Dark/Light Mode

Denny JA: Benahi Pemilu Bukan Angket, Tapi Kajian Akademisi

Rabu, 6 Maret 2024 19:00 WIB
Denny JA (tengah). (Foto: Ist)
Denny JA (tengah). (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pendiri LSI, Denny JA buka suara soal wacana penggunaan hak angket di DPR untuk menyelidiki kecurangan Pemilu. Bukan hanya Pilpres yang perlu dievaluasi, tapi juga Pileg. 

“Evaluatornya jangan politisi, partai politik, atau DPR, yang bias karena kepentingan politiknya, tapi peneliti, akademisi, yang kredibel, yang berada di kampus dan lembaga riset,” ujarnya dalam diskusi di Creator Club, seperti dikutip, Rabu (6/3/2024).

Nantinya, hasil kajian akademis atas kecurangan yang terjadi dijadikan bahan untuk perbaikan dan penyempurnaan Undang-Undang Pemilu ataupun Undang-Undang Presiden.

Menurut Denny, isu  pemilu curang bergema di berbagai tempat di tanah air. Survei LSI pada Februari 2024 mencatat 31,4 persen publik percaya pemilu ini curang. Namun, ada sekitar 60,5 persen yang mengatakan pemilu ini tidak curang.

Baca juga : Survei LSI: Kepuasan Terhadap Pemilu Turun, Tapi Masih 83,6 Persen

Masih jauh lebih banyak yang merasa Pemilu 2024 tidak curang. Perbandingannya, dari tiga warga, dua menyatakan Pemilu tidak curang, satu menyatakan Pemilu curang.

Menurut dia, meluasnya isu pemiu curang tak hanya terjadi di negara yang sedang dalam tahap “Transisi ke Demokrasi” seperti Indonesia. Isu pemilu curang juga terjadi dalam opini publik di negara yantg demokrasinya sudah terkondolidasi seperti di Amerika Serikat.

Donald Trump ketika kalah dalam Pilpres 2020, keras sekali ia meyakinkan publik: “Saya menang. Tapi Joe Biden telah mencuri pemilu. Saya dikalahkan oleh pemilu yang curang.”

Trump mengatakan itu berulang-ulang. Akhirnya  dalam survei di Amerika Serikat, bahkan tiga tahun setelah Pemilu, sepertiga penduduk Amerika Serikat juga meyakini Pemilu berlangsung dengan curang. 

Baca juga : Panasnya Hak Angket Nggak Bikin Demam

Untuk kasus Indonesia, sejak Pilpres 2024, pihak yang kalah Pilpres selalu menyatakan Pilpres berlangsung dengan curang. Tak ada Pilpres di Indonesia sejak 2004 tanpa isu pemilu curang.

Namun, ketika datang era pembuktian curang di di Mahkamah Konstitusi, pihak yang menuduh curang gagal membuktikannya. 

Dia mengatakan, pada 20 Maret 2024 nanti, KPU akan mengumumkan Prabowo-Gibran menang satu putaran, di angka sekitar 58 persen. Menurut dia, hasil KPU tak akan beda dengan hasil Quick Count LSI Denny JA. Selisihnya paling jauh hanya 0,5-1 persen saja.

Hasil KPU yang memenangkan Prabowo satu putaran hanya bisa dibatalkan oleh keajaiban. Yaitu jika pihak yang menggugat dapat membawa bukti yang tak terbantahkan sebanyak sekitar 13 juta-20 juta suara coblosan suara ke Prabowo- Gibran yang salah.

Baca juga : Sore Ini, Persita Mau Bangkit Di Kandang Sendiri

Menurut Denny, isu kecurangan pemilu perlu diletakkan secara proporsional. Pasti ada kecurangan. Dan kecurangan itu dilakukan oleh setiap kubu yang bertarung.

Untuk kepentingan hidup bernegara, apapun kecurangan itu perlu didokumentasi untuk perbaikan ke depan. Demokrasi selalu memerlukan proses penyempurnaan dan pematangan.

Guna mengevaluasi Pemilu curang itu secara obyektif dan tidak bias, solusinya bukan hak angket, solusinya adalah kajian akademis.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.