Dark/Light Mode

Penjualan Rokok Eceran Dilarang

Semoga Masyarakat Bebas Dari Jebakan Zat Adiktif

Jumat, 2 Agustus 2024 07:25 WIB
Peraturan pemerintah tentang UU kesehatan melarang penjualan rokok dalam bentuk eceran atau ketengan. (Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)
Peraturan pemerintah tentang UU kesehatan melarang penjualan rokok dalam bentuk eceran atau ketengan. (Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

RM.id  Rakyat Merdeka - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan resmi melarang penjualan rokok secara eceran atau ketengan. Para pegiat anti-rokok berharap, aturan baru ini dapat membebaskan masyarakat Indonesia dari jebakan zat adiktif seperti rokok.

Ketua Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) Hasbullah Thabrany mengapresiasi sejumlah larangan yang diatur dalam PP Nomor 28 tahun 2024. Di antaranya, larangan men­jual rokok kepada orang berusia di bawah 21 tahun, larangan menjual rokok secara eceran dan larangan menjual produk tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.

Hasbullah berharap, seluruh aturan baru tersebut dijalankan konsisten, utamanya soal pen­gendalian produk tembakau.

“Apa yang kita perjuangkan melalui PP Kesehatan adalah upaya strategis membangun gen­erasi yang akan datang,” ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (31/7/2024).

Baca juga : Dishub Diminta Gercep Atasi Kisruh Mikrotrans

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) ini meni­lai, PP Kesehatan akan men­jadi langkah awal memperkuat pemahaman Pemerintah tentang pengendalian produk tembakau.

“Kami sudah lama memper­juangkan pengaturan zat adiktif. Perjuangan ini untuk menyehat­kan dan melindungi masyarakat, terutama masyarakat miskin dari jebakan zat adiktif. Jadi, uang yang susah payah mereka kum­pulkan tidak dihabiskan untuk merokok,” tegasnya.

Ketua Tobacco Control Support Center, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Sumarjati Arjoso juga mendukung larangan penjualan rokok eceran. Pasalnya, penjualan rokok secara eceran atau terjangkaunya harga, membuat banyak anak menggunakan uang jajannya untuk membeli rokok.

Sumarjati berharap, kualitas sumber daya manusia harus mampu bersaing, produktif dan tidak kalah dengan negara lain. Salah satu caranya, generasi muda harus dilindungi dari bahaya rokok.

Baca juga : Tim Samurai Biru Siap Beri Kejutan

“Berdasarkan data BPS, pengeluaran terbanyak kedua dari keluarga tidak mampu adalah rokok. Bahkan, ada yang dapat bansos malah digunakan untuk beli rokok. Sejumlah keluarga miskin tidak makan, tapi masih tetap beli rokok,” sesalnya.

Lebih lanjut, Sumarjati me­nyatakan, pembatasan konsumsi rokok juga akan menurunkan risiko penyakit tidak menular seperti stroke, jantung dan kanker.

Selama ini, lanjut dia, penyakit-penyakit tersebut menjadi beban terbesar bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam pem­bayaran klaim.

“Bukan hanya biaya berobat, kualitas dan produktivitas yang sakit juga menurun. Kondisi ini sangat tidak kita harapkan terjadi pada generasi muda Indonesia,” cetusnya.

Baca juga : The Dream Team Menyala

Sementara, Ketua Pusat Jaminan Sosial UI, Aryana Satrya menilai, jumlah perokok di Indonesia sudah sangat mem­prihatinkan. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) ta­hun 2023, jumlah perokok aktif mencapai 70 juta orang.

“Dari angka tersebut, 7,4 persen di antaranya pelajar, yaitu 10–18 tahun. Kelompok anak dan remaja merupakan kelompok dengan peningkatan jumlah perokok yang paling signifikan,” jelasnya.

Aryana menilai, Pemerintah belum sepenuhnya melihat ro­kok sebagai penyebab ancaman kesehatan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.