Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Hukum Mati Koruptor Cuma Manis di Bibir

Rabu, 11 Desember 2019 07:02 WIB
Hukum Mati Koruptor Cuma Manis di Bibir

RM.id  Rakyat Merdeka - Presiden Jokowi membuka peluang koruptor bisa dihukum mati. Hanya saja, realisasi hukuman ini masih sulit. Apalagi, banyak hakim yang sering memberikan hukuman ringan bagi koruptor. Hukum mati bagi koruptor hanya manis di bibir.

Wacana hukuman mati bagi koruptor kembali ramai dibicarakan dalam dua hari terakhir. Wacana ini dimulai saat Presiden Jokowi menghadiri drama “Prestasi Tanpa Korupsi”, di SMK 57, Jakarta, Senin kemarin.

Dalam acara itu, seorang siswa SMK bertanya pada Jokowi kenapa negara kita tidak berani menghukum koruptor. Jokowi menjelaskan, Indonesia belum menghukum mati koruptor karena tidak ada Undang-Undang yang mengaturnya. Ancaman hukuman mati baru bisa diberikan kepada pelaku korupsi yang berkaitan dengan bencana alam.

Meski begitu, kata Jokowi, ke depannya, hukuman mati itu bisa diterapkan. Asal disetujui rakyat, pemerintah bisa mengusulkan revisi UU Tipikor agar koruptor bisa dihukum mati. “Ya, bisa saja kalau jadi kehendak masyarakat,” kata Jokowi. Meski begitu, legislasinya tetap harus disetujui DPR.

Wacana tersebut mendapat sambutan luas. Dari menteri, anggota Dewan, sampai para pegiat antikorupsi ramai menanggapi wacana tersebut. Mungkinkah dilakukan revisi agar koruptor dihukum mati?

Baca juga : Moskow Jadi Kota Tujuan Wisata Terbaik Dunia

Menkumham, Yasonna Laoly, tidak bisa menjanjikan. “Kita lihat dulu perkembangannya. Sekarang belum ada revisi. Nanti kalau ada giliran itu, kita pertimbangkan,” jawabnya, saat ditanya wartawan, di Jakarta, kemarin.

Menko Polhukam, Mahfud MD, setuju dengan wacana tersebut. Malah, kata dia, sudah dari dulu mengusulkan wacana tersebut mengingat sangat tingginya daya rusak korupsi bagi bangsa.

Dia bilang, UU Tipikor sekarang sebenarnya sudah memuat hukuman mati bagi koruptor. Tapi, ada kriterianya, seperti koruptor yang mengulang perbuatannya, korupsi dalam jumlah besar, hingga korupsi dana bencana. Jadi, tak perlu ada perangkat hukum yang baru.

Hanya saja, Undang-Undang hanya memuat pasal. Putusan hukuman bagi koruptor ada di tangan hakim. “Kadang kala hakimnya malah mutus bebas. Kadang hukumannya ringan sekali. Kadang, sudah ringan, dipotong lagi. Ya sudah itu, urusan pengadilan. Di luar urusan pemerintah,” kata Mahfud, di Jakarta, kemarin.

Bagaimana tanggapan DPR? Anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Sudding, berharap, Jokowi tidak hanya berwacana. Apabila Jokowi serius menghukum mati koruptor, alangkah baiknya pemerintah mengusulkan langsung revisi UU Tipikor. “Kalau Jokowi sudah merasa mendesak memberlakukan hukuman mati, ya pemerintah, Presiden, menginisiasi Undang-Undang. Masyarakat tidak punya hak inisiasi mengajukan pembahasan,” kata politisi PAN ini, di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Baca juga : WIKA Jadi Kontraktor Idaman Para Karyawan di Indonesia

Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, berbicara sebaliknya. Politisi PKS ini menuding, Jokowi hanya beretorika soal hukuman mati. Nasir memandang, regulasi untuk menghukum mati koruptor sudah ada. Yang diperlukan tinggal keberanian presiden dan aparat penegak hukum menerapkan hukuman mati itu.

“Sebenarnya hukuman mati bagi koruptor itu sudah ada dalam Undang undang. Tinggal memang jenis kejahatan korupsi yang dilakukan,” kata Nasir, di Gedung DPR, kemarin.

Dari pihak KPK, menanggapi dengan pesimis wacana ini. Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, mengatakan, wacana itu lagu lama yang diputar ulang. “Jangan terlalu main di retorika-retorika yang seperti itulah. Mainlah yang membuat Indonesia lebih sustain, berubah secara substantif,” kata Saut, di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.

Karena menganggap wacana ini hanya retorika, Saut enggan membahas lebih jauh. Dia menilai, wacana ini tidak subtansif.

Mantan Jaksa Agung, Marzuki Darusman, menilai, penerapan hukuman mati bagi koruptor butuh political will dari pemerintah. Realisasi wacana ini tergantung keinginan kuat Presiden. “Ini tergantung kepemimpinan nasional,” kata Marzuki, di Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin.

Baca juga : Nikmati Rafting di Bali

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman, menilai wacana ini hanya manis di bibir. Untuk pelaksanannya, sulit. “Ini adalah pernyataan kosong,” ucapnya, kemarin.

Senada disampaikan Direktur Ekse kutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid. Dia menilai, yang disampaikan Jokowi kontradiktif dengan kebijakan Jokowi yang memberikan grasi kepada mantan Gubernur Riau, Annas Maamun dengan alasan kemanusiaan.

“Jangan-jangan menutupi atau mengalihkan kritik masyarakat dalam memberikan pengurangan hukuman,” ucapnya, di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, kemarin. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.