Dark/Light Mode

Pedagang Keluhkan Perda KTR Bogor

Jumat, 7 Februari 2020 15:13 WIB
Diskusi Publik Mengawal Langkah Akhir Uji Materi Perda KTR Kota Bogor di Bogor, Kamis (2/2). (Foto: ist)
Diskusi Publik Mengawal Langkah Akhir Uji Materi Perda KTR Kota Bogor di Bogor, Kamis (2/2). (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pedagang mengeluhkan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Pedagang menilai aturan itu mempersulit dan merugikan mereka.

Karena itu, sejumlah pedagang mengajukan gugatan (judicial review) Perda KTR Bogor yang telah dilayangkan pada 5 Desember 2019 dan sudah tercatat dengan Nomor Perkara 4P/HUM/2020. Salah satu pedagang yang menggugat adalah Wahono.

“Hingga saat ini, setahu saya rokok adalah produk legal, namun kami sebagai pedagang dipersulit,” ujar pria asal Cibogor ini dalam Diskusi Publik "Mengawal Langkah Akhir Uji Materi Perda KTR Kota Bogor di Hancock Café & Resto, Kamis (6/2)

Baca juga : Trump di Atas Angin

Muaz HD, anggota DPRD Kota Bogor yang juga yang merupakan salah satu anggota Pansus Perda KTR Bogor mengapresiasi langkah para pedagang yang melakukan gugatan. "Pedagang melakukan hak konstitusi mereka, saya pribadi senang, karena bukan lewat jalur-jalur yang menjurus chaos," ujar Muaz. 

Dia menuturkan, pada prinsipnya Perda KTR ini bukan lahir dari pandangan anti rokok, melainkan mengatur tempat atau fasilitas bebas rokok yang belum dipenuhi Pemkot Bogor. "Memang  di sisi lain harus menyediakan tempat bagi perokok,” kata Muaz. 

Politisi PKS ini pun membocorkan bahwa DPRD Kota Bogor juga akan melaksanakan Pansus Pencabutan Perda. Harapannya perda-perda yang selama ini justru mengundang polemik dan meresahkan masyarakat dapat dievaluasi.

Baca juga : Pasang Foto Pelukan, Neymar Persembahkan Gol Buat Kobe Bryant

“Saya memahami keresahan, ketakutan dan efek yang ditimbulkan. Mudahan-mudahan ke depan, apa yang dihasilkan legislatif bisa berjalan semakin selaras dengan kebutuhan masyarakat,” kata Muaz. 

Tokoh Muda Bogor, Rommy Prasetya, Perda KTR Bogor diharapkan jangan menjadi regulasi yang mengebiri hak ekonomi. Aturan ini dirasakan tidak melewati survei, kajian ilmiah, dan tidak menimbang aspek sosial, budaya serta ekonomi masyarakat Bogor. 

“Di mana fungsi legislatif? Pemkot Bogor ini kerjanya hanya mengampanyekan mencegah intoleransi agama, tapi tak sadar mereka sedang melakukan intoleransi ekonomi pada warganya sendiri,” kata Rommy.

Baca juga : PON XX di Papua Akan Pererat Persatuan Bangsa 

Pengamat ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi menyanggah, pernyataan Pemerintah Kota Bogor yang sebelumnya menyebutkan bahwa PAD Kota Bogor semakin naik semenjak penerapan Perda KTR. “Asumsi soal PAD tersebut, menurut pendekatan ilmiah adalah keliru. PAD ini kan banyak unsurnya. Pertumbuhan pajak per sektor industri harus dirunut. Ada beberapa faktor yang menentukan PAD itu tumbuh signifikan atau tidak,” papar Gandhi. 

Untuk diketahui, industri hasil tembakau menyumbang PAD senilai Rp 43,6 miliar sepanjang 2019 di Kota Bogor

Dari sisi hukum, Ali Ridho, pengamat hukum dari Universitas Trisakti menambahkan Perda KTR Bogor secara material dan formil, mengundang kebingungan. Ada satu pasal yang menekankan bahwa penanggungjawab tempat umum berkewajiban menyediakan kawasan tanpa rokok. Namun di pasal lain, tidak ditemukan konsekuensi atau persayaratan lain setelah kewajiban tersebut dipenuhi. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.