Dark/Light Mode

KPK Minta Ditjen Pajak Laporkan Perusahaan Nakal

Kamis, 28 November 2019 13:07 WIB
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata. (Foto: Tedy O.Kroen/Rakyat Merdeka)
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata. (Foto: Tedy O.Kroen/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) lebih aktif dalam upaya pemberantasan korupsi. Salah satunya, melalui pertukaran informasi antara KPK dan Ditjen Pajak, terutama menyangkut korporasi.

"Kita ingin sebetulnya ada pertukaran informasi antara KPK dan Ditjen Pajak. Misalnya KPK belum bisa menyentuh sektor privat korporasi, tapi pajak bisa," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat membuka Workshop Optimalisasi Kerjasama Penegak Hukum dan Otoritas Pajak dalam Upaya Pengembalian Kerugian Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pajak (Komparasi Praktek Terbaik Negara Lain) di Jakarta, Kamis (28/11).

Baca juga : Para Pewaris Nabi, Bersedia?

Alex menyebut, ada perusahaan-perusahaan yang mendapatkan proyek pemerintah menjalankan bisnisnya dengan cara tidak halal. Namun, KPK tidak dapat berbuat banyak lantaran tidak semua kasus korupsi dilaporkan. Untuk itu, Alex mendorong jajaran Ditjen Pajak memeriksa perusahaan pemegang lelang dan melaporkan kepada aparat penegak hukum jika ditemukan adanya penyimpangan.

"Tidak semua kasus suap itu dilaporkan ke KPK, artinya apa, ya praktik itu tetap sampai sekarang itu berjalan. Saya yakini, kalau teman-teman dari dirjen pajak memeriksa perusahaan-perusahaan pemenang lelang, dan menemukan misalnya struktur biayanya itu ada biaya yang tidak resmi misalnya buat ini buat pejabat itu, itu kan informasi buat KPK juga dapat menindak," tuturnya.

Baca juga : Hadiri COP25, KLHK Pertegas Komitmen Perubahan Iklim

Alex bilang, banyak hal yang bisa disinergikan antara KPK dan Ditjen Pajak untuk penegakan hukum sekaligus mengoptimalkan penerimaan negara melalui pajak. Dalam kasus dugaan suap di Garuda Indonesia misalnya, pihak perantara mendapat imbal balik dari perusahaan Inggris, Rolls Royce sebesar USD 11 juta. 
Menurut Alex, Ditjen Pajak seharusnya dapat mengenakan pajak terhadap perantara yang menerima jutaan dolar. 

"Ketika informasi luar biasa, kita sampaikan ke Ditjen Pajak kemudian atas penghasilan orang itu sebesar USD 11 juta, itu bisa dikenakan pajak. Banyak informasi yang dimiliki KPK, terkait dengan kekayaan seseorang, kekayaan korporasi termasuk korporasi-korporasi yang terlibat korupsi. Ini informasi-informasi sangat sayang sekali kalau kemudian ya dari KPK dari segi korupsinya bisa kita tindak, tapi informasi itu tidak kita manfaatkan. Kita mau berbagi informasi ya kalau informasi itu memang sudah terbuka," tandasnya. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.