Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Kasus Suap Dana Hibah KONI

KPK Telisik Peran Mantan Pebulutangkis Taufik Hidayat

Selasa, 4 Februari 2020 05:14 WIB
Mantan pebulutangkis Taufik Hidayat (Foto: Tedy Kroen/RM)
Mantan pebulutangkis Taufik Hidayat (Foto: Tedy Kroen/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik peran mantan pebulutangkis Taufik Hidayat, dalam kasus suap dan gratifikasi yang menyeret eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dan asisten pribadinya, Miftahul Ulum.

Dalam pembacaan dakwaan Ulum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (30/1), Jaksa KPK menyinggung nama mantan Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) itu.

"Ya tentunya itu jadi catatan, fakta itu jadi catatan kita dan setelah putusan nanti ada laporannya baru kita ketahui," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (3/2).

Berita acara persidangan (BAP) itu akan dijadikan acuan KPK melakukan pengembangan kasus.

Ali memaparkan, yang tertera dalam BAP akan dicocokkan dengan putusan hakim dan alat bukti yang lain.

Baca juga : Kasus Suap DPRD Sumut, KPK Tetapkan 14 Tersangka Baru

"Pengembangan perkara sebagai bukti permulaan adalah ketika itu tercatat di dalam berita acara. Kemudian, di putusan baru dihubungkan dengan alat bukti lain. Supaya alat bukti permulaannya cukup. Sehingga, bisa ditetapkan orang itu untuk bertanggung jawab secara pidana," bebernya.

"Jadi tidak serta merta ada saksi yang bilang gini, langsung ditindaklanjuti. Nggak gitu. Kita harus merangkai dari petunjuk yang ada. Sampai minimal ada dua bukti permulaan yang cukup sebagai alat buktinya," imbuh jaksa komisi antirasuah itu.

Taufik sudah pernah dimintai keterangan oleh KPK, dalam pengembangan perkara yang pada akhirnya menjerat Ulum dan Imam tersebut.

Sebelumnya, nama Taufik disinggung dalam materi penerimaan gratifikasi Rp 1 miliar oleh Ulum dan Imam, dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Program Satlak Prima Tahun Anggaran 2016-2017, Edward Taufan Pandjaitan alias Ucok.

"Pada bulan Agustus 2016, Edward Taufan Pandjaitan yang memiliki kewenangan, di antaranya mengelola keuangan Satlak Prima, bertanggung jawab langsung kepada Tommy Suhartanto selaku Direktur Perencanaan dan Anggaran Program Satlak Prima," beber Jaksa KPK Titto Jaelani saat membacakan dakwaan Ulum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/1).

Baca juga : Taufik Hidayat Jadi Perantara Gratifikasi Imam Nahrawi

Sekitar bulan Januari 2018, Tommy menyampaikan ke Ucok soal adanya permintaan uang dari Imam Nahrawi. Tommy meminta Ucok menyiapkan uang Rp 1 miliar, untuk diserahkan ke Imam melalui Ulum.

"Selanjutnya, masih pada bulan Agustus 2018, Tommy Suhartanto meminta Reiki Mamesah yang menjabat selaku Asisten Direktur Keuangan Satlak Prima Kemenpora RI untuk mengambil uang sejumlah Rp 1 miliar,.yang berasal dari anggaran Program Satlak Prima kepada Edward Taufan Pandjaitan alias Ucok," ujar Jaksa.

Lalu, Reiki menyerahkan uang itu ke Taufik Hidayat, di rumahnya yang terletak di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

"Kemudian, uang Rp1 miliar tersebut diberikan oleh Taufik Hidayat kepada Imam Nahrawi melalui Terdakwa (Ulum) di rumah Taufik Hidayat," ungkapnya.

Secara keseluruhan, Ulum bersama Imam disebut menerima gratifikasi dari berbagai pihak, dengan nilai total mencapai Rp 8,64 miliar.

Baca juga : Kasus Korupsi Pembangunan IPDN, KPK Kembali Panggil Eks Sekjen Kemendagri

Selain Rp 1 miliar tersebut, Ulum dan Imam disebut menerima Rp 300 juta dari mantan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, dan Rp 4,94 miliar dari mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu Program Indonesia Emas Kemenpora Lina Nurhasanah.

Selanjutnya, Rp 2 miliar dari Lina Nurhasanah dan Rp 400 juta dari mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode tahun 2017 sampai tahun 2018, Supriyono.

Ulum dan Imam juga disebut menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dari mantan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy, dan mantan Bendahara KONI Johnny E Awuy.

Menurut jaksa, suap tersebut dimaksudkan agar Ulum dan Imam mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah, yang diajukan KONI kepada Kemenpora dalam tahun kegiatan 2018.

Penerimaan terkait proposal bantuan dana hibah, dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi, dalam Multi Event Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018. Serta penerimaan terkait proposal dukungan KONI, dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun 2018. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.