Dark/Light Mode

Solusi Redam Konflik di Laut Natuna

Minggu, 5 Januari 2020 11:56 WIB
Susaningtyas NH Kertopati (Foto: Istimewa)
Susaningtyas NH Kertopati (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sesuai Hukum Laut Internasional atau UNCLOS 1982, kita harus cermat menganalisis insiden Laut Natuna beberapa hari yang lalu. Pelanggaran wilayah perairan ZEE Indonesia di Laut Natuna sudah berulang kali terjadi dengan modus yang sama, yaitu diawali dengan masuknya kapal ikan Cina yang kemudian di-back up oleh China Coast Guard (CCG). Pelanggaran ini terjadi berulang karena Cina bersikeras melakukan klaim atas sebagian besar perairan Laut Cina Selatan yang dikenal dengan Nine Dashed Lines.       

Jadi, penting dipahami bahwa Cina tetap mengakui kedaulatan Indonesia atas Pulau Natuna dan Laut Teritorial Indonesia di Laut Natuna. Klaim Cina atas Nine Dashed Lines tumpang tundih dengan sebagian perairan ZEE Indonesia di Laut Natuna. Tepatnya di sebelah timur Pulau Natuna pada jarak 185 mil.       

Memanfaatkan mekanisme hubungan bilateral Indonesia dan Cina dapat dilakukan manajemen bersama usaha penangkapan ikan di perairan tersebut antara BUMN Indonesia dan Cina. Pola win-win management ini banyak diterapkan oleh beberapa negara yang semula juga memiliki konflik perbatasan laut, seperti antara Rusia dan Norwegia di Laut Utara atau antara Bangladesh dan Myanmar di Teluk Benggala. Jika manajemen bersama ini berhasil, maka Indonesia dapat juga mengundang negara lain yang ikut meng-klaim Laut Cina Selatan untuk merubah konflik menjadi keuntungan bersama. Ini dari perspektif blue economy.                  

Baca juga : Malaysia dan Natuna

Dari perspektif keamanan, maka Indonesia melalui ASEAN dapat berupaya mempercepat penyelesaian Code of Conduct (COC) di Laut Cina Selatan antara Angkatan Laut ASEAN dengan Angkatan Laut Cina. Dengan berlakunya COC, maka masing-masing Angkatan Laut menerapkan mekanisme pencegahan konflik di laut. Mekanisme COC ini sangat penting untuk meredam eskalasi konflik untuk tidak meningkat menjadi perang.          

Pihak yang berkepentingan dengan COC juga bisa lebih dibuka tidak hanya antar-Angkatan Laut, tapi juga bisa antar-Coast Guard dan antar-Angkatan Udara. Jadi, kapal-kapal perang Angkatan Laut, kapal-kapal Coast Guard, dan pesawat tempur Angkatan Udara ASEAN dan Cina semuanya menghormati COC.        

Dari perspektif diplomasi, maka sangat penting untuk menjabarkan 4 pernyataan Menlu RI dalam menghadapi situasi terkini. Diplomasi luar negeri yang ditunjukkan oleh Menlu RI adalah implementasi kebijakan pemerintah untuk lebih mengedepankan diplomasi dan negosiasi dengan tetap memprioritaskan kepentingan nasional Indonesia.   

Baca juga : Pemerintah Pastikan Demam Babi Afrika di Sumut Telah Ditangani

Dengan pernyataan resmi Menlu, maka Kemenhan dapat menindaklanjuti dengan diplomasi pertahanan, Mabes TNI menindaklanjuti dengan diplomasi militer dan Mabesal menindaklanjuti dengan diplomasi angkatan laut. Jadi, sangat penting pertemuan antar-Menhan kedua negara, dan bahkan pertemuan bilateral antar-Panglima Angkatan Bersenjata dan pertemuan bilateral antar Panglima Angkatan Laut.    

Dengan adanya Pangkogabwilhan-l yang membawahi wilayah perairan Laut Natuna, bisa saja diatur pertemuan bilateral dengan Panglima Komando Gabungan Cina di wilayah Selatan. Lebih penting lagi adalah tugas Kepala Bakamla RI yang baru untuk segera ke Beijing membahas insiden Laut Natuna ini langsung dengan Chief of CCG. Sangat diharapkan Kepala Bakamla RI mampu berdiplomasi meyakinkan CCG untuk lebih menghormati ZEE Indonesia di Laut Natuna.

Dr. Susaningtyas NH Kertopati, M.Si, Pakar Intelijen dan Pertahanan

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.