Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Diungkap Saksi

Hasto Pernah Makan Siang Dengan Si Penerima Suap

Selasa, 14 April 2020 04:40 WIB
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. (Foto: Putu Wahyu Rama/RM)
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. (Foto: Putu Wahyu Rama/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Nama Hasto Kristiyanto kembali disebut dalam persidangan kasus suap PAW anggota DPR yang melibatkan Harun Masiku (si pemberi suap) dan Wahyu Setiawan (si penerima suap), di Pengadilan Tipikor, kemarin. Saksi, yang merupakan staf Wahyu Setiawan, menyebut, bosnya pernah bertemu Sekjen PDIP itu. Kesaksian ini bisa bikin Hasto terpojok nih...

Sidang digelar melalui video conference. Sidang dengan terdakwa Saeful Bahri ini menghadirkan dua staf Wahyu, yakni Retno Wahyudiarti dan Rahmat Setiawan. Keduanya bersaksi dari rumah masing-masing.

Yang menyebut nama Hasto adalah Rahmat. Ini bermula ketika Hakim Anggota Titi Sansiwi menanyakan ke Rahmat, apakah Hasto pernah bertemu Wahyu. Awalnya, dia mengelak. "Tidak pernah," jawab ajudan Wahyu.

Hakim Titi langsung membuka Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Rahmat. "Ini di BAP Anda (bertemu) beberapa kali," ucap Hakim Titi. Rahmat akhirnya tak mengelak lagi. Dia membenarkan. "Itu saat 2019 saat rekapitulasi, Pak Hasto dan tim kebetulan jadi saksi perwakilan dari PDI Perjuangan. Datang ke kantor," beber Rahmat.

Hakim Titi kemudian bertanya, berapa kali Hasto dan Wahyu bertemu. Rahmat menjawab, seingatnya, hanya sekali. "Sekali itu di ruangan, makan siang," jawab Rahmat. "Setelah acara itu?" tanya Titi lagi. "Istirahat. Jadi, merokok itu biasa, Bapak (Wahyu) kan merokok," selorohnya.

Baca juga : Komunitas Sopir Taksi Pakistan di Barcelona Ngasih Tumpangan Gratis ke Paramedis

Soal apa yang dibicarakan dalam pertemuan Hasto-Wahyu, Rahmat mengaku tak tahu. "Tidak (tahu), Bu. (Bicara) di dalam, saya ruangannya di luar," tutur Rahmat.

Sementara, saksi Retno Wahyudiarti, yang sudah bekerja dengan Wahyu sejak 2017, ditanya pernah tidaknya menerima surat permohonan dari DPP PDIP. Retno mengiyakan. Tapi, dia mengaku lupa tanggalnya. "Pokoknya itu jam makan siang, saya ditelepon Pak Wahyu Setiawan untuk menerima surat dari temennya," ujar Retno. "Itu kapan?" tanya hakim. "Bulan Januari. Tanggalnya lupa," jawabnya.

Hakim kemudian mengingatkan, dalam BAP, Retno menyebut surat itu diterimanya Desember. "Oh, iya Pak, Desember, bener. Soalnya BAP itu kan gak lama setelah kejadian," koreksi Retno. Retno mengaku tak tahu siapa teman Wahyu yang mengantar surat. Saat itu, surat diterimanya karena Wahyu tidak berada di kantor.

Sebetulnya, kata Retno, yang seharusnya menerima surat itu adalah bagian Tata Usaha (TU) Arsip. Namun, karena diperintah Wahyu, dia yang menerimanya. Si lelaki pengantar surat juga mengaku diperintah bosnya untuk mengantarkan surat itu ke Retno.

"Tujuannya ke ketua (KPU). Saya nggak bisa keluarkan surat tanda terima karena yang bisa keluarin itu TU Arsip. Saya sempat tawarkan ke TU Arsip, tapi nggak mau. Karena perintah bosnya 'yang nerima harus Mbak Retno'," tutur Retno.

Baca juga : SIG Prakarsai Pendirian Perusahaan Patungan Dengan BUMDes di Kabupaten Rembang

"Dia diperintah bosnya. Siapa?" tanya hakim. Retno bilang, lelaki itu tak menyebutkan nama. Surat itu sempat dibukanya. Ada empat lembar. Tapi Retno tak membaca detailnya. "Jadi, saya habis ngasih tanda terima, saya bikin surat tanda terima sendiri, sudah saya terima surat dari PDIP, lalu surat saya kasih ke TU Arsip," bebernya. Jaksa kemudian menunjukkan dua surat dari PDIP. Retno menyatakan hanya pernah melihat satu di antaranya.

Retno menerangkan, soal permohonan PDIP itu bukan kewenangan Wahyu. "Karena Pak Wahyu kan Parmas dan Sosialisasi," imbuh Retno.

Harusnya, surat itu berkaitan dengan Divisi Teknis KPU yang dikepalai Evi Novida Ginting, Komisioner KPU yang saat ini sudah dipecat. Surat itu, menurut Retno, sudah diserahkan ke sana. "Saya kirim ke TU Arsip surat itu dikasih ketua, terus didisposisi ke Divisi Teknis," ucapnya.

Dalam dakwaan Saeful, jaksa menyebut, Hasto yang memerintahkan kuasa hukum PDIP untuk mengirim surat ke KPU. Surat itu berisi permintaan agar KPU menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin Kiemas, caleg asal Dapil I Sumsel yang meninggal dunia. "Atas keputusan Rapat Pleno DPP PDIP tersebut, Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP meminta Donny Tri Istiqomah selaku Penasihat Hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan ke KPU," beber Jaksa Ronald.

Hanya satu kali nama Hasto disebut. Setelah itu, tak ada lagi. Dalam sidang sebelumnya, yang digelar 2 April, nama Hasto juga disebut. Saat itu, namanya masuk dalam dakwaan yang dibacakan jaksa. Sama seperti sidang kemarin, saat ini, nama Hasto juga cuma disebut sekali.

Baca juga : Pengobatan Corona Ini Ngetren Di AS dan Eropa

Sedikitnya peran Hasto dalam dakwaan tak sesuai dengan berbagai rumor yang beredar selama ini. Hasto, disebut punya peran penting dalam kasus ini. Dia juga disebut membawa Harun ngumpet di PTIK saat OTT KPK terjadi. Sudah berkali-kali Hasto membantahnya.

KPK sudah dua kali menggarap Hasto. Yaitu pada 24 Januari dan 26 Februari. Usai pemeriksaan, Hasto bersikukuh PDIP berhak mengajukan Harun sebagai pengganti Nazarudin. Dia juga menyerukan agar Harun koperatif menyerahkan diri ke KPK. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.