. Lukisan-lukisan itu bukan hanya memanjakan mata para pengunjung hotel, melainkan juga membawa cerita yang bisa ditafsirkan dengan merdeka oleh setiap orang yang melihatnya.
Cara Denny JA memamerkan lukisannya itu memperkaya cara pandang saya mengenai lukisan. Jika menyebut kata “lukisan”, hal yang melintas di benak saya kini bukan saja “galeri seni atau museum”. Tetapi kini juga muncul dinding enam lantai di sepanjang selasar hotel tersebut.
Saat berkunjung ke hotel tersebut, saya menyempatkan diri untuk berkeliling di setiap lantainya. Menikmati satu per satu lukisan yang dipamerkan. Meski begitu, pikiran saya berkeliaran. Saya kira pengunjung hotel juga bertanya-tanya, Bagaimana caranya sang pelukis melahirkan ratusan lukisan dengan beragam tema itu. Apalagi jika mereka tahu bahwa yang melukis adalah seorang konsultan politik, bukan pula seorang pelukis profesional sejak dulu.
Tidak berlebihan rasanya jika sederet tokoh dan media nasional menyebut Denny JA sebagai pelukis dengan AI pertama di Indonesia. Memang, sampai saat ini belum muncul nama lain pelukis lain yang menyelesaikan karyanya berbantuan dengan AI.
Namun, AI bukanlah fondasi dari lukisan yang dibuat oleh Denny JA. Sama seperti cat dan kuas, AI hanya salah satu alat yang digunakan untuk melukis.
Baca juga : Penambahan Kementerian Bisa Dilakukan, Asal Sesuai Aturan
Fondasi dan ruh utamanya justru kental terasa dari kemampuan Denny JA dalam menangkap fenomena sosial dan menempatkan sudut pandang serta narasi yang kemudian dikemas dalam bentuk lukisan.
Saya tersentuh ketika berada di lantai paling atas. Di lantai ini dipasang sejumlah lukisan yang menggambarkan imajinasi anak-anak. Sesaat memandang lukisan itu, memori masa kecil saya bangkit dan bekelebat dengan cepat dari alam bawah sadar.
Mata saya nyaris tidak berkedip ketika menatap lukisan yang menggambarkan anak kecil duduk di atas pesawat kertas yang sedang terbang. Saya ikut larut ke dalam lukisan tersebut. Saya dibawa ke masa silam seorang gadis kecil dari sebuah desa di Bogor yang asyik bermain dengan pesawat kertas. Begitu asyiknya, hingga saya serasa ikut terbang di atas pesawat itu, terbang mengikuti kemana angin membawa. Seperti kata Botero ada rasa senang terasa di hati ketika menatap lukisan ini.
Satu lantai di bawahnya, Imajinasi saya berbalik arah. Saya melihat penderitaan manusia di Gaza, Palestina. Ada satu lukisan yang paling menyentuh hati saya: seorang bocah laki-laki berlutut di tengah reruntuhan bagunan, di atasnya ada langit berwarna merah. Bocah itu mengenakan kaus lusuh dengan gambar bendera Palestina di dadanya. Dengan tatapan nanar, bocah yang bertelinga besar itu memandangi sekitarnya. Seolah-olah telinganya itu mendengar sekecil apapun suara di sekitarnya. Di punggungnya terdapat sepasang sayap yang lebar, bak burung yang bersiap terbang.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya